Ibunya membuat Junkyu mengikuti serangkaian les, privat dan komunal, untuk persiapan ujian masuk universitas.
"Bukankah ini sedikit terlalu cepat?"
"Tidak ada yang terlalu cepat, Sayang. Terlebih jika kau ingin pergi ke SNU."
Junkyu bahkan tidak yakin dia ingin melanjutkan pendidikannya di Seoul National University. Mendengar teman kelasnya bicara soal kampus mana yang akan mereka pilih, mana yang lebih baik antara kampung dalam atau luar negeri, membuatnya pening.
"Jurusan apa yang akan kau ambil, kau sudah memikirkan itu?" tanya sang ibu.
Junkyu menghela napas. "Aku belum memikirkannya, Eomma."
Sejujurnya, Junkyu tidak tahu ingin jadi apa dirinya di masa depan. Kecuali, soal bisnis restoran ayam yang ingin dia buat. Ketika dia mengatakan itu dengan nada setengah bercanda, Nyonya Kim tampak ingin memberi reaksi yang cukup vokal, memperingatkan Junkyu untuk tidak berleha-leha soal masa depan pendidikannya, tapi raut lelah di wajah sang putra menghentikannya.
Wanita itu memendam sisi keibuan dalam dirinya yang sedikit marah dan cemas dan cerewet. Dia tersenyum dan mengatakan, "Itu bukan masalah, masih ada waktu."
Sang ibu meletakkan sesuatu di meja. Sebuah buku profil dengan lambang Seoul National University tercetak di sampulnya.
-----
Junkyu menjadi super sibuk dan punya sedikit waktu luang. Dia pergi sekolah, mengikuti les, dan pulang malam bahkan di hari Minggu. Ketika merebahkan tubuhnya di kasur setelah hari yang panjang, dia akan memeriksa ponselnya dan menemukan pesan singkat dari Jihoon, Haruto, dan terkadang Asahi. Pesan itu dikirim berjam-jam yang lalu, saat Junkyu sibuk menjejalkan materi les ke kepalanya yang terasa penuh.
Junkyu mengabaikan pesan dari Asahi. Sejak kejadian di toko buku, remaja itu kerapkali mengejeknya dengan mengirim pesan berisi emoticon yang entah mengapa membuat kening Junkyu berkedut kesal.
'Dasar kurang kerjaan,' batin Junkyu.
Dia kemudian membalas pesan dari Jihoon yang menanyakan keberadaannya. Aku baru saja pulang.
Terakhir, Junkyu membuka pesan dari Haruto. Rupanya dia, Yoshinori, dan Jihoon berencana untuk pergi berjalan-jalan di sekitar Sungai Han. Haruto bahkan bertanya apakah dia ingin bergabung, tapi Junkyu terlambat menerima pesannya. Remaja itu hanya bisa gigit jari dan meninju bantalnya, kesal. Menjelajahi Sungai Han terdengar jauh lebih menyenangkan daripada mempelajari reaksi redoks, menghitung molalitas, dan mengamati reaksi kimia.
Aku ingin, tapi benar-benar tidak bisa pergi. Setelah mengetik balasan, Junkyu meletakkan ponsel di nakas dan mengusap wajahnya yang kusut. Di beberapa detik pertama dia memandang langit-langit kamar dan di detik berikutnya matanya terpejam. Dia tidak mendengar ponselnya berdering sekali dengan notifikasi pesan masuk.
Aku sangat bersemangat untuk Halloween pertamaku di Korea!
Junkyu membaca pesan Haruto keesokan harinya. Matanya berbinar. Meski mengetahui bahwa Haruto tidak akan membaca pesan balasan sampai jam sekolah usai, jemarinya bergerak lincah di layar, menanyakan apa rencananya dan kostum yang akan dia dikenakan untuk Halloween.
Adalah kejutan yang menyenangkan. Sore harinya, ketika Junkyu duduk di bus untuk perjalanan pulang dan Haruto meneleponnya.
"Kami sempat berpikir untuk menjadi Ciel dan Sebastian," kata Haruto dari sisi lain sambungan telepon.
"Ciel? Ciel dari komik Black Butler?" tanya Junkyu.
"Ne!"
"Itu ide yang bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Shots (END)
FanficJunkyu adalah seorang Alpha. Haruto--yang masih belia--tidak mungkin bermanifestasi sebagai apapun kecuali Alpha. Masalahnya, Junkyu tidak bisa lepas dari gravitasi seorang Haruto Watanabe.