PART 22

237 32 1
                                    

"Dah!" Freya melambaikan tangannya pada Eka dan Indah, saat sampai di depan rumahnya. Freya lalu menatap kepergian Eka dan Indah dengan mobil berwarna merah jenis convertible itu.

Freya menaiki undakan rumahnya dan menginjak teras rumahnya. Freya lalu masuk ke dalam rumahnya. Freya menangkap sosok ibunya sedang membaca majalah.

"Kamu baru pulang?" tanya Alika meletakkan majalahnya lalu menghampiri anaknya. Freya hanya tersenyum.

"Gimana keadaan teman kamu?" tanya Alika lagi.

"Nggak papa kok, Bun. Dia cuma kecapek-an," jelas Freya. Alika menganggukan kepala lega.

"Ng...apa Fenita di rumah, Bun?" Sekarang Freya yang berbalik bertanya.

Belum sempat Alika menjawab, Fenita ternyata baru saja datang. Fenita menatap datar Freya dan Alika.

"Kamu juga baru saja datang?" sambut Alika tersenyum.

"Kenapa sih, kalo udah tau jawabannya nggak usah tanya dong," ucap Fenita datar, tapi penuh tekanan.

Alika hanya tersenyum. Dia terlalu sabar dengan sikap anaknya itu. Tapi, Freya sendiri sebenarnya tak bisa menerima jika Fenita berkata seperti itu pada ibu kandungnya sendiri. Fenita lalu berjalan ke ruang tengah menuju kamarnya.

"Aku ganti baju dulu, ya?" ucap Freya pada Alika.

Freya juga menyusul Fenita ke kamar mereka. Dia melihat saudara kembarnya itu melepaskan sepatu kanannya. Freya hanya berdiri di ambang pintu, mencoba menahan kekesalannya pada Fenita.

"Lo habis dari mana?" tanya mereka berdua bersamaan. Freya sampai terkejut karna Fenita juga akan bertanya seperti itu padanya.

Freya lalu berdehem bermaksud agar Fenita lebih dulu memberikan jawaban untuknya. "Gue habis melayat ke rumah Erik," balas Fenita.

"Emang siapa yang meninggal?" Ekspresi Freya berubah terkejut. Padahal awalnya dia ingin marah pada Fenita.

"Ayahnya meninggal dunia tadi pagi," jawab Fenita masih berduka atas apa yang menimpah sahabatnya.

Freya langsung mengucap kalimat tarjih. Dia juga mengingat pemandangan tadi pagi ketika Fenita memeluk Erik. Dia baru tahu alasannya, Fenita mungkin saat itu ingin menenangkan sahabat laki-lakinya sejak SMP. Dia sempat salah paham rupanya.

Freya lalu duduk di samping Fenita untuk membicarakan secara baik-baik pada saudara kembarnya. "Lo nggak jenguk Arka ke rumah sakit?" tanya Freya sembari melepaskan sepatunya.

"Arka masuk rumah sakit? Emang dia kenapa?" tanya Fenita dengan raut wajah yang panik.

"Dia pingsan di atas rooftop," balas pelan Freya. Dia heran karna sepertinya Fenita tidak tahu apa pun tentang Arka.

"Hah? Kok bisa? Terus dia nggak papa, kan?" cercah Fenita sembari menggeser tubuhnya mendekat ke Freya.

Freya mulai senang akhirnya Fenita peduli juga tentang Arka. Dengan ini dugaan Eka tentang perasaan Fenita ke Arka gagal.

"Yang gue dengar dari mamanya, Arka baik-baik saja, dia cuma butuh istirahat," jelas Freya tersenyum.

Fenita menghela napas legah. "Syukurlah..."

"Arka sangat butuh lo sekarang, Fen. Jadi lebih baik lo segera jenguk Arka," saran Freya.

Fenita lalu berjalan meletakkan sepatunya di bawah meja belajarnya. "Gue akan jenguk dia habis ini, selesai sholat ashar," jawab Fenitha, lalu mengambil handuk dari lemari kecil di samping kanan tempat tidur.

Freya hanya mengangguk, dia lega kalau saudaranya itu masih punya perasaan sedikit untuk memperhatikan Arka. Tapi, bukankah itu wajar, karna Fenita adalah kekasih Arka. Jadi untuk apa dia susah payah menyuruh Fenita untuk menjenguk Arka.

All I Hear Is Raindrops [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang