Freya berlari menelusuri trotoar. Tubuhnya kini sudah terbalut seragam sekolah. Mimik wajahnya terlihat sangat panik. Pagi ini orang tuanya menginap di rumah sanaknya di Semarang. Karna itu, dia terlambat bangun tidur, bahkan Fenita tega meninggalkannya. Untung saja rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, jadi dia masih bisa mengejar waktu agar sampai di sekolah tanpa harus terlambat.
Saat Freya sampai di depan sekolah, seorang satpam mulai menutup gerbangnya. "Eh, tunggu, Pak!" teriaknya kepada satpam. Satpam pun berhenti menutup pintu gerbang.
Freya lalu masuk begitu saja ke pintu gerbang yang terbuka setengah itu. "Makasih ya, Pak," ucap Freya pada satpam.
Satpam itu langsung geleng-geleng kepala. "Dasar anak jaman sekarang, merepotkan pekerjaan orang aja, udah mau ditutup juga gerbangnya," gerutu Satpam.
Freya lalu berlari menelusuri koridor, melewati kelas Fenita. Freya sekilas melihat ke pintu kelas Fenita yang terbuka karna belum ada guru yang mengisi jam pelajaran pertama. Tapi yang dia dapatkan malah melihat Arka duduk di meja Fenita. Pada akhirnya, Fenita menerima perasaan Arka. Dia senang bisa melihat Arka mendapatkan apa yang cowok itu inginkan. Langkahnya pun hanya berlari lagi membiarkan perasaannya itu terkubur dalam hatinya tanpa ada yang tahu. Termasuk Arka.
☔☔☔
Arka menyelipkan sesuatu ke telinga Fenita. Dengan cepat Fenita mengambil kertas berbentuk bunga tulip itu. "Lo yang buat?" tanyanya.
"Apa mirip bunga aslinya?" tanya balik Arka meminta saran.
"Ini bunga tulip. Freya juga sering membuat ini," jawab Fenita. "Apa lo belajar darinya?"
Arka sekilas memutar bola matanya ke atas. "Aku nggak pernah tau, aku membuat secara acak, dan jadilah seperti itu." Dia lalu merebut lagi bunga kertas itu dari Fenita dan dipasangkan ke rambut gadis itu.
Fenita dengan tegas menolak. "Gue akan kelihatan gila memakai itu!" gerutunya.
Arka tertawa renyah melihat wajah jutek Ratu Fisika. "Kan manis kalo dari pacar?"
Rina yang duduk di belakang mereka hanya melirik kedua temannya yang sudah resmi pacaran sejak kemarin malam. Rina sangat suka sikap Arka memperlakukan Fenita, meskipun kesannya amat menganggu. Apalagi melihat Fenita yang pendiam itu terus mengoceh emosi.
Fenita menyengir mengambil bunga kertas itu dari Arka. "Biar gue simpen aja," ucapnya meletakkannya di atas tas. Saat itulah, Erik muncul menyandang tasnya. Cowok itu selalu datang lebih awal. Tapi hari ini, Erik bahkan masuk kelas bersamaan bel jam pelajaran pertama berbunyi.
Fenita pun menyiapkan senyuman termanisnya untuk menyambut kedatangan Erik. Anehnya, kali ini Erik sama sekali tidak menolehkan wajahnya pada Fenita. Cowok itu hanya tersenyum pelik pada Arka. Fenita mengerutkan dahi, berpikir tentang sesuatu yang salah terjadi. Fenita pun terus memperhatikan Erik yang menepuk bahu Bagus agar cepat bangun karna Bu Eva mulai masuk kelas.
Sebelum Arka pindah kursi, dia sempat menyadari tatapan Fenita ke arah siapa.
"Arka!"
Arka terpanggil sebelum sampai kursinya.
Tatapan Bu Eva mulai menyelidik ke arah siswa yang barusan tadi dia panggil.
"Apakah drama tadi malam sukses?" tanya Bu Eva.
Arka tampak cengoh, pikirannya lambat sekali untuk menemukan makna pertanyaan Bu Eva. Namun tidak berlaku dengan Fenita yang sudah dikelilingi perasaan yang tidak enak.
"Ratu Fisika." Panggilan Bu Eva beralih ke Fenita.
"Iya, Bu. Ada yang bisa saya lakukan," jawab Fenita dengan tenang. Padahal pikirannya awut-awutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...