Apa Yang Lebih Menakutkan Dari Hantu?

395 49 0
                                    

Dari tempatnya di sofa, Junkyu melihat ke arah Asahi yang duduk di lantai, di antara bantal, selimut, dan spidol yang berceceran.

Junkyu dan Haruto menonton Audition, sebuah film horor klasik Jepang produksi tahun 1999. Sayangnya, film itu tidak disertai subtitle. Haruto sesekali menerjemahkan untuknya. Namun, saat beberapa adegan jumpscare membuatnya takut, tanpa sadar, remaja itu mulai bicara dalam bahasa Jepang. Junkyu harus menebak-nebak apa yang dia katakan.

Asahi sesekali melihat ke arah televisi dan memberikan spoiler. Selebihnya, ia sibuk dengan sketchbook dan spidol warnanya.

"Hyung tidak takut hantu?" tanya Haruto.

"Hantu itu tidak ada," balas Junkyu.

Percakapan keduanya menarik perhatian Asahi. Remaja itu memperbaiki posisi kacamatanya. "Itulah yang coba aku katakan tiap kali dia menangis di wahana uji nyali."

Haruto merengut. Dia menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

"Tidak apa-apa." Junkyu mencoba menghiburnya.

Haruto melipat tangannya di dada dan bertanya. "Memangnya ada yang lebih menakutkan dari hantu?"

Junkyu tidak langsung menjawab. Dia hanya memandang Haruto, seolah baru saja menyadari sisi lain yang tersembunyi dari remaja itu.

Asahi menyuarakan pendapat pribadinya. "Menurutku, orang-orang jauh lebih menakutkan daripada hantu."

Haruto menggulingkan tubuh beserta selimutnya menghadap Asahi, dan memberikan sanggahan. "Itu 'kan, karena Asahi adalah seorang introvert."

Asahi memukul pelan kening Haruto dengan sebuah spidol dan mematahkan argumennya. "Kau 'kan, juga introvert."

Sadar ia telah kalah, Haruto kembali berguling, kali ini ke arah Junkyu. "Jadi, Hyung. Apa yang lebih menakutkan daripada hantu?"

"Menurutmu?" Junkyu balik bertanya.

Haruto mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu. Matanya sedikit sayu, mungkin dia mengantuk.

"Aku tidak tahu."

Junkyu harap, Haruto tidak akan pernah tahu. Bagi anak itu, untuk tetap lugu.

'Betapa indahnya hidup,' pikir Junkyu, 'jika hal yang paling kau takutkan adalah hantu.'

"Junkyu-hyung memiliki aroma seperti kopi," kata Haruto, tiba-tiba.

Mendengar itu, Junkyu mengernyitkan hidung. Dia tidak suka kopi. Pahit.

"Itu cocok," sahut Asahi. "Aroma tajam untuk melengkapi penampilan yang--" Ucapan remaja itu terputus begitu saja, meninggalkan dua orang lainnya dalam suspensi.

Junkyu berkacak pinggang. Dia bicara dengan nada menuntut. "Yang apa?"

Haruto menengahi, "Asahi hanya mencoba untuk mengatakan kalau Hyung punya garis wajah yang lembut dan pipi bundar!"

"Aku punya wajah yang lembut." Junkyu mengutip pernyataan Haruto, lalu memandangnya penuh selidik. "Itu menurut Asahi, atau menurutmu?"

Haruto tergugu. Perhatian Junkyu membuat belasan kupu-kupu seolah beterbangan dalam perutnya. Di bawah selimut, ia mendadak merasa sedikit terlalu hangat. Mata paniknya bergulir ke arah Asahi, mencari bantuan.

"Aku tidak mengatakan apa-apa," kata Asahi. Dia mengangkat dua tangan ke udara, dan mencuri kesempatan untuk melarikan diri ke kamar mandi. Sangat tidak setia kawan.

"Hyung--"

"Apa?" tanya Junkyu. Dia mulai merangkak turun dari sofa. "Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"

Double Shots (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang