Dengan dadanan feminin, Freya terbalut gaun merah cerah selututnya berlari masuk ke sebuah gedung. Sampai di depan aula, di tempat acara pernikahan mamanya Arka berlangsung, Freya sempat gugup. Dia merogo bedak dari tasnya, menggunakan cermin kecil di dalam wadah bedak itu untuk memastikan wajahnya tidak berkeringat. Penting untuknya menjaga penampilannya saat ini. Freya tidak terbiasa dengan rambut yang dibiarkan tergerai di punggungnya dan bersikap tetap tenang.
"Apakah aku sudah mirip Fenita?" batinnya. Wajahnya yang nyaris mirip dengan Fenita memberi kesempatan Freya untuk tidak mengecewakan Arka.
Freya pun berjalan pelan, fokus dengan langkah kakinya seperti apa yang biasa Fenita lakukan ketika berjalan. Sepertinya dalam aula yang besar itu sudah terdengar suara pembawa acara yang memeriahkan resepsi pernikahan. Para udangan yang berdatangan mulai berkurang. Freya terlihat sangat mencolok kalau begini.
"Tunggu, Nona!" Seorang petugas keamanan acara resepsi pernikahan tiba-tiba menahan Freya.
"Tunjukkan undangannnyan, Nona," pinta petugas keamanan itu.
Freya melongo, dia memang bukan tamu yang diundang. Percuma saja dia datang tanpa membawa bukti undangan. "Eh! Kayaknya ketinggalan di rumah," culas Freya pura-pura mengecek ke dalam tasnya.
"Nggak bisa, Nona! Kalau ingin masuk, harus ada bukti undangannya." Petugas itu kekeh menyuruh Freya menujukkan undangan pernikahan. Dia harus tetap menunaikan tugas yang sudah diamanahkan Fenita kepadanya.
Freya pun cemberut. "Memang bapak nggak kasihan sama saya, udah dandan cantik masa disuruh pulang. Lagian saya benar-benar diundang kok," protesnya.
Petugas menarik pelan tangan Freya agar keluar dari aula. "Untuk menjaga keamanan, kita nggak bisa memasukan sembarang orang," paksanya.
Freya mangap lebar memberikan seribu alasan agar tidak diusir. Seketika datanglah Arka menyuruh penjaga keamanan itu untuk mempersilakan Freya masuk. .
"Saya yang mengundang dia, Pak," jelas Arka.
Freya pun tersenyum melihat Arka datang membantunya. Dia tidak ingin pulang sia-sia. Tujuannnya datang untuk menemui Arka. Akhirnya cowok itu muncul juga. Nyaris dia diusir.
"Oh, maaf, Mas Arka. Saya nggak tahu, soalnya dia nggak bawa undangan," jelas petugas keamanan. Meski Freya kesal dengan petugas keamanan, dia berusaha tetap tenang agar penyamarannya sebagai Fenita tidak terbongkar. Pilihan ini memang konyol untuknya.
Arka lalu menggenggam tangan Freya membawanya masuk. Freya mulai mengkaku. Dia harus sadar sebagai siapa posisinya sekarang. Dia hanya pengganti saudari kembarnya. Meski begitu, menjadi Fenita memberinya kesempatan untuk bergandengan tangan dengan Arka. Waktu singkat ini setidaknya membuatnya senang.
"Duduklah, Freya..." pinta Arka duduk di salah satu kursi membundar yang kosong di tengahnya ada meja yang terdapat beberapa hidangan makanan.
Freya terkejut. Arka ternyata mengenalinya, meski dengan penampilan seperti Fenita sekalipun. "Ke-ketahuan ya." Freya sekilas menundukkan kepalanya.
"Kamu itu lucu ya? Tentu aja aku sadar dari awal. Aku melihat kamu tersenyum tadi. Senyuman kamu itu bisa dikenali. Apalagi kalau memang Fenita, dia pasti langsung pulang ketika petugas keamanan mengusirnya," jelas Arka.
Freya pun malu sendiri dan duduk di samping Arka. "Maaf, aku lagi-lagi lancang. Ini semua karna Fenita ada urusan yang penting, makanya dia nggak bisa datang."
"Dia udah izin ke aku, alasan itu juga aku bisa tahu kalau kamu yang datang," jawab Arka.
Mata Freya terbelalak. "Ja-jadi, Fenita sudah izin? Kenapa dia nggak bilang? Kan aku nggak perlu datang seharusnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Ficção Adolescente"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...