13. Menginap di rumah Nakala.
Jam telah menunjukkan pukul 23.00 malam. Jujur, Ester tidak tau jalan menuju asramanya. Alhasil dia hanya duduk termenung di sebuah halte yang jaraknya sudah begitu jauh dari rumah Isvana.
Ester sebenarnya tidak sanggup berjauhan dengan Isvana. Tapi sanggup tidak sanggup dia harus sanggup, mungkin ini caranya dia berterima kasih dengan keluarga itu.
Di tengah pikirannya yang terus menerus berputar, suara motor seseorang di dekatnya membuatnya mendongak menatap motor milik siapa itu.
"Nakala?" gumamnya.
"Kenapa malam-malam begini masih di luar?" tanya Nakala menatap khawatir Ester.
"Mau pulang ke asrama, tapi nggak tau jalan," jawab Ester.
Nakala menghela nafas pelan.
"Kamu pulang dengan saya, ke rumah saya. Zen sudah lama ingin bertemu denganmu, tapi kamu tidak pernah datang".
"Maaf, saya sibuk latihan basket," ucap Ester.
"Saya dan Zen melihat kamu di televisi," celetuk Nakala tiba-tiba.
"Tayang di televisi?" tanya Ester.
Nakala mengangguk. "Saya bangga sama kamu. Kamu hebat," puji Nakala mengacak-acak rambut Ester tanpa sadar.
Deg
Ester tertegun mendengar pujian dan tingkah yang Nakala lakukan.
Nakala terkekeh melihat ekspresi wajah Ester. Jujur tadi dia telah dia sadar melakukan itu, tapi setelah melihat ekspresi wajah Ester, dia tidak menyesal melakukannya.
"Ayo naik ke motor, putri basket," ucap Nakala yang membuat Ester tak mampu menahan senyumannya.
Nakala ikut tersenyum. Setelahnya Nakala melajukan motornya pergi dari sana menuju rumahnya.
Tak jauh dari sana, Gavan bernapas lega melihat Ester yang sudah bersama laki-laki itu. Gavan kenal dengan Nakala. Anak sekolah SMA Dianta School. Cabang sekolah dari SMA Stephen Internasional School. Dianta School adalah tempat siswa dan siswi yang nakal. Tapi berbeda dengan Nakala, Nakala memilih sekolah itu hanya karena semua temannya sekolah di sana kecuali Gavan.
Nakala jika dibandingkan dengan Gavan, Nakala jauh lebih pintar dari Gavan. Hanya saja, anak itu salah pilih sekolah. Gavan sering mengatakan jika seharusnya Nakala memasuki sekolah yang bagus sesuai dengan kemampuan yang dia miliki, tapi Nakala menolak, katanya, "Gue mau sama yang lain. Nggak penting sekolah di mana, asal otak tetap berjalan ya gue terserah."
Nakala tipe cowok yang kalem, santai, sedikit kaku, dan pintar. Kosakata yang dia gunakan lebih banyak saya-kamu dibandingkan dengan gue-lo. Nakala lebih suka bahasa formal daripada bahasa gaul.
Nakala sendiri adalah anak dari Aldan Faraga pemilik perusahaan yang tengah naik daun tahun ini. Dan anak dari Lia Faraga, pemilik restoran yang juga tengah naik daun. Nakala adalah anak pertama dengan satu adik laki-laki, Dazen Gifari Faraga.
**
Nakala membuka pintu ruang depan dengan pelan. Dia mempersilakan Ester untuk masuk terlebih dahulu. Baru saja masuk satu langkah, Ester dikejutkan oleh keberadaan Lia sedang menggendong Zen yang menangis dengan kencang.
Tanpa berlama-lama, Ester segera berjalan menghampiri Lia yang sedang berusaha menenangkan Zen.
"Zen, kenapa Tan?" tanya Ester sambil mengelus pelan kepala Zen yang masih berada dalam gendongan Lia.
"Loh, Ester. Dari mana? Jam 11 malam loh ini." Lia terkejut melihat keberadaan Ester yang malam-malam begini.
"Tadi, Nakala nemuin Ester di halte yang jauh dari asramanya. Ester bilang dia nggak tau jalan pulang, jadi ya, Nakala bawa ke sini," jawab Nakala yang membuat Lia mengangguk.
"Kamu antar Ester ke kamar tamu, sana. Malam ini dia nginap aja," ucap Lia yang masih berusaha menenangkan Zen.
"Zen kenapa, Ma?" tanya Nakala memperhatikan Adiknya itu.
"Ini, tadi Mama baru pulang dari restoran, tiba-tiba Zen udah nangis-nangis kayak gini, badannya juga panas. Tadi udah di bawa ke rumah sakit, tapi sampai sekarang nangis terus," jelas Lia.
"Zen biar sama saya, Tan. Tante tidur saja, pasti Tante capek," ucap Ester yang mengambil Zen dari gendongan Lia. Dia yakin Lia pasti lelah sekali. Baru pulang kerja, dan harus mengurus Zen yang sakit.
Lia menyerahkan Zen ke gendongan Ester.
"Mama tidur saja. Biar Nakala sama Ester yang jagain Zen," ucap Nakala dengan nada yang tidak ingin di tolak.
Pada akhirnya Lia mengangguk dan berjalan ke kamar untuk mandi. Bahkan dia belum sempat mandi, karena Zen tidak berhenti-henti untuk menangis.
Setelah kepergian Lia, Ester menepuk-nepuk punggung Zen sambil terus menggendong Zen. Ester mengusap-usap kepala Zen.
"Zen, bobo ya? Biar besok pagi sembuh. Nanti main sama Kakak," ucap Ester yang membuat Zen dalam pelukannya menatapnya dengan air mata yang masih mengalir.
Ester menyuruh Nakala merebus air panas untuk mengompres Zen. Dia sering melakukan ini kepada anak-anak di panti saat mereka sedang sakit. Dan itu mampu menurunkan suhu tubuh anak itu.
Tanpa menjawab, Nakala langsung berjalan ke dapur dan segera merebus air panas. Ester mengikuti Nakala di dapur sambil terus mengelus punggung Zen yang sudah terlelap di gendongannya.
Sekitar 10 menit, Nakala membuka suara. "Ini diapakan?" tanyanya.
"Ambil baskom, terus masukin air panasnya ke dalam baskom. Beri air dingin sedikit. Sedikit saja," jelas Ester yang langsung dilakukan oleh Nakala.
Setelah selesai, Ester langsung membawa Zen ke kamar anak itu, diikuti oleh Nakala yang membawa baskom untuk kompresan Zen, dengan handuk kecil yang sudah ia rendamkan.
Sampai di kamar, Ester menidurkan Zen di ranjang. Dia mengambil baskom yang ada di tangan Nakala. Setelahnya ia langsung mengompres Zen dengan telaten.
Nakala memperhatikan Ester dengan tersenyum.
Saat Ester mengompres Zen, Zen menggeliat pelan. Ester yang menyadari itu mengelus pelan kepala Zen. "Tidur lagi ya, Kakak cuman kompres kamu biar besok badannya udah sehat."
Zen kembali tidur.
Ester selesai mengompres Zen. Dia menoleh ke arah belakang, sofa tempat Nakala berada. Ia melihat Nakala yang sudah tertidur. Dia berjalan pelan ke arah Nakala.
"Nakala," panggilnya.
"Nakala."
Nakala menggeliat pelan. Dia mengerjabkan matanya pelan.
"Hmm?"
"Mending kamu ke kamar kamu saja. Biar saya yang jagain Zen."
Karena sudah kepalang ngantuk. Akhirnya Nakala berdiri dan keluar dari kamar Zen meninggalkan Zen dengan Ester.
Setelah kepergian Nakala. Ester naik ke atas ranjang milik Zen, sambil bersandar. Dia mengelus pelan kepala Zen, hingga tak terasa matanya mulai memberat, dia tertidur dengan tubuh yang masih bersandar di sandaran ranjang.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Separated Twins : ESVANA
Ficción GeneralKembar dengan dua kepribadian yang berbeda. Hidup yang berbeda. Orang tua yang berbeda. Ini tentang dua gadis kembar. Estrella Ghannieze dan Isvana Ghitara. Isvana yang diadopsi dan Estrella yang tinggal di panti asuhan. Terpisah dari kecil membuat...