Junghwan berjalan santai dari lift menuju unit apartemennya sambil menenteng kantong plastik berisi makanan ringan dan minuman yang baru saja dibeli.
Dari jarak beberapa meter matanya bersitatap dengan mata Rose. Tampaknya Gadis itu menunggu kepulangannya.
Junghwan berusaha bersikap biasa saja, cenderung cuek. Dia menekan password kemudian masuk tanpa menyapa Rose barang sepatah kata.
''Kenapa password-nya diganti?'' tanya Rose yang ikut masuk meski tidak dipersilahkan.
''Pengen aja,'' jawab Junghwan, santai.
''Kenapa nomor kamu nggak pernah bisa dihubungi?'' tanya Rose, lagi.
''Udah ganti.''
''Kenapa ganti?''
''Pengen aja.''
''Kamu sengaja menghindar dari aku? Mau lepas tanggung jawab?'' cecar Rose.
Junghwan meletakkan kantong belanjanya di atas meja makan lalu menarik satu kursi untuk diduduki.
''Mau berapa kali lagi lu ngomongin tentang tanggung jawab? Pusing gue dengernya. Udahlah. Kan, gue udah pernah bilang, gue nggak mau lagi bahas masalah ini.''
''Enteng banget mulut lu ngomong begitu, sementara gue stres mikirin hidup kedepannya mau gimana.''
''Ngapain stres? Hidup ya hidup aja.''
Rose mulai geram. ''Lu bener-bener kek anjing ya!''
''Ya. Terserah lu mau ngatain apa kek, gue nggak peduli. Yang jelas gue nggak akan tanggung jawab. Lagian gue nggak yakin kalo itu anak gue.''
''Kalo bukan anak lu terus anak siapa? Gue bukan cewek murahan yang gampang ditusuk sembarang batang,'' sahut Rose dengan nada tinggi.
Junghwan memijat pelipisnya. Sungguh, itu bukan respon yang diharapkan Rose.
''Kalo lu bener-bener nggak mau tanggung jawab, mending kita akhiri sekarang juga,'' kata Rose.
Gadis itu mengeluarkan sebuah botol kecil dari tasnya.
Junghwan menelan ludah.
''Gue nggak mau nanggung dosa ini sendirian,'' imbuh Rose. Perasaannya campur aduk. Dia tidak ingin membunuh, tapi dia juga tidak bisa membiarkan janin dalam perutnya terus tumbuh tanpa pertanggungjawaban dari Junghwan.
Kalau boleh jujur, Rose masih berharap Junghwan akan mencegah aksinya. Namun, hal itu tak terjadi. Junghwan hanya diam mematung seperti orang bodoh.
Tidak ada yang bisa diharapkan lagi.
''Anggap aja kita sama-sama setuju buat bunuh dia,'' ucap Rose, sedikit bergetar.
Detik itu juga, di depan mata Junghwan, Rose menelan beberapa butir obat penggugur kandungan.
Seketika perasaan Junghwan menjadi tak menentu. Duduknya tak tenang. Terlebih saat Rose mulai merintih kesakitan dan akhirnya jatuh ke lantai.
''Rose!'' pekik Junghwan. Cepat-cepat dia menghampiri kekasihnya itu.
''Sakit, Hwan.''
Junghwan meremas rambutnya sendiri, frustrasi.
''Kita ke rumah sakit,'' putus Junghwan. Dia tidak akan membiarkan Rose mati konyol di sini.
-
''Bisa ketemu sebentar nggak? Aku udah di depan tempat kerja kamu nih,'' kata Jeongwoo begitu panggilannya tersambung.
Mendengar hal itu, Wendy buru-buru keluar.
Di depan toko, terlihat Jeongwoo bersandar pada mobil hitamnya. Laki-laki itu menyambut kehadiran Wendy dengan senyuman manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNGBLOOD
FanficIni adalah cerita remaja tentang bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari yang tak lepas dari cinta, persahabatan, pertarungan, dan kenakalan. Treasure x Blackpink ⚠️ Murni imajinasi ⚠️ Tidak bermaksud merendahkan pihak mana pun Luv, matcha_...