🍫puluh

7.5K 279 3
                                    

'Puluh' berasal dari bahasa Komering. Komering adalah nama desa yang terdapat di pulau Sumatera Selatan. 'Puluh' dapat diartikan dengan angka yang bernilai 10. 'Puluh' merupakan bahasa Komering, yang lebih tepatnya dari desa pengarayan.

*****

Saat ini Ester tengah melakukan makan malam bersama dengan keluarga Nakala. Sejujurnya, dia merasa tidak enak hati di sini. Apalagi ada Ayah dari Nakala dan Zen, Aldan. Sungguh, hatinya merasa tak nyaman.

"Santai saja, Ester," ucap Lia dengan tertawa pelan memperhatikan tingkah Ester yang seperti orang gelisah.

Ester tersenyum canggung. Jujur, dia tidak pernah di situasi seperti saat ini. Biasanya dia akan menjadi orang pendiam dan bicara seadanya saja. Tapi di sini, dia terus-terusan diajak mengobrol oleh Lia dan Zen. Rasanya begitu canggung. Dia sulit menyesuaikan diri. Sungguh dia merasa hari ini bukanlah dirinya, karena selama di rumah Nakala, dia terus-terusan berbicara, apalagi jika sedang bersama Zen.

Tak lama setelah itu mereka selesai makan malam bersama. Saatnya untuk Ester pulang. Dia harus kembali ke asrama. Dia yakin, Caca pasti sudah begitu mengkhawatirkannya.

"Kakak nginap di sini saja. Main sama Zen," rengek Zen. Sedari tadi Zen terus merengek tidak membiarkannya pulang.

"Sayang, Kak Ester harus pulang," bujuk Lia namun tetap saja Zen terus merengek.

Aldan dan Nakala hanya menatap Zen dengan tertawa pelan. Mereka merasa lucu melihat tingkah Zen. Sifat Aldan dan Nakala 11, 12.

"Zen, Kakak harus pulang. Teman Kakak nanti marah kalau Kakak tidak pulang ke asrama. Besok juga Kakak harus sekolah. Jadi Kakak harus pulang. Kapan-kapan kita main lagi," bujuk Ester yang berharap Zen mengizinkannya pulang.

"Besok Kakak ke sini lagi ya, pulang dari sekolah," ucap Zen dengan binar mata yang benar-benar ingin berharap.

Ester menjadi tidak tega melihatnya. Tapi besok tidak bisa, dia ada latihan basket.

"Maaf, tapi Kakak besok nggak bisa. Kakak ada latihan basket. Kapan Kakak punya waktu senggang, baru kita main lagi, gimana? Kakak janji kita bakal main lama-lama." Ester kembali berusaha membujuk Zen.

Hingga akhirnya Zen menganggukkan kepalanya, dia bernapas lega.

"Tapi janji loh, kalau Kakak ada waktu Kakak bakal ke sini lagi," ucap Zen mengangkat jari kelingkingnya.

"Kakak janji," respon Ester yang langsung menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Zen.

Setelah berhasil membujuk Zen, kini Ester diantar oleh Nakala untuk kembali ke asrama.

"Asrama kamu di mana?" tanya Nakala.

"Stephen Internasional School."

Nakala melajukan motornya menuju sekolah Stephen Internasional School.

Sekitar 35 menit, Nakala sudah memarkirkan motornya di dpena gerbang sekolah itu. Ester turun dan mengucapkan terima kaish, lalu langsung masuk ke dalam gerbang sekolah menuju asramanya dengan berlari kecil.

Nakala juga melajukan motornya pergi dari situ.

***

Ester berjalan cepat menuju kamar asramanya dengan Caca. Saat ia akan mengetuk pintu, pintu sudah dibuka duluan oleh Caca. Saat pintu dibuka, Ester melihat wajah Caca yang begitu khawatir.

"Ester, lo ke mana aja sih?" tanya Caca yang langsung menubruk tubuh Ester dengan sebuah pelukan.

Tak terasa, air mata Caca turun dan membasahi baju Ester. Suara tangusan dari Caca mulai terdengar.

Ester jadi merasa bersalah. "Maaf, gue nggak ngasih lo kabar dulu," ucap Ester berusaha menenangkan Caca.

"G-gue khawatir s-sama lo, Ter. Amu nelpon, lo nggak punya handphone. Mau nyari, nyari ke mana. Jangan lagi kayak gini, Ester. Gue nggak mau Lo kenapa-kenapa. Kalau lo hilang atau terjadi sesuatu sama lo, gue nggak punya teman lagi dong. Terus juga, apa yang mau gue bilang sama Bu Nadia," ucap Caca dengan sesegukan. Pelukannya terhadap Estee semakin kuat. Tangisannya juga semakin kencang.

"Maaf, Ca."

"Lo harus ceritain tadi ke mana. Dan besok-besok kalau Lo mau pergi, gue harus ikut pokoknya!" kata Caca yang sudah melepaskan pelukannya terhadap Ester. Dan langsung menarik tangan Ester untuk masuk. Segera ia mengunci pintu dan mengajak Caca untuk duduk di sofa yang ada di kamar asrama itu.

"Ceritain!" ucap Caca dengan tegas serta menatap tajam Ester.

"Tadi gue duduk di warung siomay depan. Terus tiba-tiba Nakala hampirin gue, dia bilang Bundanya mau gue ke rumah dia. Alhasil gue setuju, karena itu keinginan nyokap dia. Sampai rumah, Bundanya Nakala ngajak gue makan malam. Dan itu harus tanpa penolakan. Saat gue mau pulang, Adiknya Nakala nggak ngebolehin gue buat cepat pulang. Dia nyuruh gue buat nginap. Jadi gue harus bujuk dia dulu. Sorry Ca, gue tau lo pasti khawatir, tapi gue nggak bisa ngabarin Lo, Ca. Gue mau minjam hp, tapi nggak tau nomer lo."

"Siapa itu Nakala?"

"Orang yang sempat gue tolong satu bulan lalu."

"Makanya Ter, Lo beli handphone. Gue kan udah sering bilang sama Lo, kalau Lo nggak punya uang, Lo bisa pake uang gue dulu. Tapi Lo tetap nggak mau. Padahal handphone itu penting," kata Caca.

Ester hanya mengangguk saja.

"Setiap gue suruh lo beli handphone, Lo cuman ngangguk doang, ujung-ujungnya lo nggak beli handphone, kan."

"Pokoknya besok gue yang beliin Lo handphone. Nggak peduli Lo setuju atau nggak! Dan pakek duit gue, nggak usah ganti!"

"Gue nggak mau, Ca. Gue nggak mau ngerepotin Lo. Nanti kalau gue sama tim menang basket, baru gue beli handphone," ucap Ester. Memang, hadiah dari pertandingan Basket yang dilaksanakan 2 minggu lagi, jika menang hadiahnya begitu besar. Bayangkan, jika mereka juara satu hadiah uang yang diberikan 20..000.000.00. Terus dibagi dengan anggota tim yang ada.

Hadiahnya nggak main-main. Karena ini tingkat internasional bukan sekedar pertandingan antar sekolah, atau antar kota, kabupaten. Melainkan tingkat internasional.

"Tapi Lo harus janji!" tegas Caca.

Ester mengangguk. "Kalau nggak ada kendala, gue janji!"

"Oke. Sekarang kita tidur."

Bersambung.....

Separated Twins : ESVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang