Freya menyingkap tirai di jendela, membiarkan cahaya mentari masuk ke kamarya. Dia tak sengaja melihat burung pipit yang baru saja terbang dari pohon samping rumahnya, dan tanpa alasan membuatnya tersenyum. Ternyata setelah hujan seharian, bahkan hujan itu di mulai sejak keberangkatannya ke kampung halaman sampai kembal pulang. Benar-benar awet sampai malam. Membuat semua tumbuhan subur dan aroma petrikor yang masih membekas. Hari ini dia sebaiknya berpenampilan wangi untuk jatah kencannya bersama Arka.
"Fen, masih lama nggak?" Freya mengetuk toilet kamarnya yang masih dipakai Fenita.
Suara shower yang deras, sepertinya Fenita sangat menikmati mandi di pagi hari sampai tidak mendengar teriakan Freya. Freya akhirnya terpaksa menunggu menyampirkan handuk di badan kursi meja belajar. Dia pun duduk di sana.
Suara ponsel Fenita berdering di atas meja belajar. Lagi-lagi ketika Fenita dipanggil, cewek itu tidak merespon. Freya pun mengintip layar ponsel Fenita. Saat tahu Arka yang menelpon, Freya pun langsung mengangkatnya.
"Fen, gue butuh lo." Arka yang pertama berbicara.
Freya langsung menangkap kata butuh yang dimaksud Arka. Apa sebegitu butuhnya Arka pada Fenita? pikir Freya dalam-dalam. Entah kenapa dia jadi cemburuan dan sangat sensitif ketika Arka dekat dengan Fenita."Maaf, aku Freya..." balas Freya, langsung menekan tanda untuk mengakhiri panggilan.
Bukannya tidak mau mendengarkan penjelasan Arka, tapi saat itu Fenita keluar dari toilet. Freya pun langsung meletakkan kembali ponsel Fenita di tempat semula.
Fenita mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Lalu melihat Freya yang hanya berdiri menatapnya di pinggir meja belajar."Kenapa sih harus lo, Fen?" ucap Freya tiba-tiba.
Fenita hanya berkerut dahi karna tidak paham dengan apa yang dimaksud saudari kembarnya. Fenita lalu menyalahlan alat hair dryer.
"Kenapa harus lo?" Perkataan Freya membuat Fenita mengurungkan niatnya untuk segera mengeringkan rambutnya.
"Kenapa harus lo orang yang pertama Arka sukai? Kenapa harus lo yang tahu segalanya tentang Arka? Kenapa dia lebih terbuka sama lo?" cecar Freya.
Fenita membalikan badan berhadapan dengan Freya. "Maksudnya apa? Arka suka sama gue karna dia ngira gue Fenita kecilnya, Fre."
"Bukan itu...beda lagi, semua udah berubah ketika kita tukar posisi, Arka akan tetap menganggap Fenita adalah sosok yang dia sukai," tampik Freya.
Fenita menyentuh kedua pundak Freya. "Fre..." Tapi sekejap Freya menepisnya.
"Entah kenapa gue jadi orang yang posesif dan cemburuan kayak gini?" ucap Freya pelan memalingkan wajahnya.
Fenita memahami perasaan Freya dengan tingkah laku Arka yang semakin pelik dan membuat saudari kembarnya bingung. Apalagi Freya tidak tahu apapun tentang keadaan Arka.
"Bukan salah lo kalau nggak tahu segala hal tentang Arka, dan bukan berarti Arka nggak mau terbuka sama lo, Fre. Arka emang sengaja menyembunyikannya agar lo nggak sedih, itu menurutnya, tapi menurut gue itu keterlaluan." jelas Fenita.
Freya mendekat lagi pada Fenita. "Menyembunyikan apa maksud lo, Fen?"
"Arka sakit," jawab Fenita langsung agar tidak membuat Freya terus diliputi perasaan gelisah.
"Sakit asma?" tanya Freya sesuai apa yang pernah Fenita ingatkan pada Arka tentang penyakit cowok itu. "Lo bahkan yang ngasih perhatian ke Arka supaya dia nggak ikut-"
"Kenapa lo percaya dengan ucapan yang asal ngomong?" potong Fenita.
"Bukannya waktu itu lo bilang kalau Arka sakit asma?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...