Shalom 🤍
How are you everyone?
Next???🧟♀️🧟♂️
***
"Kamu baik-baik ya Sha.. jangan telat makan, jangan kelamaan begadang karna ngerjain tugas, jangan lupa sarapan, kamu boleh main ke rumah kapan pun kalau kamu mau. Bunda, ayah, Shea, dan Sheril selalu ada buat kamu. Bunda sayang kamu Sha.." ucap Nasya tersenyum dengan air mata yang telah meluncur di pipinya.
Melihat itu Vasha juga menangis. Gadis itu sungguh tidak menyangka bahwa hari ini ia harus meninggalkan rumah dimana ia dibesarkan sejak kecil, melewati banyak hal-hal buruk dan baik, melewati masa kecilnya hingga ia tumbuh menjadi remaja.
Ia pasti akan merindukan Nasya, Septian, Shea dan Sheila juga rumah mereka.
Vasha menghembuskan nafasnya berat. Gadis itu sudah sangat lelah dalam menangis. Semenjak hari dimana beasiswa nya dicabut dan Septian memberitahukan dirinya akan dijodohkan ia selalu menangis, ketika ia melamun pun terkadang air matanya turun begitu saja.
Gadis itu tidak mau mengeluh, dalam hati ia berusaha untuk selalu bersyukur atas apapun yang terjadi di dalam hidupnya. Ia percaya setiap hal yang terjadi bukanlah suatu kesialan melainkan berkat Tuhan. Walau sesungguhnya Vasha juga masih tidak bisa menerima hal-hal besar yang secara tiba-tiba terjadi di dalam hidupnya.
Gadis itu mengangguk cepat sehingga mengakibatkan air matanya jatuh dengan deras.
Vasha memeluk Nasya dengan erat. Dirinya pasti akan sangat merindukan wanita itu, walau mereka masih berdekatan, tidak memiliki jarak yang terlalu jauh. Namun, gadis itu pasti akan sangat merindukan bundanya.
Setelah menguraikan pelukan mereka, kedua ibu jari Nasya bergerak menyeka air mata yang membasahi kedua pipi putih Vasha dengan lembut. Wanita itu dapat menangkap kesedihan yang dalam pada sorot mata Vasha. Gadis itu tersenyum, namun matanya seolah mengatakan bahwa ia belum siap untuk berpisah dengan mereka.
Setelah selesai dengan Nasya, Vasha melanjutkan perpisahan nya dengan Septian, Shea dan Sheril. Septian mencium kening gadis itu untuk yang terakhir kalinya, sebelum Vasha akan meninggalkan mereka dan tidak akan tinggal bersama mereka lagi.
Kemudian Shea, gadis itu hanya memeluk Vasha tanpa ada raut sedih di wajahnya. Vasha hanya memakluminya, ternyata adiknya itu masih tidak menyukainya walau hari ini adalah hari terakhir dimana ia tidak akan lagi bersama mereka dibawah atap yang sama. Tetapi dalam hati Vasha masih bersyukur, walaupun demikian Shea masih mau memeluknya atau mungkin itu hanya sekedar saja. Mengingat anggota keluarga Prawida yang sedang memandangi dan menunggu mereka untuk berpisah. Akan terlihat tidak baik jika adiknya itu tidak mau memeluk Vasha.
Mata Vasha beralih kepada Sheril. Gadis berkacamata dengan gagang hitam itu menangis sesenggukan dengan tangan menutup mulutnya, sepertinya gadis itu sedang berusaha untuk menahan tangisan nya.
Vasha dengan segera menghapus air mata yang turun dari mata Sheril dengan lembut.
"Jangan nangis terus, Ril. Kakak masih deket sama kamu kok.. gak bakalan pergi jauh.." ucap Vasha menenangkan adiknya itu.
Bukannya berhenti, Sheril semakin menangis. Gadis itu memeluk Vasha dengan erat tanpa aba-aba. Vasha yang dipeluk pun juga membalas pelukan Sheril. Vasha mengusap punggung Sheril dengan lembut. Seharusnya Sheril lah yang menenangkan kakaknya, tetapi malah Vasha lah yang harus menenangkan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORTAL
Teen Fiction"Lo jangan pernah berharap sedikit pun sama pernikahan gila ini. Karena cinta dan masa depan gue hanya untuk satu perempuan, dan bukan lo." Gadis itu mengangguk pelan. Sekarang, ia mulai mengerti. Masalah baru yang datang di dalam hidupnya, lagi. M...