duatiga

5.2K 207 2
                                    

24.  rumah Leonardo

Rumah keluarga Leonardo saat ini sedang di situasi yang menegangkan, pasalnya Savior dan Sadewa sedang berdebat sedari tadi.

Ini tentang Isvana. Sadewa tidak mengizinkan Savior membawa Isvana bersamanya.

"Sadewa, Isvana anak kandung kami. Kami mengucapkan banyak terima kasih karena telah merawat dan menyayangi Isvana. Tapi izinkan kami membawa Isvana bersama kami. Kami bukan mau memisahkan. Hany saja kami juga ingin hidup bersama kedua anak kami. Itu impian kami sedari dulu. Tapi karena Frenkyl semua mimpi kamu hancur. Kami harus menitipkan anak kami ke panti asuhan. Dan kini bisakah kami mewujudkan impian kami berdua? Hidup bahagia dengan kedua putri kami." Biola menatap Sadewa dengan harapan yang besar. Ia benar-benar ingin hidup dengan kedua putrinya, bukan salah satu putrinya.

"Semenjak kami mengadopsi Isvana, semenjak itu pula Isvana anak kami, bukan kalian!" timbal Feyna dengan sinis. Tidak akan dia biarkan Isvana ikut dengan Savior dan Biola.

"Bukankah saya pernah mengatakan jika kami lebih berhak atas Isvana, nyonya Leonardo? Tapi karena kalian telah merawat dan menyayangi Isvana sedari kecil, jadi kami menghargai keputusan kalian," ucap Ester dengan tenang. Savior tersenyum mendengar ucapan putrinya.

Sedang Biola merasa tidak terima. "Ester, apa yang kamu katakan."

"Mereka benar, Bunda. Semenjak mereka mengadopsi Isvana , semenjak itu pula Isvana anak mereka. Hargai keputusan mereka, Bund. Isvana bisa datang ke rumah dan pergi ke mana-mana bersama Bunda."

Biola tidak terima dengan semua ini. "Ester, Bunda tidak setuju. Lebih baik tidak tinggal bersama kedua putri Bunda, kalau salah satunya tidak ada!"

Deg..

Sakit. Itu yang dirasakan oleh Ester. Ternyata, Bundanya seperti ini.

Ester kini terdiam. Jika tidak ada Isvana, ternyata dia tidak diinginkan. Jika dia tau seperti ini, lebih baik dia hidup di panti untuk selamanya.

Baru satu hari tinggal bersama, dia sudah merasakan sakit. Apa mungkin dia yang terlalu alay?

Ester mengepalkan tangannya dengan kuat. Tak pernah dia merasa sesakit ini.

Isvana yang sedari tadi hanya diam, merasa bersalah menatap Ester. Dia menatap Ester dengan pandangan yang sulit diartikan.

Sedangkan Savior, dia menyadari perubahan ekspresi putrinya. Dia menatap kecewa Biola.

"Biola," tegur Savior.

"Tidak Savior, aku benar. Jika tidak dengan kedua putriku, maka tidak dengan salah satunya. Lebih baik kita hidup berdua untuk selamanya."

Lagi..

Perasaan sakit menghantam dada Ester. Sesak dia rasakan.

"Jaga bicaramu Biola," tegurnya.

Keadaan semakin tegang. Sadewa dan Feyna masih diam mendengar penuturan Biola. Tak ayal mereka berdua menatap perubahan ekspresi wajah dari Ester.

Ester berdiri. Dia sudah tidak sanggup. Dia ingin menangis. "Saya keluar sebentar," ucapnya yang langsung berjalan dengan cepat menuju pintu.

Savior memandang kepergian putrinya dengan tatapan bersalah. Perkataan Biola itu menyakitkan bagi Ester.

"Keputusan ada di tangan Isvana," ucap Savior mutlak.

Pada akhirnya Sadewa dan Feyna mengangguk.

"Aku akan pikirkan terlebih dahulu," ucap Isvana yang menunduk. Dia masih memikirkan perubahan ekspresi wajah Ester.

"Kami permisi. Isvana, Ayah dan Bunda menunggu keputusanmu."

Savior memegang tangan Biola untuk keluar dari kediaman Leonardo. Sampai di luar, Savior memarahi Biola.

"Kamu sadar dengan ucapannya Biola? Kamu menyakiti hati putri kita Ester!"

"Tapi aku benar. Lebih baik kita hidup berdua tanpa mereka berdua daripada hanya hidup dengan salah satu dari mereka!"

"Biola, pikirkan. Bagaimana sakitnya hati Ester mendengar semua ini? Isvana hidup dengan kasih sayang dari Sadewa dan Feyna. Sedangkan Ester hidup dilingkungan yang sulit. Panti asuhan. Pernahkah kamu berpikir jika perkataanmu membuat hati putri kita hancur? Yang dikatakan Ester benar. Kita memang memiliki hak yang lebih besar terhadap Isvana, tapi karena Sadewa dan Feyna yang telah merawat Isvana, kita harus hargai keputusan mereka."

Biola terdiam. Perkataannya. Ini pasti menyakitkan untuk Ester. Dia salah. Dia terlalu terbawa suasana..

"Aku, aku salah, Savior."

"Kamu sadar itu setelah putri kita pergi. Ke mana dia pergi."

Biola meneteskan air matanya. Dia Ibu yang jahat. Sungguh Ibu yang jahat. Segampang itu dia mengucapkan kata-kata itu tanpa memikirkan perasaan putrinya yang lain.

Saat Biola tengah menangis, Ester datang dari arah kiri mereka. Dia terkejut melihat Biola menangis.

"Loh, kok Bunda nangis? Ayah apain Bunda?" tanyanya dengan menatap tajam Savior.

Savior hanya diam. Dia melihat jelas ekspresi Ester yang mengkhawatirkan Biola.

"Bund, Ester yakin, Isvana bakal milih kalian berdua. Ikatan seorang anak dan orang tuanya itu besar. Isvana pasti akan bersama kalian," ucap Ester yang sudah menarik Biola ke dalam pelukannya.

"Kita, bukan kalian," ralat Savior menatap Ester yang sedang menenangkan Biola.

"Maaf, Ester. Bunda minta maaf," ucap Biola sambil terus terisak.

"Emang Bunda punya salah sama Ester. Nggak ada tuh. Kalian pulang saja dulu, Ester ada urusan sebentar." Ester melepaskan pelukannya terhadap Biola. Dia menyalim tangan Biola setelahnya Savior.

"Ester pulang malam, Yah. Assalamu'alaikum," ucapnya dan langsung berlari menjauh dari sana, keluar gerbang, tanpa menunggu jawaban dari Savior dan Biola.

Biola kembali terisak. "Ini salahku, seharusnya aku tidak mengatakan itu."

Savior hanya terdiam dengan semuanya. Ester butuh menenangkan diri. Dia menuntun Bisa untuk masuk ke dalam mobil.  

Bersambung...

Separated Twins : ESVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang