Dua puluh

936 64 6
                                    




Setelah kejadian yang menurut Jungkook memalukan itu. Ia lebih sering menghindar untuk bertegur sapa dengan Taehyung dan Jihoon. Entah lah, ia yang melihat itu, tapi ia juga yang malu.

Tentang perlakuan Taehyung padanya, ia sudah pasrah. Setidaknya ia masih bisa melihat Taehyung saat ini saja, sudah cukup baginya. Katakanlah iya bodoh, seharusnya ia mampu untuk menuntut keadilan dari suaminya. Namun rasanya enggan. Biarkan saja. Asal Taehyung tak meninggalkannya saja, ia tak apa.

Seberapa hancur dia kalau hal itu terjadi. Taehyung orang pertama dan satu-satunya yang ia cintai. Ia berusaha tetap di samping suaminya, apapun yang terjadi. Walaupun kehadirannya seperti tak ada artinya lagi.

...

Nyatanya, keberuntungan tidak pernah memihak kepada Jungkook. Salah satu dari orang yang ia hindari, kini tengah menyapanya. Tumben sekali pikir Jungkook. Biasannya dia akan bangun kesiangan. Seperti hari-hari yang lalu. Tapi bagaimanpun mereka satu rumah. Mustahil untuk tidak saling bertemu. Ntah itu kapan, namun Jungkook belum siap untuk saat ini.

Setiap melihat mereka, bayangan kegiatan panas di depan matanya kemarin, akan memenuhi pikirannya. Dan seketika rasa sakit menyeruak di relung hatinya. Hingga air mata pun tak dapat di cegahnya.

"Selamat pagi?!" Sapa Jihoon yang menghampiri Jungkook. Bibi Song, ia pergi keluar untuk membeli bahan yang di butuhkan Tuannya.

"Hmm pagii..?!" Jawab Jungkook tanpa mengalihkan matanya untuk melihat Jihoon. Sekali lagi, ia malu untuk sekedar melihat mereka.

Melihat Jungkook yang seperti agak mengabaikannya, Jihoon pun memulai membuka obrolan.

"Membuat apa Kook?!" Tanya Jihoon yang padahal sudah tau apa yang Jungkook buat.

"Sandwich tentunya?!" Ya, dia tetap membuat itu, meskipun seseorang yang ia buatkan tidak pernah memakannya. Tapi ia tetap menyiapkannya, seolah kebiasaan dua tahun lalu susah di hilangkan.

"Oh...?!"

"Kook... Bolehkah aku bertanya?!".

"Ya... Sialahkan Hooni, ingin bertanya apa?!"

"Apa kamu keberatan dengan pernikahanku bersama Taehyung Hyung?!" Tanya Jihoon yang seketika memberhentikan kegiatan Jungkook.

"Kalau aku berkata IYA, apa yang akan kamu lakukan?!" Jawab datar Jungkook.

"A-akuu... Kook dengar, aku sama sekali tidak mengetahui kalau Tae Hyung sudah menikah waktu itu. Kalaupun aku tau, aku tidak akan meneruskan pernikahan ini?!" Bela Jihoon.

"Dan sekarang, kamu sudah mengetahuinya bukan. Lalu kenapa kamu masih tetap di sini?!" Sarkas Jungkook.

"Ya karena statusku sudah berbeda Kook. Aku mengetahui itu saat aku sudah menikah. Dan, dan aku mencintai Tae Hyung?!" Jawab Jihoon.

"Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini Kook. Hanya keluarga Kim dan Tae Hyung yang aku punya. Aku merasa memiliki keluarga utuh lagi di sini. Jadi ku mohon jangan paksa aku untuk meninggalkan Tae Hyung?!"

"Aku tidak memintamu untuk meninggalkan Tae Hyung, Jihoon. Kamu mendapatkan segalanya. Mendapatkan kasih sayang mertua, mendapatkan perhatian Taehyung seutuhnya, yang tak pernah bisa aku dapatkan?!"

"Hanya saja, tolong bujuk Taehyung untuk adil kepadaku. Aku masihlah istrinya, sama sepertimu. Tidak, aku tidak meminta sesuatu lebih, namun bisakah ia melihatku. Kurasa hanya kamu yang ia dengarkan saat ini?!" Pinta memohon Jungkook, ia hanya ingin di mengerti kehadirannya, itu saja.

"I-iyaa... Aku a-akan bicara dengan Tae Hyung nanti?!" Ucap Jihoon, tapi apakah ia bisa, apakah ia sanggup melihat perhatian Taehyung terbagi, sepertinya tidak. Lalu apa yang akan Jihoon lakukan, kita lihat saja.

𝐇𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐡𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang