Bus yang direm tiba-tiba membuat seluruh penumpang terlonjak, termasuk Kim Junkyu, yang oleng dan nyaris jatuh. Beruntung, Haruto segera meraihnya, memeluk Junkyu erat-erat. Dua boneka koala dan tas belanja terhimpit di antara mereka.
"Hyung tidak apa-apa?"
"Aku baik-baik saja." Junkyu bicara dengan wajah terbenam di leher Haruto, membuat suaranya tidak terdengar jelas.
Garis tubuh Haruto menegang, lalu ia bergidik. Napas Junkyu terasa panas di lehernya. Rambut kecokelatan Junkyu juga menelusup, menggelitik telinganya.
"Geli," kata Haruto. Meski begitu, dia tidak mendorong Junkyu atau mencoba membuatnya menjauh.
Sedekat ini, dengan posisi yang demikian, Junkyu tidak bisa melihat ekspresi wajah Haruto. Namun, dengan dada yang saling berhimpitan, dia bisa merasakan detak jantung dan napas Haruto yang menderu. Gugup.
Berpikir bahwa sosok yang lebih muda merasa tidak nyaman, Junkyu berniat menarik diri. Namun, Haruto justru berpegangan lebih erat padanya. Jari-jarinya mencengkram hoodie yang dikenakan Junkyu erat-erat.
"Dingin," katanya. "Peluk aku."
Kim Junkyu tidak berpikir dua kali. Sebelah tangannya berpegangan lebih erat pada handle bus, dan yang lainnya melingkari Haruto, memeluk tubuhnya yang terasa solid.
Terbesit di pikiran Junkyu untuk menanggalkan hoodie yang tengah ia kenakan, dan membiarkan Haruto memakainya. Namun, pelajar SMA tingkat akhir itu ingat, bahwa di bawah hoodie-nya, dia tidak mengenakan apa-apa. Tidak mungkin ia menghabiskan waktu perjalanan dengan berdiri setengah telanjang, kan? Apa yang akan orang lain pikirkan?Para lansia yang duduk di kursi prioritas mungkin akan terkena serangan jantung.
"Lain kali, jangan memakai pakaian yang terlalu pendek seperti ini," nasehat Junkyu.
Haruto, rupanya tidak sepenuhnya setuju dengan apa yang dikatakan Junkyu. "Tapi ... ini tidak terlalu pendek?"
Itu benar. Tidak ada yang salah dengan pakaiannya. Junkyu hanya iseng dan ingin menggodanya. Haruto memakai celana pendek biasa, tetapi kakinya yang jenjang membuat potongan celana itu tampak lebih tinggi dari seharusnya.
Lagipula, Haruto adalah anak laki-laki. Bukan anak perempuan yang dress code-nya harus diawasi sedemikian rupa.
Mulutnya terbuka, Junkyu berniat bicara, tapi pandangan seseorang yang duduk di kursi prioritas membuatnya terdiam.
Seorang pria, dengan usia hampir menginjak kepala lima duduk di kursi yang tidak seharusnya. Pakaiannya rapi, dengan setelan formal dan sepatu yang tampak sedikit usang. Tampaknya seorang pekerja kantoran. Namun, siapa orang itu, Junkyu tidak peduli. Yang dia pedulikan adalah cara pria itu memandang dengan tidak pantas ke arahnya--dan terlebih ke arah Haruto.
Junkyu segera memindahkan tas belanjanya, agar posisinya menutupi kaki Haruto. Matanya memicing tajam. Tidak terima.
Ledak emosi ini pasti mempengaruhi feromonnya, karena setelahnya, Haruto mengernyitkan hidungnya, dan mencoba menarik perhatian Junkyu. "Hyung?"
Anak itu mencoba untuk berbalik, tapi lengan Junkyu menahannya. Dia tidak ingin Haruto melihat pria menjijikkan itu.
Menyadari bahwa dirinya tertangkap basah, pria itu segera membuang pandangan. Dia meninggalkan kursi prioritas dan turun dengan terburu-buru di pemberhentian selanjutnya.
'Tidak tahu diri,' batin Junkyu. Remaja itu mendengkus kasar. Lega, karena pria creepy itu segera pergi, dan kesal, karena tidak sempat melayangkan bogem mentah ke wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Shots (END)
FanfictionJunkyu adalah seorang Alpha. Haruto--yang masih belia--tidak mungkin bermanifestasi sebagai apapun kecuali Alpha. Masalahnya, Junkyu tidak bisa lepas dari gravitasi seorang Haruto Watanabe.