Selalu tentang hujan.
Sore ini lagi.
Aroma petrichor yang selalu setia menemani hujan dan membuat siapa pun jatuh hati. Rintik-rintik yang menguasai seluruh jagat, membasahi seluruh luar bangunan, dan menciptakan genangan di jalan-jalanan kota. Hujan menjadi berita gembira, terkadang menjadi bencana bagi umat manusia. Sebagian menyambutnya bahagia, sebagian lagi merutukinya. Yang pasti hujan menampung banyak kenangan, di mana hujan selalu memberikan ruang khusus untuk merindukan banyak suasana.
Masih di bulan Oktober, hujan mengguyur kota Jakarta bersamaan dengan bangunnya swastamita yang tertutup mendung. Arka mengaduk secangkir teh di tangannya, menatap bulir air hujan pada kaca jendela. Ia menyeruput tehnya sampai terasa hangat di tenggorokannya, walau hawa dingin masih bisa menembus kulitnya, sekalipun ia memakai jaket tebal dengan kupluk Beanie abu-abu yang membungkus seluruh rambutnya.
Sepintas bayangan seorang gadis kecil terbayang samar dalam ingatan Arka. Dia menodongkan payung untuk melindungi gadis itu dari hujan. Arka sempat menghela napas berat, beberapa kali setiap hujan turun, dia mendapatkan bayangan dari memorinya yang tidak bisa dia ingat dengan jelas.
"Arka! Jemuran mama kenapa dibiarkan kehujanan?" Teriakan dari seorang wanita yang baru masuk rumah.
Arka meletakkan secangkir tehnya di atas meja. "Maaf, Ma. Arka lupa."
"Kamu itu, apa sih yang bisa bikin kamu sampe lupa?" gerutu Dewi membuat Arka terkekeh. Dia memang sering lupa dengan hal-hal penting dalam hidupnya.
"Hujan, Ma. Hujannya sangat damai sore ini." Padahal teka-teki tentang hujanlah yang selalu mengecoh pikiran Arka.
Iya. Ada cerita dibalik hujan yang ia lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...