Semua siswa mengemas barang-barangnya ke dalam tas setelah mendengar bel pulang berbunyi. Namun justru Freya selalu merasa kesal saat bel pulang berbunyi, apalagi melihat Arka yang tengah memasukan buku-bukunya ke dalam tasnya, lalu Arka berdiri dari kursi dan menyandang tasnya. Freya seakan ingin mencegahnya. Freya ingin tetap berada di sisi Arka setiap waktu.
"Kamu nggak pulang?" tanya Arka melihat Freya tidak memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
Freya lalu mengangguk dan memasukan barang-barangnya ke dalam tasnya dengan malas. Arka tiba-tiba duduk kembali. Apakah mungkin, jika dia sedang menunggu Freya?
"Eh, Fre, Ar, gue duluan ya?" pamit Eka.
"Gue, juga," disusul Indah.
Freya hanya mengagguk merespon kedua sahabatnya yang keluar kelas terlebih dahulu. Lalu melihat Arka yang masih duduk di sampingnya. Cowok itu menyentuh salah satu buku kecil dari sisa barangnya yang belum dimasukkan ke tas. Buku yang berisi kumpulan lirik lagu yang ia suka. Karna hobinya menyanyi, dia suka menulis lirik lagu-lagu yang dia dengar.
Arka hanya melihat halaman pertama. Lagu yang Freya tulis di sana adalah lagu band favoritnya Utopia dengan judul lagu 'Kesepian Abadi'. Arka kenal lagunya sangat menyedihkan sekaligus merinding. Namun bukan lirik lagu itu yang membuatnya tertarik membuka buku Freya. Buku itu memiliki bentuk, garis, dan warna kertas kekuningan yang sama seperti surat yang selalu ia terima.
"Oh iya, buku ini hadiah dari bunda, cuma buat catatan lirik lagu sih. Fenita juga punya, tapi dia pasti buat catatan rumus-rumus doank," jelas Freya padahal Arka tidak bertanya.
"Ayo kita pulang!" ajak Freya.
Arkatidak beranjak. Sehingga Freya masih dengan posisi duduk di kursi. "Kamu kenapa duduk lagi?" tanya Freya.
"Entahlah, sebenarnya aku merasa lengket dengan kursi ini. Suasana kelas ini atau sesuatu yang seperti nggak asing bagiku selama dua hari ini," jelas Arka.
Freya hanya menatap Arka. Sekali lagi, mulutnya ingin memberitahu sesuatu, tapi keadaan tidak pernah mendukung. Dia selalu kalah dengan rahasia hidupnya.
"Kamu percaya kalo kenangan itu punya aroma tersendiri?" tanya Arka.
Freya mengangguk cepat. "Mungkin aromanya yang buat kita teringat sesuatu."
"Seperti de javu?" kekeh Arka."Tapi jujur suasana di sekolah ini buat aku nyaman. Entah apa alasannya, aku pun masih mencari-carinya."
Freya ikut terkekeh. "Bisa jadi kamu memang pernah berada dalam suasana ini. Suasana di mana kamu merasa terjaga, kamu merasa nyaman, dan kamu punya tempat untuk berlindung." Freya mengatakannya dengan menutup mata, membuat Arka lebih dekat ke wajah Freya. Saat Freya membuka mata, wajahnya dan Arka benar-benar dekat sampai membuatnya mengkaku. Keduanya saling menatap dengan jarak sorot lensa yang begitu dekat. Entah berapa kali hal ini terjadi.
"Kamu bisa membaca suasana seseorang?" tanya Arka dari jarak dekat.
Freya langsung memalingkan wajahnya dan langsung menyandang tasnya.
"Nggak juga," jawab Freya tersenyum, lalu berjalan keluar kelas sembari meletakkan tangannya di dadanya. Freya tidak bisa menahan degup jantungnya saat Arka menatapnya begitu dekat, makanya dia memilih keluar kelas. Arka malah heran melihat sikap Freya, tapi tetap membiarkan gadis itu meninggalkannya di kelas sendirian.
☔☔☔
Fenita duduk di meja belajar mengisi beberapa soal pelajaran Fisika. Dia hanya berusaha mengejar nilainya yang baru saja anjlok. Apalagi sebentar lagi dia harus mengikuti olimpiade. Ponsel Fenita yang berkali-kali berbunyi di atas kasur bahkan dia abaikan begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...