Di atas kursi roda sembari menikmati sinar matahari di jendela ruang rawat rumah sakit, pikiran Arka merenungkan banyak hal. Sekali lagi dia membaca secarik surat yang biasa dia terima di rak bangkunya. Meskipun, dugaan Fenita belum pasti, tapi dia merasa bahwa dugaan itu benar adanya.
Freya yang dia kenal selama ini. Yang bahkan Arka tidak mampu membaca perasaan cewek ceria itu. Semua sikap Freya yang terlalu manis padanya, yang bahkan Arka tidak pernah peduli. Tapi ternyata, Freya-lah, Sang Pengirim surat itu.
Arka mengingat kembali saat pertama kali bertemu dengan Freya. Beberapa kali Freya memeluknya, dan membuat jantungnya berdegup. Beberapa kali senyuman di bibir Freya memaksanya ikut bahagia. Beberapa kali rasanya keduanya tidak sengaja dipertemukan oleh waktu.
Baru kali ini Arka menyadari, selama ini cewek itu menyembunyikan perasaannya. Saat Arka masuk kelas XI IPS 5, Freya berusaha agar Arka duduk di sebelahnya. Saat bermain dart di pasar malam, Freya bahkan selalu di sampingnya untuk mendukungnya, bisa Arka ingat bagaimana raut wajah cewek itu saat menerima boneka yang tidak begitu imut untuk dipandang darinya.
Arka menutup mata sembari menghela napas pelan. Apa selama ini, Arka sudah melukainya dengan mencintai saudara kembarnya. Saat itu, Freya terlihat begitu semangat bernyanyi dengannya di atas panggung pada saat pensi puncak acara bazar. Tapi apa yang dia lakukan, dia hanya menggunakan Freya sebagai alat untuk mengungkapkan perasaannya pada Fenita. Dia memang keterlaluan. Dia memang tidak pernah peka.
☔☔☔
Fenita tengah sibuk membaca dan melipat beberapa halaman untuk bahan tugasnya. Sedangkan teman satu kelompoknya yang lain juga sibuk dengan tugasnya masing-masing. Erik, dia bagian tugas menulis apa yang Fenita berikan dari buku yang dia baca. Rina, dia kebagian paling instan, yaitu mencari tugas penelitian mereka di google. Sedangkan Bagus, dia baru saja duduk di antara mereka. Tugasnya adalah mencari buku yang mereka butuhkan di setiap rak perpustakaan.
"Gue nemu buku yang gue cari nich, Guys," seru Bagus duduk di samping Erik.
Erik hanya melirik Bagus sekilas, lalu kembali meneruskan tugasnya. Fenita langsung merampas buku yang dipegang Bagus setelah membaca sampul buku di tangan Bagus adalah buku resep makanan.
"Bukan saatnya untuk mengedepankan kepentingan diri sendiri," rutuk Fenita.
Bagus hanya mendengus sebal melihat wajah sinis Fenita. Sedangkan Erik dan Rina memekik tawa.
"Tahu, nich. Udah tahu kalau ini tugas Bahasa Indonesia, bukan tugas agar menjadi ibu rumah tangga yang sempurna, seperti memasak dengan menu yang lezat tiap hari," sahut Rina mengolok-olok Bagus.
"Cari lagi sana!!" pinta Fenita garang.
"Jangan galak-galak donk, Fen. Mentang-mentang habis putusin Arka, terus lo merasa bersalah karna hampir membuat Arka bunuh diri, " kekeh Bagus.
Mata Fenita langsung melotot. Padahal putusnya Arka dengan dirinya hanya kedua belah pihak dan Freya yang tahu. Tidak hanya Fenita, Erik dan Rina langsung berhenti melakukan aktifitasnya setelah mendengar pernyataan dari Bagus.
"Beneran, Fen lo putusin Arka sampai Arka bunuh diri?" terkejut Rina, si paling kepo.
"Berita dari mana lo?" tanya Fenita sinis kepada Bagus.
"Arka sendiri yang bilang tadi malam. Gue kan tadi malam jenguk dia," jelas Bagus.
Fenita mendengus kencang. "Sialan tuh orang!!" umpatnya.
Saat itu juga dua cewek menghampiri mereka dan satu dari kedua cewek itu memanggil Erik. Sontak saja keempat siswa yang sedari sibuk mengerjakan tugas dan sedikit mengobrol langsung menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...