Shalom🤍
Next ga?
Ya, next lah, masa enggak? 🧟♂️🧟♀️***
"Aku sangat malu, tapi yang lebih aku khawatirkan sekarang adalah, jangan sampai Vasha mengalami hal yang udah terjadi dahulu!" kalimat pertama Septian setelah Nasya memasuki kamar mereka. Seketika itu juga seperti ada sambaran petir pada hati Nasya.
Bulir-bulir bening membasahi pelupuk mata Nasya. Jika mengingat itu, hatinya akan kembali merasakan sakit yang sudah terkubur bertahun-tahun lamanya.
Rasa sakit itu tidak pernah berubah, hingga kini. Dan hari ini, suaminya itu mengingatkannya lagi. Masa-masa kelam dan masa terpuruk yang paling Nasya sesali.
"Tolong jangan bahas tentang hal itu lagi. Aku mohon, Vasha gak akan pernah seperti itu." pinta Nasya, ibu tiga anak itu masih setia berdiri menghadap Septian yang duduk diatas tempat tidur.
"Tolong jangan dibahas?? Jadi, setelah semuanya terjadi, lalu dibahas?? Apa harus terjadi kesalahan yang fatal dulu, lalu dibahas??" respon Septian geram
"Aku hanya gak mau anak itu merasakan hal terburuk dahulu yang telah terjadi! Memangnya salah? Aku ini ayahnya! Aku gak mau putri ku masuk ke jurang yang sama lagi!" sentak Septian
Tangisan Nasya pecah ketika mendengar penuturan Septian. Nasya tau, Septian sangat menyayangi anak-anak mereka. Wajar jika seorang ayah sangat memperhatikan setiap anak-anaknya. Ayah yang baik adalah ayah yang selalu ingin melindungi anaknya dari berbagai kejahatan yang ada.
"Aku mau ketemu dengan pak Baskara." ujar Septian setelah beberapa saat keheningan melanda ruang tidur suami-istri tersebut.
Tatapan Nasya sontak naik, mengarah pada Septian. Kedua alisnya berkerut, mengapa Septian tiba-tiba ingin bertemu dengan atasannya itu dalam keadaan mereka masih bermasalah begini?
"Maksud kamu??" tanya Nasya bingung.
"Aku sudah memutuskan, Vasha akan bergabung bersama mereka." ungkap Septian.
"Berga-gabung?? Apalagi maksud kamu, mas?" tanya Nasya sambil mengusap air matanya.
Septian berdiri dari duduknya lalu berjalan mendekati jendela kamar tersebut. Laki-laki itu menatap keluar.
"Kamu ingat? Janji mereka dahulu??" tanya Septian, tetapi lebih mengingatkan.
"Janji?" beo Nasya. Sesaat setelahnya, kilasan percakapan mereka dahulu kembali berputar di ingatannya seakan kaset lama yang dipasang kembali.
Nasya terkekeh pahit.
"Nggak mas. Gak bisa. Aku gak setuju. Aku gak setuju." tegas Nasya.
"Aku bukannya tidak bisa memaafkan kesalahan Vasha. Bahkan sebelum Vasha meminta maaf aku sudah lebih dulu memaafkannya. Tolong kamu mengerti, demi kebaikan anak itu." tukas Septian.
"Gak!! Pasti ada cara lain! Kamu jangan aneh-aneh ya mas! Aku gak bisa terima keputusan gila ini! Kamu terlalu berlebihan!" tolak Nasya murka.
"Apa yang bisa kamu jamin untuk kedepannya Nasya?! Sekali lagi aku tanya! Memangnya kejadian dulu berbeda jauh dengan Vasha?!" bentak Septian. Tampaknya pria paruh baya itu kehilangan kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORTAL
Teen Fiction"Lo jangan pernah berharap sedikit pun sama pernikahan gila ini. Karena cinta dan masa depan gue hanya untuk satu perempuan, dan bukan lo." Gadis itu mengangguk pelan. Sekarang, ia mulai mengerti. Masalah baru yang datang di dalam hidupnya, lagi. M...