Chapter 45

5.8K 541 4K
                                    

Kalian ugal-ugalan banget sih baru sehari masa udah tembus targetnya. Biasanya kan lamaa bangettt 😭

Tapi gak papa bikin aku semangat nulis. Dan alhamdulillah nya yang jarang komen dan vote pada ikutan komen + vote, jadi aku tahu nama akun-akun kalian hehe..

Play lagu Rossa - Khanti biar ngefeel 🤧

Untuk chapter selanjutnya target 360 vote + 4000 komentar.

Jangan lupa vote dan komentar di setiap baris kalimat yaa.

Happy Reading🤍

-----------------------------------------------------------

Pada akhirnya, aku mencintainya, tetapi aku memilih menjauhinya.

Shabira Deiren Umzey

🕊🕊🕊

Aku bernapas lega ketika Bunda Ara sudah sadar dari pingsannya. Kini aku sedang berada di kamar beliau bersama Kiara, dan Daffa. Sementara Bang Al dan Elvano sedang berada di ruang keluarga bersama Ayah Arvin. Mereka berdua sedang diinterogasi oleh Ayahnya itu karena bertengkar.

"Shabira," panggil Bunda Ara dengan suara lirih. Kemudian dia mencoba duduk sembari menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.

"Iya Bunda?" Aku pun mendekati Bunda Ara, dan duduk di sampingnya.

Bunda Ara menggenggam kedua tanganku."Bunda mohon sama kamu, jangan pisah sama Al, ya, Sayang?"

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Bunda Ara.

"Kak Sha, Kia juga mohon sama Kakak, jangan pisah sama Bang Al. Tolong beri kesempatan buat Abang Al, Kia yakin Bang Al pasti punya alasan kenapa dia bisa ngelakuin hal itu sama Kakak," ucap Kiara menghampiriku.

"Bunda minta maaf atas kelakuan Al yang sudah menyakiti hati kamu... tolong beri kesempatan buat Alvaro... Bunda nggak mau kalian berpisah... Bunda sayang sama kalian...." Bunda Ara berkata dengan air mata yang menetes.

Lagi-lagi aku hanya terdiam. Aku benar-benar bingung sekaligus dilema saat ini.

"Semuanya salah Bunda... dulu Al sempat menolak perjodohannya dengan kamu, tetapi Bunda terus membujuknya. Mungkin kalau Bunda nggak terus membujuk Alvaro buat menikah sama kamu, pasti nggak bakalan kayak gini," ucap Bunda Ara sembari menangis.

Aku menggelengkan kepala, kemudian menghapus air mata Bunda Ara sembari tersenyum."Enggak Bunda, bukan salah Bunda... ini semua salah aku dan Bang Al. Terlebih aku nggak mau terus-menerus sakit hati karena Bang Al yang masih mencintai masa lalunya."

"Masa lalunya? siapa?" tanya Bunda Ara bingung. Sepertinya beliau belum tahu soal Nabila.

"Emm... soal itu, Bunda nanti bisa tanya sama Bang Al. Sha nggak mau lagi bahas dia sama masa lalunya, Sha sudah terlanjur kecewa sama mereka." Aku berkata sembari tersenyum tipis.

"Shabira, Bunda yakin Alvaro sudah tidak mencintai masa lalunya. Tolong beri Al kesempatan... jangan sampai pisah... Bunda mohon...." Bunda Ara berkata sembari menggenggam kedua tanganku.

"Bunda, soal perceraian Sha nggak tahu kedepannya kayak gimana. Kalau Bang Al setuju menandatangani surat perceraian itu, Sha akan menerimanya dengan ikhlas. Mungkin kita sudah ditakdirkan tidak bersama," balas ku diakhiri senyuman tipis. "Namun, untuk saat ini, Sha ingin menenangkan pikiran dan menjauh dari Bang Al. Jadi Sha harap Bunda mengerti dengan keputusan Sha."

"Menjauhnya cuma sementara, kan, Kak?" tanya Kiara.

Aku tersenyum tipis."Lama atau enggaknya, Sha harap semoga kalian bisa mengerti."

Pelabuhan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang