PART 21

537 63 12
                                    

Lidahmu jangan kau gunakan untuk menilai kesalahan orang lain, karena orang lain pun punya lidah dan kau juga pasti punya kesalahan.
~

.
.
.
.

Suasana pagi hari ini ntah kenapa terasa lebih dingin, Vatar yang biasa memakai kaos tipis pun kini mengenakan double jaket. Setelah malam ada beberapa drama yang cukup menegangkan, kini Alhamdulillah sudah membaik. Ibunya juga sudah bisa tertidur setelah melaksanakan sholat malam juga sahur seadanya, bukan karena apa memang belum doyan makan kalau si bungsu belum membuka mata nya.

Dokter yang menangani sudah bilang kalau Nawa saat ini tengah tertidur terpengaruh oleh obat. Saturasi oksigen yang menurun, demam yang ntah tiba tiba hampir menyentuh angka 40° padahal tadinya belum separah ini.

Ayudia juga dilarang masuk ruang UGD oleh Dokter Indira, beliau tahu pasti kalau dokter Ayudia hanya cekatan jika menyelamatkan orang lain. Namun kalau menyangkut keluarga nya sendiri terlebih anaknya entah kenapa tangan yang selalu sat set cekatan itu bisa se-kaku itu menyentuh tubuh pasien.

Vatar termenung di kasurnya sendiri, btw ruang inap Nawa tadi malam ditambah beberapa kasur guna istirahat keluarga atas permintaan Ayudia. Ia melihat ke arah adiknya yang tertidur nyenyak sekali seolah tidak terjadi apa apa, ia berjalan mendekati ranjang Nawa. Vatar usap pipi adiknya yang sudah agak gembul, perlahan lahan ia juga mengusap rambut Nawa. Terasa dingin namun tidak sedingin sebelum ini. Wajah yang selalu ceria dan kadang juga menyebalkan itu terlihat pucat sekali dibalik masker oksigen. Udara timbul tenggelam seirama dengan nafas Nawa, ia bersyukur sekali adiknya ini tidak harus menginap terlebih dahulu di ICU seperti yang sudah sudah. Apapun itu, Vatar selalu berusaha untuk bersyukur.

"Bang.. kamu ga tidur,?"

"Kebangun bun, lagian bentar lagi subuh juga." Jawab Vatar ia berdiri dari duduk nya, agar sang ibu bisa duduk di kursi nya.

Ayudia lalu duduk di kursi yang sebelumnya di duduki Vatar. Ia juga melakukan hal yang sama, mengecup pipi Nawa dengan perlahan dan tak terasa air mata meluncur begitu saja.

"Bang, ibu tuh sayang banget sama anak anak ibu. Ibu ga pernah dan ga akan bisa kalau salah satu anak ibu sakit gini. Ngrasa gagal .. seakan profesi ibu ga ada guna nya kalau gini .. hiks- "

Vatar mengelus pundak ibunya yang kini tampak rapuh, "husstt .. ga baik bicara kaya gitu bun, biar bagaimanapun ibu adalah ibu yang paling keren. Ibunya Vatar sama Nawa ini paling keren.. jangan kaya gitu ya, nanti adek sedih kalau ibu gini."

"Makasih ya bang.. Abang juga yang paling keren. Maafin ibu ya kalau belum bisa jadi ibu yang baik, maaf kalau Abang ngerasa diduakan atau gimana. Maaf ya bang, tegur ibu kalau ibu berlebihan.. ibu juga baru pertama kali jadi ibu,"

"Pasti Bu.."

Terdengar suara azan subuh berkumandang dari mushola rumah sakit, yang letaknya tak jauh dari ruang rawat Nawa.

"Euurgghhh.. udah pada bangun kok ga ngebangunin Ayah sih." Ucap Aditya masih dengan wajah bantal dan iler yang sudah mengering di pinggir bibir nya. Orang lain yang ngelihat sudah pasti jijik, namun ibu Ayudia ini yang sudah bucin kadang malah makin cinta. Ehe:v

Ayudia berdiri dan berjalan ke suaminya, "kebangun yah, ayok sholat subuh. Abang juga, biar mbak Eka yang jaga."

Mendengar itu Eka yang tengah menata pakaian di lemari pojok menoleh dan tersenyum. Ia tadi juga ikut sahur bareng juga kok.

NAWASHAKA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang