Hellowwww🗿🗿🗿
Pa kabar?
Next??? 🧟♂️🧟♀️***
"Jangan kasih tau masalah ini ke yang lainnya." ucapnya pada Damian
Remaja yang merupakan satu-satunya putra keluarga Prawida itu merebahkan dirinya diatas kasur tempat tidurnya. Sebelah tangan kanannya ia letakkan diatas kepala menutupi sebagian wajahnya.
Hari ini ialah hari terburuk yang pernah ada. Setelah tadi ia pulang dari rumah Damian dan sampai dirumahnya, dirinya tak melihat adanya kehadiran Baskara dan Dania. Maka dari itu, Althan memutuskan untuk naik ke kamarnya dan memilih untuk beristirahat, walau hanya untuk memejamkan mata saja sangat sulit untuk ia lakukan. Jika menutup mata ia akan teringat dengan setiap perkataan-perkataan dan juga, ancaman Dania padanya. Otaknya tak bisa diajak bekerja sama untuk tidak riuh.
"Gue harus gimana?"
Pertanyaan sialan itulah yang masih berkeliaran di pikiran Althan.
Tenggorokannya terasa tercekat dan kering. Kemudian laki-laki itu beringsut duduk di atas kasurnya dan memutuskan untuk berjalan mengambil air minum ke lantai bawah rumah itu.
Melangkah pelan dan mulai menuruni anak-anak tangga rumah besar milik pasutri yang adalah orang tuanya. Tak sengaja kedua mata Althan melihat kehadiran Baskara dan Dania tepat di ruang keluarga. Padahal baru setengah jam yang lalu Althan sampai di rumah itu lagi dan tidak melihat keduanya, namun, lihatlah keduanya sekarang sedang duduk bersama dan, terlihat seperti membicarakan sesuatu mungkin.
Dengan cuek Althan memilih untuk berjalan saja seolah tidak menghiraukan kehadiran keduanya disana. Jika ingin berjalan menuju dapur kediaman Prawida itu, maka harus melewati ruang keluarga nya terlebih dahulu. Begitu lah kondisi Althan sekarang. Laki-laki itu tampak tidak memperdulikan tatapan mata yang lekat yang ditujukan padanya.
Namun, langkah tegasnya terhenti ketika mendengar suatu pernyataan.
"Pernikahan kamu akan dilaksanakan minggu depan, tepatnya hari kamis." lontar seseorang.
Mendengar kalimat itu, kedua tangan Althan mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Setengah mati ia tahan dirinya yang ingin melawan seseorang tersebut.
Tetapi, apakah seseorang itu telah kehilangan kewarasannya? Apa katanya? Minggu depan?"Kamu harus setuju. Gak ada kata penolakan, ini sudah keinginan dan keputusan saya dan papi kamu." imbuh seseorang itu lagi, Dania. Wanita itu tampak masih marah, ditandai dengan kalimatnya yang menggunakan kata 'saya' sebagai embel-embel yang mengacu pada dirinya sendiri.
"Semua perlengkapan dan keperluan kamu dan pengantin perempuannya sudah beres. Tinggal menunggu waktunya tiba aja." lanjut Dania lagi.
"Aku belum siap untuk menikah. Tolong ngertiin aku." ucap Althan sedikit memelas. Berharap bahwa maminya itu mau mengerti keadaan dirinya sekarang.
"Saya dan papi kamu tau mana yang terbaik. Kamu hanya perlu mengikuti." sahut Dania tenang.
"Tolong beri aku waktu." ujar Althan mencoba untuk tetap bersabar.
"Waktu seminggu udah cukup. Gak ada yang perlu dilama-lamain lagi." jawab Dania seolah tak acuh dengan keinginan putranya itu.
Mendengar jawaban-jawaban yang semakin menyalakan amarahnya, Althan lantas berbalik arah tidak jadi berjalan menuju dapur melainkan kembali menaiki lantai kedua menuju kamarnya lagi. Ia tidak ingin lepas kontrol seperti tadi saat dirinya membentak Dania. Walaupun nyatanya otak dan hati nya menolak kuat perjodohan gila mereka. Namun ia mencoba untuk menahan diri pada saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORTAL
Teen Fiction"Lo jangan pernah berharap sedikit pun sama pernikahan gila ini. Karena cinta dan masa depan gue hanya untuk satu perempuan, dan bukan lo." Gadis itu mengangguk pelan. Sekarang, ia mulai mengerti. Masalah baru yang datang di dalam hidupnya, lagi. M...