Pijakan Kaki

325 50 26
                                    

Jari tengah dan telunjuk Junkyu menarik rem, motornya menepi dan berhenti di sisi trotoar. Begitu gadis yang ia beri tumpangan turun, jari-jari panjang Junkyu melepaskan tarikannya. Dia melesat pergi begitu saja.

Junkyu mampir ke stasiun pengisian bahan bakar. Selagi mengantre, remaja itu merapikan rambut dan memeriksa penampilannya di kaca spion. Sebelah tangannya merogoh saku jaket, mencari-cari sesuatu.

Kemarin, saat berjalan-jalan dengan Mashiho, dia mampir ke sebuah toko aksesori. Di sana, Junkyu membeli sepasang anting panjang berwarna perak. Junkyu memakai anting itu di telinganya sambil melihat kaca spion, memastikan keduanya terpasang dengan benar.

Wajahnya yang tampan, menarik perhatian beberapa orang yang juga sedang mengantre. Bahkan, wanita petugas SPBU juga tidak lepas dari daya pikatnya.

Angka pada layar penghitung semakin merangkak naik. Junkyu harus membayar dua ribu won lebih untuk setiap liter bahan bakar yang mengisi tangki motornya.

Remaja itu meninggalkan pom bensin jauh di belakang. Hari ini, dia merasa sedikit berani. Jadi, Junkyu memacu motornya, melampaui angka delapan puluh kilometer per jam. Berkendara lurus melewati rumahnya, hingga wajah Distrik Seocho berubah menjadi buram.

-----

Hanya ada satu sekolah Jepang di Distrik Mapo. Junkyu tiba bersamaan dengan jam pulang sekolah, dia dengan mudah berbaur di antara para orangtua yang datang untuk menjemput anak-anak mereka.

Anak-anak, dengan seragam musim panas dan tas warna-warni mereka, keluar lebih dulu melewati pintu kaca. Junkyu positif mereka adalah anak-anak Sekolah Dasar. Pertama, tubuh mereka terlalu kecil untuk anak-anak SMP. Kedua, Junkyu melihat seorang dari mereka, seorang gadis kecil, meninggalkan sekolah sambil menangis dan meracau kalau dia ingin kembali ke Taman Kanak-kanak.

Remaja bermarga Kim itu duduk di motornya dan menunggu.

-----

Di sisi lain, Asahi keluar dari aula depan bersama teman satu kelasnya. Ketika melihat Junkyu di area tunggu, dia pikir itu adalah halusinasi. Jadi, Asahi meraih sapu tangan di saku celana dan membersihkan lensa kacamatanya.

Sosok Kim Junkyu masih ada di sana. "Bukan halusinasi kalau begitu," ujar Asahi.

"Itu siapa?" Salah satu temannya bertanya.

"Bukankah itu seragam SMA?"

"Asahi, tidakkah menurutmu dia tampan?"

'Ew.' Asahi membatin. Ia kemudian merespons. "Bukan tipeku."

"Apa maksudmu? Yang seperti dia adalah tipe semua orang!"

Asahi membalas dengan tatapan menuduh. "Kau bahkan lebih tertarik pada motor yang dia kendarai."

"Tapi itu Hyosung Motorsport! Siapa yang tidak tertarik dengan Motorsport?!"

Keributan mereka menarik perhatian Junkyu, yang serta-merta mengenali Asahi di antara kerumunan teman-temannya. "Asahi-ssi!" panggilnya.

Asahi berjalan ke arah Junkyu, teman-temannya mengekori dengan pandangan bingung bercampur takjub. Pertanyaan muncul di benak mereka, apakah keduanya saling kenal?

Asahi menyapa, "Junkyu-hyung."

Ketika remaja bermarga Hamada itu membungkuk, teman-temannya buru-buru mengikuti.

Junkyu balik bertanya, "Kau satu sekolah dengannya?"

"Aku rasa aku sudah memberitahu Hyung soal itu," kata Asahi. "Hyung mungkin lupa."

Junkyu benar-benar tidak ingat soal itu. "Dia belum keluar?"

"Dia piket, mungkin sepuluh menit lagi."

Double Shots (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang