Sasaeng

327 43 5
                                        

Kim Junkyu percaya bahwa dirinya sudah dewasa. Namun, selalu ada momen-momen dimana ia merasa dunia dan rotasinya terlalu besar untuk dimengerti, dan mentalitasnya seolah bergerak mundur. Rasanya, seperti menjadi anak-anak yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.

"Aku tidak mau makan," kata Junkyu, agak ketus. "Aku akan pergi ke kamarku."

"Tapi, Eomma sudah memasak."

"Aku akan makan nanti saja, kalau begitu."

"Nanti makanannya dingin."

Junkyu mendengkus. Makanannya sudah dingin sejak tadi, saat mereka sibuk melayani tamu di ruang depan.

"Eomma tahu kalau kau marah, tapi--" Ada jeda sebentar, sang ibu menerangkan. "Sung Chani hanya ingin meminta maaf, karena meninggalkanmu waktu itu."

"Menurut Eomma begitu?" tanya Junkyu, sedikit emosional. Dia menunjuk ke ruang tamu, ke arah sofa baby blue miliknya. Junkyu mungkin tidak bisa menciumnya, tapi ia tahu sofa favoritnya itu kini diselimuti aroma tubuh Sung Chani. Dia akan mengurus itu nanti.

"Tidakkah Eomma melihatnya?" tanya Junkyu. "Menurutku, Sung Chani hanya minta maaf karena ibunya menyuruhnya."

Ada hening yang menelusup di antara ibu dan anak itu. Situasi ini serba salah untuk keduanya. Terlepas dari hubungan antara anak-anak yang merenggang, Nyonya Kim dan Nyonya Sung tetaplah teman dekat. Tidak adil rasanya jika Junkyu meminta sang ibu untuk tidak lagi berhubungan dengan Nyonya Sung, hanya karena ia tidak ingin melihat Sung Chani di rumahnya.

"Eomma tidak mengundang mereka, jika itu yang kau pikirkan," tutur sang ibu.

"Eomma boleh mengundang siapa saja, ini adalah rumah Eomma."

Setelah mengatakan itu, Junkyu menarik napas dalam. Raut sedih di wajah ibunya membuat hatinya merasa bersalah. Remaja itu buru-buru menjelaskan, "Aku tidak marah kepada Eomma."

"Aku hanya--" Suara Junkyu sedikit tercekat. "Aku mengalami hari yang tidak menyenangkan di sekolah."

"Oh?" Mata Nyonya Kim melebar dengan kecemasan. Rasa ingin tahu menggelitik. "Apa yang terjadi?"

Menyadari kalau pertanyaan semacam itu tidak memberikan ruang untuk sebuah penolakan, sang ibu segera meralat kata-katanya. "Eum, maksud Eomma, kau bisa bercerita, hanya jika kau ingin."

"Tentu saja." Junkyu mengulas senyum simpul, lalu dia mulai berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. "Aku akan istirahat sebentar."

"Baiklah," Sang ibu mengalah. Alisnya masih bertaut cemas.

-----

Kim Junkyu duduk di kelasnya, menunggu guru mata pelajaran Sosial untuk datang. Namun, yang muncul dari balik pintu justru wali kelasnya.

Untuk sepersekian detik pertama, sang alpha berpikir kalau dia salah membaca jadwal.

Kemudian, pintu kelasnya terbuka untuk kedua kalinya. Ada sepatu serta tas bermerek dan kibaran rok. Seseorang yang Junkyu kenal berdiri di sisi kanan wali kelasnya.

Kelas mendadak riuh. Ramai dengan bisikan tertahan dan tanda tanya.

"Halo, namaku Sung Chani." Gadis dengan potongan rambut bob itu melambaikan tangan. Matanya mengedar, melihat ke sekeliling kelas, dan berhenti saat bersitatap dengan Junkyu. Bibirnya membentuk seringai. Katanya, "Salam kenal. Tolong jaga aku dengan baik."

-----

Junkyu berdiri di barisan terakhir antrian. Tangannya memegang nampan stainless yang digunakan untuk makan siang dengan gemetar.

Double Shots (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang