26. Berseteru
Pulang sekolah tiba. Isvana menarik tangan Ester menuju mobil Savior. Di sana Savior dan Biola sudah menunggu mereka.
Ester sedari tadi terus memberontak melepaskan pergelangan tangannya yang dipegang oleh kedua tangan Isvana.
"Lepasin!" desisnya dingin. Dia benci dipaksa.
"Nggak. Bunda sama Ayah harus liat wajah Lo yang memar-memar kayak gitu." Isvana tetap menarik tangan Ester.
Ester yang sudah kehabisan sabar menghempaskan tangan Isvana.
"Gue bilang, gue nggak suka dipaksa. Lo ngerti?!" Ester berucap dengan nafas yang menggebu-gebu. Suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Dia tidak ingin dipaksa.
"GUE CUMAN KHAWATIR SAMA LO ESTER!" teriak Isvana yang tak habis pikir dengan tingkah Ester.
Ester terdiam. Sedangkan Savior dan Biola yang mendengarnya langsung berjalan mendekat ke arah kedua putri mereka yang bertengkar.
"Lo kayak gini gara-gara tadi pagi ditinggal kan? Alay lo. Baperan!" teriak Isvana yang membuat emosi Ester memuncak.
"Gue, nggak peduli soal tadi pagi. Yang pasti Lo jangan coba-coba paksa gue!" Ester menatap Isvana dengan tajam. benar-benar tajam.
"Nggak peduli, terus yang Lo tulis-tulis di kertas itu apa? Lo iri sama gue? Karena lebih dekat dengan Bunda dan Ayah? Harusnya lo mikir, wajar kalau gue lebih dekat sama Bunda dan Ayah, karena gue baru ketemu sama mereka."
Ester terkekeh. "Mikir? Serius Lo ngomong gitu? Gue mikir? Gue baru ketemu sama Bunda dan Ayah tiga hari lalu, dan Lo 2 hari lalu. Apa yang buat Lo bicara kayak gitu? Kita sama-sama baru ketemu mereka berdua, Isvana Ghitara. Dan Lo lihat bukan, Bunda nggak menginginkan gue kalau Lo nggak ada! Lo beruntung Isvana. Selama ini hidup dengan keluarga yang cukup, walau bukan keluarga kandung. Dan sekarang, lo jadi anak kesayangan Bunda. Harusnya dari awal gue tetap di Bandung. Lo bilang gue alay dan baperan kan? Gue juga ngerasa gitu, nggak usah Lo ingetin. Gue juga nggak mau gue jadi gini."
Isvana terdiam. Dia tak mampu berkata-kata. Suasana sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat pertengkaran mereka.
Biola terdiam kaku, di tempatnya berdiri. Sedangkan Savior langsung menghentikan perseteruan antara Isvana dan Ester.
"Berhenti. Kalian ini jangan bertengkar."
"Antar Ester ke Bandung, Yah," ucap Ester tiba-tiba yang membuat Savior menatap Ester dengan berkaca-kaca. Tidak, dia tidak sanggup jika berpisah dengan Ester.
"Tidak. Ayah sudah pernah bilang bukan kalau sudah masuk ke rumah, jangan harap bisa pergi."
"Tapi di rumah, Ester terus-terusan sakit, Yah. Setiap ingat ucapan Bunda yang nggak menginginkan kehadiran Ester kalau Isvana nggak ada. Ester rasa, Ester tidak diharapkan kehadirannya. Bukankah lebih baik Ester pulang ke Bandung."
Savior menggeleng. "Tidak. Kamu jangan bicara seperti itu, Bunda sama Ayah sayang sama kamu seperti sayang pada Isvana. Kemaien Bunda kamu nggak sadar waktu bicara seperti itu."
"Bunda jelas-jelas sadar. Kalau kayak gini jadinya, lebih baik hari itu Bunda nggak usah jemput Ester dan ngasih harapan yang besar untuk Ester."
Biola sudah menangis tersedu-sedu di pelukan Isvana. Begitupun dengan Isvana. Dia juga menangis mendengar penuturan Ester.
"Ester udah mimpiin gimana kebahagiaan keluarga kita kalau kita hidup bersama. Tapi setelah tau satu fakta itu, mimpi Ester hancur."
Ester berbicara dengan tatapan datarnya. Walau tersirat jelas sorot mata kecewa di nata gadis itu.
Savior memegang bahu Ester dan menarik Ester masuk ke dalam mobil. Begitupun dengan Isvana. Isvana mengajak Biola untuk masuk ke dalam mobil.
Ester duduk di depan. Menatap jendela mobil dengan pandangan yang sulit diartikan. Dia melirik ke arah belakang. Bundanya masih menangis di pelukan Isvana.
Ester merasa menjadi anak yang durhaka. Dia menoleh ke arah belakang.
Isvana menatapnya.
"Maaf," ucapnya sambil menyodorkan sapu tangan ke arah Bundanya.
Setelahnya dia kembali menoleh ke depan. "Maaf, yah," ucapnya lagi sambil menoleh ke arah Ayahnya.
Savior tersenyum. "Bukan salah kamu. Kami yang salah." Savior mengelus pucuk kepala Ester dengan tangan sebelahnya yang fokus menyetir.
Setelahnya Ester kembali terdiam. Hingga suara dering ponselnya membuyarkan lamunannya.
Dia melihat panggilan dari seseorang yang tidak dikenal. Dengan sedikit pertimbangan, Ester mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum, calon istri," ucap seseorang dari seberang sana.
"Nakala?"
"Hmm. Ini saya. Kamu sedang apa?"
"Duduk."
"Saya rasa kamu sedang ada masalah. Mau cerita?"
"Sepertinya tidak."
"Baiklah. Kamu urusi saja dulu masalah kamu. Maaf saya mengganggu. Jika butuh bantuan silahkan telepon saya."
"Hmm."
"Jangan lupa simpan nomer telepon saya dengan nama, calon suami, oke?"
"Tidak."
"Yaudah. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Ester menyimpan ponselnya ke dalam tasnya dan kembali merenung.
"Siapa?" tanya Savior.
"Teman."
Savior hanya ber-oh ria.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Separated Twins : ESVANA
General FictionKembar dengan dua kepribadian yang berbeda. Hidup yang berbeda. Orang tua yang berbeda. Ini tentang dua gadis kembar. Estrella Ghannieze dan Isvana Ghitara. Isvana yang diadopsi dan Estrella yang tinggal di panti asuhan. Terpisah dari kecil membuat...