"Fen, tunggu!" Suara itu menggema di halaman depan sekolah. Dengan langkah cepat Freya berhasil meraih pundak Fenita di lobi utama SMA Cendrawana. Napasnya sudah terengah-engah. "Lo harus minta maaf ya sama Bunda!"
Telunjuk Fenita naik menyentuh bibir kembarannya. "Jangan bahas ini di sekolah!" pintanya dengan mata yang melotot tajam.
Mendapat serangan itu, Freya langsung merapatkan bibirnya. Dia tersadar semua siswa yang baru datang juga tengah memperhatikannya. Lebih tepatnya mereka sedang terpenjarat oleh pesona primadona sekolah yang pangkatnya sebagai bintang pelajar tidak pernah merosot—Fenita Amalia Hamzani—berjalan bersama saudari kembarnya, Freya Amalia Hamzani. Mereka berdua adalah satu-satunya siswa kembar di SMA Cendrawana. Namun begitu, Freya yang berjalan berisihan dengan saudari kembarnya yang berbeda pangkat dengannya pun merasa merendah.
Fenita membiarkan rambutnya terurai ke punggungnya, sementara Freya mengucir rambutnya ekor kuda. Kedua cewek kembar identik itu selalu berpenampilan berbeda, sehingga siapa saja dengan mudah mengenali mana Fenita dan mana Freya
Freya lalu melebarkan langkahnya ke depan, mengambil jarak agar tidak bersanding dengan Fenita, hingga langkahnya yang semakin memelan itu bisa dikejar lagi oleh Fenita.
Langkah Freya terhenti melihat pemandangan yang semakin dekat melintasinya. Ia merasa waktu berjalan lebih lambat sesaat seorang cowok jangkung bersama KepSek melintasinya. Warna seragamnya pun terlihat masih baru. Matanya sempat menyipit melihat punggung cowok itu yang sudah cukup jauh melangkah. Sesaat garis bibirnya melengkung, menandakan ada yang sedang membuatnya bahagia. Entah alasan apa itu? Dia pun sebenarnya kurang tahu. Ujung bibirnya tertarik sendiri.
"Fen, apa dia siswa baru?" tanya Freya penasaran kembali merecoki saudari kembarnya.
"Terus, kalo ada siswa baru lo mau apa? Lo aja anak lama nggak pernah banggain sekolah," cibir Fenita tanpa melihat ke arah Freya ataupun lelaki yang dimaksud Freya. Dia seolah lebih memfokuskan langkah kakinya. Tidak menoleh ke arah mana pun, Fenita sangat fokus pada tujuannya masuk kelas dan belajar.
"Ngomong sama lo emang nggak akan lebih baik!" Freya mendengus sebal. Kalau bukan karna hatinya sekuat baja, dia pasti sudah tersulut emosi oleh ejekan Fenita. Kalau bukan Fenita adalah saudari kembarnya, dia pasti segera melayangkan pukulan ke wajah cewek itu.
☔☔☔
"Kebiasaan lo ke mana?" tanya Rina mendapati teman sebangkunya sudah duduk di sisinya. Fenita meletakkan tasnya, lalu merebahkan tubuhnya, membiarkan rambutnya menyentuh punggung kursi. Biasanya, Ia selalu masuk ke kelas setelah bel masuk. Cewek itu sering mampir ke perpustakaan sebelum pelajaran pertama dimulai. Dia tidak mau menghabiskan waktu di kelas hanya mendengar riuh teman-temannya tanpa ada guru yang mengajar.
Daripada langsung menjawab pertanyaan Rina, hal pertama yang dilakukan Fenita adalah mencari keberadaan seseorang ke sekitar ruang kelasnya. Sesuatu yang membuat Fenita candu ketika bisa menemukan sosok lelaki yang tengah tertawa lepas bersama teman-teman sekelasnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...