07. Siomay
Pukul 17.00 Wib. Ester tengah berada di warung siomay yang berada tak jauh dari sekolah. Dia tadi begitu menginginkan siomay, alhasil dia berjalan-jalan santai mencari seseorang yang berjualan siomay.
Saat dia tengah asik-asiknya memakan siomay, suara gesekan motor dan aspal terdengar begitu nyaring. Ester menoleh keluar warung, ke jalan raya.
Dia melihat seorang laki-laki melepas helm nya seraya meringis pelan. Ester hanya terdiam menatap laki-laki itu tanpa ada niatan menolong. Hingga saat di mana dia melihat kepala laki-laki ittu mengeluarkan banyak darah, dia meninggalkan siomay nya dengan uang yang ia letakkan di bawah mangkuk siomaynya.
Dia berlari menuju laki-laki itu. Tanpa aba-aba, dia segera mengangkat motor laki-laki itu dan langsung menaikinya. Membuat laki-laki itu menatap Ester heran.
"Lo, naik. Gue anter ke rumah sakit, itu kepala Lo bocor," cerocos Ester yang keburu panik melihat darah yang terus mengalir dari kepala laki-laki itu.
Melihat tidak ada pergerakan dari laki-laki tersebut, Ester turun dari motor dan langsung menarik tangan si cowok untuk naik ke atas motor.
Setelah berhasil naik, Ester langsung melajukan motornya menuju rumah sakit terdekat. Ya, walaupun dia tidak tau di mana letaknya. Pokoknya mencari saja lah, dia sudah terlanjur khawatir dengan kondisi laki-laki yang duduk di belakangnya itu.
Lama Ester berkeliling tapi tak juga ketemu, hingga tepukan di bahunya membuatnya menghentikan motor dan menoleh ke arah belakang.
"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya laki-laki tersebut sambil memegang kepalanya.
Ester menggeleng. "Nggak tau," jawabnya yang membuat laki-laki itu menghela nafas pasrah..
"Anterin ke rumah gue aja, di depan sana, masuk lorong," ucap lelaki itu yang langsung diangguki oleh Ester.
Tak butuh waktu lama mereka sampai di rumah tingkat berwarna putih dengan gerbang yang menjulang tinggi.
"Pak, bukain gerbangnya," ucap Ester kepada penjaga di sana.
"Neng siapa atuh?"
"Liat belakang," ucap Ester yang membuat penjaga itu terkejut dan segera membukakan gerbang.
Estee memasukkan motor laki-laki itu dan membantunya turun. Ia juga membantu laki-laki itu masuk ke dalam rumah.
Baru menginjakkan satu kaki di dalam rumah besar itu, suara teriakan seseorang membuat Ester terjangkit kaget.
"YA AMPUN NAKALA, KAMU KENAPA INI?" seorang perempuan cantik paruh baya terlihat terkejut.
Ester langsung menjelaskan. Jika sedang di situasi seperti ini, Ester akan berbicara panjang lebar berbeda dari biasanya.
Setelah Nakala dibawa ke kamarnya dan dokter sudah dipanggil. Kini Ester menjelaskan kepada perempuan paruh baya yang merupakan Bunda dari Nakala.
"Tadi, saya lihat dia jatuh di jalan Tante, rencananya mau saya bawa ke rumah sakit tapi saya tidak tau di mana letak rumah sakit. Dia bilang bawa ke rumah saja, jadi saya bawa ke rumah. Katanya ini rumahnya," jelas Ester yang membuat perempuan paruh baya itu tersenyum.
"Makasih ya, sudah menolong putra Tante," ucapnya dengan tersenyum.
"Sama-sama, Tan. Kalau gitu, saya pamit pulang," pamit Ester.
"Kamu diantar sopir," putus wanita paruh baya itu seperti tidak ingin dibantah.
"Saya Lia, dan kamu?"
"Ester."
"Baiklah, Ester, kamu pulang harus diantar oleh supir."
Pada akhirnya Ester pulang dengan sopir yang mengantarkannya. Dia sampai di asrama pukul 17.40 wib. Saat sampai di kamar asrama, ia diomeli oleh Caca.
Kadang, Ester merasa Caca seperti ibunya. Sebab, jika Ester sedang ada masalah, pasti Caca yang akan menghiburnya. Saat Ester kebanyakan kerja, Caca akan mengomel. Ester kurang tidur, Caca akan mengomel. Ester senang mempunyai sahabat seperti Caca. Ada di kala susah dan senang.
Rumah kedua bagi Ester adalah Caca. Sedang rumah pertama baginya adalah panti. Karena di sana dia dibesarkan, di sana dia mendapatkan kasih sayang yang besar. Di sana ia diajarkan tata Krama. Di sana ia diajarkan menjadi gadis yang kuat. Panti, tempat yang kata orang adalah tempat pembuangan anak. Nyatanya tempat itu membuat rasa nyaman yang besar kepada Ester.
Tak jarang, saat masuk sekolah menengah pertama, Ester sering dikata-katai anak buangan. Namun Ester tetap diam. Dia hanya menatap datar orang yang mengejeknya. Dia tak peduli apa kata orang lain. Ini hidupnya, bukan hidup mereka.
Ester bertemu dengan Caca saat kelas 4 SD. Saat itu Caca adalah gadis yang cerewet, tetap sama seperti sekarang. Caca tak henti-hentinya mendekatinya. Pada akhirnya, Ester dapat melihat ketulusan di mata Caca, mereka berteman--sampai sekarang.
"Pokoknya, kalau lo nggak bilang lagi kalau mau pergi, 10 hari gue ngambek sama lo!" ucap Caca menatap tajam ke arah Ester yang masih setia duduk di sofa single itu.
"Lo dengerin gue, nggak?!"
"Iya, Ca," jawab Ester.
"Jangn iya-iya doang. Awas aja lo, unpren kita!" ancam Caca.
Tak ayal, Ester teraneh hangat dengan tingkah laku Caca. Terlihat jelas di mata Caca, bahwa ia mengkhawatirkan Ester.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Separated Twins : ESVANA
Fiction généraleKembar dengan dua kepribadian yang berbeda. Hidup yang berbeda. Orang tua yang berbeda. Ini tentang dua gadis kembar. Estrella Ghannieze dan Isvana Ghitara. Isvana yang diadopsi dan Estrella yang tinggal di panti asuhan. Terpisah dari kecil membuat...