Chapter 62

3.3K 367 1K
                                    

Mohon maaf aku publish ulang. Ada perubahan. Jadi yang udah baca, silakan baca ulang🙏

Sedikit informasi mungkin di Bab ngidam ini kesannya Shabira lebay, aku memang belum pernah mengalami hamil, tapi soal pembahasan ngidam ini aku riset dan tanya yang sudah hamil. Dan memang mood Ibu hamil itu berubah-ubah.

Bahkan setelah aku riset ada beberapa Ibu hamil yang hamilnya lebih parah dari Shabira di real life, pengen naik gunung, ada yang gak mau tidur sekamar sama suaminya dan hamil aneh-aneh.

Kalau Shabira kesannya istri gak pengertian, kalian tenang saja bakalan ada part yang mana Shabira sadar karena udah bikin ngerepotin Al. Jadi sekarang mohon ikutin alur yang aku buat saja ya, makasih🙏

Oh ya buat silent reader. Minimal kalau males komen, vote aja gak papa.

Aku ucapkan makasih banyak buat yang selalu vote dan komen. Aku hapal banget akun-akunnya siapa, karena mereka sering komen dan vote. Semoga rezeki kalian dilancarkan sama Allah ya, Aamiin 🤍

Next chapter 300 vote + 1000 komentar.

Bakalan update, kalau dua-duanya tembus.

Happy Reading🤍

----------------------------------------------------------

Jangan menikah karena jatuh cinta, tapi menikah lah karena kamu yakin bahwa surga akan lebih dekat ketika kamu bersamanya.

Habib Umar bin Hafidz

🕊🕊🕊

Aku terbangun kala mendengar suara petir. Kemudian melirik jam dinding kamar menunjukkan pukul 01.00 dini hari, dan melihat ke arah jendela kamar, ternyata sedang hujan deras. Lalu aku duduk sembari mengelus perutku yang kini semakin membuncit. Usia kehamilanku saat ini sudah menginjak lima bulan.

Tiba-tiba aku merasa perutku lapar, dan ingin sekali memakan sate kambing. Sudah lama aku tidak memakannya. Kemudian aku menoleh ke arah Bang Al, suamiku masih tertidur. Lantas aku segera membangunkannya.

"Sayang," panggilku sembari menepuk-nepuk pipinya pelan.

Aku sangat berharap Bang Al segera bangun, dan membelikan sate kambing untukku. Pasalnya aku benar-benar lapar dan menginginkannya, sepertinya aku kembali ngidam.

"Sayang, Sha lapar, heuu...." Aku pun merengek sembari mengguncangkan tubuh Bang Al yang masih tertidur.

Bang Al masih tidur, membuatku semakin kesal.

"Bang Al, bangun! Sha ngidam!" Aku pun berucap dengan suara meninggi dan kembali mengguncangkan tubuhnya.

Mendengar kata ngidam, Bang Al terperanjat kaget, dan langsung bangun. Dia duduk berhadapan denganku, bahkan matanya masih memerah. Sepertinya dia belum tidur terlalu lama, entah jam berapa tidurnya, aku tidak tahu karena sudah tidur duluan disaat dia sedang sibuk di ruang kerjanya.

"Kamu ngidam apa Sayang, hm?" tanya Bang Al setelah menguap. Sepertinya dia masih ngantuk.

"Abang, Sha mau sate kambing," balasku.

Bang Al melihat ke arah jam dinding dan jendela kamar. Kemudian dia kembali menatapku."Sayang, lagi hujan. Gimana kalau besok malam aja? sekarang takutnya pada tutup yang jual sate nya."

"Nggak mau! Sha mau sekarang! Heuu...." Aku pun kembali merengek.

"Kalau nggak ada yang jual gimana?" tanya Bang Al.

Mendengar pertanyaan seperti itu, membuatku semakin merengek dan menangis.

"Sayang, hei udah jangan nangis, nanti aku belikan, ya?" ucap Bang Al sembari menghapus air mataku.

Pelabuhan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang