Kita Mengalir Dalam Hidup, Seperti Sungai Han

241 26 3
                                    

Junkyu, yang hampir terlambat tiba di sekolah, mendapati atmosfer mencekam di kelasnya. Di luar mendung, ruangan menjadi gelap, tetapi tidak ada yang berinisiatif untuk menyalakan lampu.

"Ada apa?" tanya Junkyu. Dia bahkan belum duduk di bangku.

"Itu ... Gyubin." Tutur salah satu temannya, seolah itu menjawab pertanyaan Junkyu.

Di sudut belakang kelas, orang-orang berkerumun dan mengobrol dengan suara rendah. Junkyu menyadari kalau bangku Sung Chani yang bersebelahan dengan bangku Gyubin, tampak kosong.

"Kenapa dengan Gyubin?"

Pertanyaan Junkyu ditelan bunyi bell dari pengeras suara di sudut ruangan.

Kerumunan di sudut kelas membubarkan diri untuk kembali ke bangku masing-masing. Gyubin tidak ada di tempat duduknya. Hanya ada figura dengan fotonya, yang dikalungi rantai bunga.

"Gyubin sudah tidak ada. Kerumunan di Itaewon semalam, kau tahu? Dia salah satunya."

-----

"Sayang, kau pulang lebih awal."

Suara sang ibu terdengar lembut, dan bibirnya menyunggingkan senyum. Jelas, mendapati putra satu-satunya tiba di rumah sebelum malam menjelang adalah hal yang tidak biasa sejak anak itu masuk SMA. Nyonya Kim mengecup pipi putranya. Kanan lalu kiri.

"Teman kelasku meninggal dunia," ungkap Junkyu, tanpa aba-aba.

Ekspresi ceria di wajah Nyonya Kim berubah suram. "Siapa?"

"Eomma mungkin tidak mengenalnya." Junkyu melepas sepatu dan kaos kaki, kemudian berbaring di sofa baby blue favoritnya. "Seorang gadis bernama Kim Gyubin? Dia salah satu yang terjebak di Itaewon semalam."

Sang ibu duduk di sofa lain dan bertanya lebih lanjut. Keduanya mengobrol sebentar di ruang tamu, topiknya tidak jauh dari tragedi yang terjadi di Itaewon, sebelum pindah ke ruang makan. Di sana mereka berhenti bicara soal hal-hal suram dan sepenuhnya menikmati dimsum udang dan kaki ayam pedas yang terhidang di meja.

"Eomma, boleh aku pergi keluar?" tanya Junkyu, setelah ia selesai mencuci piring. "Aku akan kembali tepat waktu untuk kursus sore nanti."

Untuk sesaat, ibunya tampak ragu. Junkyu meyakinkannya, hingga wanita itu tidak bisa menahannya.

-----

"Kau yakin dia akan datang?"

"Tentu saja, Hyung."

"Dia yang mengatakan itu sendiri? Meh, sulit dipercaya."

Dari kejauhan, tampak seseorang melaju di atas skateboard dengan kecepatan tinggi. Sosok itu setengah berseru."Maaf, aku terlambat!"

Jihoon bangun dari posisinya yang berjongkok di tangga toko swalayan dan berkacak pinggang. Dia mengomel pada sosok Yoshinori yang baru saja tiba. "Kau ini! Hampir saja kami meninggalkanmu!"

Bukannya berhenti, Yoshinori justru meluncur melewati tiga kawannya yang tengah bercokol di tangga.

"Eh?" Ketiganya terheran-heran.

Yoshinori, untuk sesaat merasa panik. Untungnya, remaja itu berhasil menghentikan papan seluncur tepat waktu sebelum benda itu membawanya menghantam tembok parkiran.

Melihat itu, Park Jihoon tertawa keras dan beralih pada Asahi dan Haruto. "Kalian lihat itu? Tolong katakan kalau kalian berdua melihatnya!"

Tawa Jihoon yang tidak kunjung reda, mulai menular pada Haruto.

Di sisi lain, untuk membuang malu, Yoshinori bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dia memungut skateboard, lalu menghampiri Haruto dan Asahi, mencubit pipi mereka.

Double Shots (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang