PART 10

153 39 2
                                    

Freya ikut membantu Fenita membawakan beberapa tumpukan buku bekas ke sekolah. Ia melihat ada banyak siswa yang membawa berbagai macam bahan dan peralatan. "Ah, acara Bazar segera dimulai," ucap Freya melihat pamflet di madding yang mereka berdua lintasi.

"Taruh atas!" pinta Fenita agar Freya menyerahkan buku-bukunya.

"Nggak yakin lo kuat. Biar gue anterin sampek kelas," semangat Freya.

Fenita terus meminta Freya meletakkkan tumpukan buku itu di atas tumpukan buku yang dia bawa. Sesaat, Erik muncul tiba-tiba dan mengambil tumpukan buku dari Freya. "Biar gue yang bawakan! Yuk!"

Fenita hanya diam saja. Dia teringat kejadian tadi malam. Jika Erik terus bersikap baik padanya, bagaimana bisa dia tidak makin dekat dengan cowok di depannya sekarang. Bahkan hati Fenita tidak bisa berbohong untuk ingin selalu berada di samping Erik.

Freya tersenyum melihat Fenita dan Erik berjalan meninggalkannya lebih dulu. Terkadanga dia senang melihat perhatian Erik pada Fenita. Dia membayangkan kejadian seperti itu juga menimpah padanya. Nyatanya, hal-hal seperti itu hanya dia lihat dalam drama dan kisah orang lain. Dia bermimpi mendapatkan cinta sejati. Sampai akhirnya tepukan keras di bahunya membangunkannya.

"Ngelihatinnya gitu amat lo, Fre! Lo cemburu ya Erik sama Fenita?" seloroh Indah tiba-tiba datang bersama Eka.

Freya langsung mendorong kecil bahu teman sekelasnya itu. "Kenapa ngomongnya ngasal gitu?!" tampik Freya dengan jelas di wajahnya tidak mempunyai rasa apa pun pada Erik.

"Kali lo naksir anak basket," ucap Indah.

Eka hanya terkekeh melihat tingkah Indah menggoda Freya. Sementara teman sebangkunya hanya memasang wajah sebal.

Freya melirik tangan Eka penuh peralatan seperti gelas plastik boba dan piring-piring pastik. Untuk Indah, siswi itu membawa taplak meja dan kain sebagai hiasan stand, terlihat di paperback yang siswi itu kalungkan ke lengannya.

"Ke kelas yuk! Temen-temen pasti lagi nyiapin perlengkapan bazar," ajak Eka. Tapi sebelum mereka pergi dia menahan tangan Freya.

"Lo nggak lupa bawa bagian lo kan, Fre?' tanya Eka.

"Tenang. Tas gue penuh sama sedotan," jawab Freya membuat kedua temannya tertawa renyah.

­­ ☔☔☔

Pak Bashori, guru matematika masuk ke dalam kelas membuat beberapa siswa meloncat ke bangkunya masing-masing. Fenita bersiap-siap untuk diintrogasi guru killer itu, karna tadi malam dia nggak ikut les. Tapi bukan cuma dia sih, Erik dan Arka juga.

Arka? Arka belum datang. Ke mana dia? Bangkunya terlihat masih kosong. Itu juga bukan urusan yang penting untuk Fenita. Fenita lalu mengeluarkan bukunya dari tas.

Beberapa detik kemudian, Arka baru masuk ke dalam kelas. Arka lalu menghampiri Pak Bashori. "Maaf, Pak, saya terlambat. Apa saya boleh duduk?"

"Kalo kamu mau berdiri juga nggak papa. Saya nggak peduli kalo kamu berdiri ataupun duduk, yang pasti itu tidak menganggu pelajaran saya hari ini," balas Pak Bashori menatap Arka. Semua siswa menahan tawanya.

"Kalo gitu saya memilih untuk duduk, Pak." Arka menggaruk kepalanya yang tidak gatal karna rasa malunya.

"Kamu tadi malam di mana?" tanya Pak Bashori tiba-tiba pada Arka." Saya tadi malam tidak lihat kamu ikut les. Sekalipun kamu siswa baru di sini, bukan berarti saya tidak mengawasimu."

Aduh, hidup dech gue! umpat Arka dalam hati. Dia tak ingin perkataan mati selalu menghantuinya. Bukan hanya Arka saja yang wajahnya ketakutan, tapi Erik dan Fenita. Apalagi untuk Si Ratu Fisika, mau ditaruh mana mukanya.

All I Hear Is Raindrops [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang