Halo Lagi

286 41 6
                                    

Asahi menaiki tangga sambil menggenggam ponselnya dengan rasa jengkel luar biasa. Layarnya masih menampilkan laman Twitter yang menjadi sumber rasa marahnya.

Remaja itu tidak tahu apa yang harus dia pikirkan tentang Kim Junkyu, yang belakangan ini dekat dengan Haruto. Remaja yang lebih tua darinya itu sepertinya tulus tentang perasaannya. Namun, foto-foto yang mendadak beredar di internet membuat Asahi berpikir seribu kali, jika bukan untuk kebaikannya, maka untuk kebaikan Haruto.

Di sisi lain, ada Mashiho, yang jujur saja, tidak begitu Asahi kenal. Mengapa dia mengunggah foto-foto itu sekarang? Timing-nya sangat mencurigakan.

Asahi sudah melihat interaksi antara Junkyu dan Mashiho, saat berkunjung ke kediaman Takata tempo hari. Keduanya tampak seperti teman biasa, tidak ada yang spesial, tetapi dia bisa saja salah.

Asahi, sekali lagi, melihat foto-foto itu di ponselnya. Dia menyadari bahwa, di foto itu, potongan rambut Junkyu tampak lebih pendek dari sekarang. Kim Junkyu di foto memiliki getaran khas anak remaja yang memberikan kesan culun pada dirinya, berbeda dengan Kim Junkyu yang Asahi temui secara langsung.

Junkyu yang telah dewasa, harus Asahi akui, jauh lebih atraktif.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa foto-foto itu adalah masa lalu. Lantas, mengapa Mashiho membagikannya? Untuk sebuah nostalgia?

Sungguh, Asahi tidak bermaksud ikut campur, dia hanya tidak ingin Haruto terluka. Intinya, jika Junkyu cukup lancang untuk bermain dua kaki dan menjadikan temannya sebagai opsi kedua dalam hubungan mereka yang agak sulit didefinisikan itu. Alpha atau bukan, Asahi akan menghajarnya.

"Tidak tahu malu," gerutunya.

Ketika sampai di kamar Haruto, Asahi baru ingat kalau dia meninggalkan teh yang dia buat di lantai dasar. Remaja itu menepuk jidatnya, merutuki diri sendiri. Dia meletakkan ponselnya di nakas, lalu turun untuk mengambil teh.

Ketika kembali, jantung Asahi hampir copot. Haruto rupanya sudah bangun, dan dia mencoba mengambil ponsel yang Asahi tinggalkan di nakas.

Dalam tiga langkah cepat, Asahi merebut ponselnya dari tangan Haruto. Gerakan yang tiba-tiba itu membuat sosok yang lebih muda mengerjap kaget.

"Tidak boleh bermain ponsel," kata Asahi.

"Sebentar saja."

"Istirahat." Instruksi itu tidak bisa dibantah. Asahi membuat Haruto memegang cangkir teh. "Minum ini."

Haruto menurut. Sedangkan Asahi buru-buru mengantongi ponselnya sambil mengomel. "Bagaimana kau bisa merawat anak-anakmu kalau kau sakit?"

Haruto memandang Asahi seolah-olah temannya itu sudah gila. "Anak-anak apanya?"

Sebagai jawaban, Asahi menunjuk pada dua boneka koala yang diletakkan di atas sofa di sudut ruangan.

'Oh. Anak-anak yang itu.'

"Aku akan menyewa nanny untuk mereka." Haruto menunjuk Asahi. "Kau. Kau nanny-nya."

Asahi, masih dengan seragam sekolah, berkacak pinggang. Ia bertanya, "Dan siapa yang akan membayarku?"

"Junkyu-hyung," jawab Haruto, seenaknya.

Mendengar nama itu disebut, Asahi nyaris naik pitam. Remaja itu segera menetralkan ekspresinya, menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin dia jawab.

"Kenapa?" Dia bertanya dengan nada datar. "Apa dia ayahnya?"

"Dia kaya," bisik Haruto. "Kemarin, saat aku membuka dompetnya--"

Mata Asahi memicing. "Kau? Membuka dompetnya?"

"Dia yang memintaku untuk melakukannya."

Haruto menepuk ruang kosong di sebelahnya. Asahi segera merangkak naik, duduk di sana, di atas selimut, dan mendengarkan teman kecilnya mengoceh soal Junkyu dengan ekspresi jengah.

Double Shots (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang