nom bolas

1.7K 90 1
                                    

16. Selesai

"Mari berpisah untuk bertemu enam tahun lagi."

_______$$$$______

Dua minggu telah berlalu. Besok adalah hari di mana kegiatan pertukaran pelajar selesai dilaksanakan. Saatnya Ester dan yang lainnya kembali ke Bandung, sekolah mereka.

Seperti saat ini, Ester tengah berada di rumah Nakala untuk berpamitan dengan Zen. Jujur dia merasa Zen adalah adiknya.

Seperti saat ini, dia tengah duduk di taman bersama Nakala, Lia, dan Zen. Sedangkan Aldan sedang berada di luar kota urusan bisnis.

"Sebenarnya Kakak ke sini karena mau pamitan sama Zen," ucap Ester yang membuat Lia, Zen dan Nakala menatap ke arahnya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Lia.

"Masa pertukaran pelajar saya habis hari ini, Tan. Besok saya sudah kembali bandung tempat sekolah saya," jelas Ester yang membuat Lia mengangguk.

"Kalau sudah ke Bandung, kita pasti akan jarang bertemu. Padahal Tante nyaman sama kamu, begitu pun dengan Zen," ucap Lia.

"Nakala juga!" celetuk Nakala tanpa sadar.

"Kamu apa?" tanya Lia dengan jahil.

Nakala gelagapan. "Nyaman," cicitnya pelan yang membuat Lia tertawa.

"Noh, Nakal juga nyaman sama kamu Ester," ucap Lia yang membuat pipi Nakala memerah. Dia malu.

Sedangkan Ester hanya tersenyum kikuk. Dan Zen, anak itu langsung beralih ke pangkuan Ester.

"Kenapa Kakak pulang ke Bandung?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Karena rumah Kakak ada di Bandung, Zen sayang," ucapnya dengan mencium pipi Zen.

"Tapi nanti Zen sama Abang sedih. Ya, kan Bang?"

Nakala melotot mendengar penuturan Zen. Sedang Lia menyenggol pelan bahu putra sulungnya itu.

"Sedih nggak nih?" godanya.

"Bunda!" kesan Nakala.

"Kalau ada waktu Kakak bakal ke sini lagi," ucap Ester yang akhirnya diangguki oleh Zen.

"Kalau Zen, bisa nahan rindu sama Kakak. Tapi gimana Abang, Abang kan suka kangenin Kakak tuh," ucap Zen yang membuat Ester mencubit pelan pipi anak laki-laki itu.

"Pinter banget bohongnya."

"Eh, Zen nggak bohong loh. Kata Bunda bohong itu dosa. Zen beneran, abang memang sering bilang sama Zen kalau Abang rindu sama Kakak. Kemarin malam Abang bilang gini 'Zen, itu Kakak mu ke mana sih, kok nggak ke sini lagi? Kan Abang kangen gitu'."

Nakala kembali melotot. "Nggak, Abang nggak pernah bilang gitu ya, Zen," alibi Nakala dengan cepat yang membuat Lia tertawa terbahak-bahak menatap ekspresi putranya itu.

"Abang, bohong itu dosa loh. Ngaku sana," ucap Zen.

"Iya," ujar Nakala.

Pipi Ester memerah. Apa-apaan ini, seumur-umur tak pernah dia merasakan salah tingkah. Tapi kali ini? Gara-gara Nakala dia jadi salah tingkah.

"Zen, ikut Bunda beli eskrim yuk," ajak Lia yang membuat Zen mengangguk.

"Saran Bunda, kamu akuin sebelum Ester pulang ke Bandung," bisik Lia dengan tertawa kepada putranya.

Lia menggendong Zen dan pergi dari sana, menyisakan Ester dan Nakala berdua.

"Soal yang dibilang Zen, itu benar," ucap Nakala tiba-tiba.

Ester hanya berdehem untuk menetralkan detak jantungnya.

" Ester, saya suka sama kamu," ucap Nakala tiba-tiba yang membuat detak jantung Ester semakin kuat.

Kosakata Nakala untuk Ester sempat berubah satu minggu lalu. Dari saya-kamu menjadi gue-lo. Tapi dia sulit menyesuaikan kosakatanya. Alhasil, pada akhirnya saya-kamu tetap menjadi kosakata yang mereka gunakan.

"Saya serius soal ini. Tapi saya tidak akan mengajakmu untuk menjalin hubungan yang dinamakan pacaran. Karena prinsip saya, saya tidak akan pernah berpacaran. Saya akan datang untuk nikahin kamu 6 tahun lagi. Di mana umur saya sudah 24 tahun. Dan semoga saja cita-cita saya sudah tercapai. Saya benar-benar serius Ester. Saya akan datang ke rumah kamu 6 tahun lagi, dan saya akan melamar kamu. Masalah kamu terima saya atau tidak, saya siap tanggung resiko."

Ester terdiam mencerna semuanya. Tapi tak ayal dia mengangguk. "Saya tunggu 6 tahun lagi."

Nakala terdiam. Apa ini tandanya lampu hijau?

"Saya tida janji. Tapi saya akan buktikan jika ucapan saya bukan sekedar main-main," ucap Nakala yang diangguki oleh Ester.

"Saya percaya. Saya akan menunggunya," ucapnya.

"Terima kasih."

"Mari berpisah untuk bertemu enam tahun lagi," ucap Ester menatap Nakala dengan tersenyum.

Nakala terkekeh pelan. "Tunggu saya."

"Saya siap menunggu."

Tam jauh dari mereka Lia tersenyum. Dia yakin ucapan putranya memang bukan sekedar main-main sana. Karena dia tau betul dengan putranya itu.

Bersambung....

Separated Twins : ESVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang