07. KACAU

239 36 41
                                    

Content Warning // Hard Word

~✨~

Pagi itu, suasana meja makan tak seperti biasa. Kali ini, suasana benar-benar diselimuti oleh ketegangan. Sean yang biasanya selalu tersenyum dan menatap adik-adiknya dengan hangat, kini mengeluarkan ekspresi datar dengan sorot mata tajam.

"Beneran nggak ada yang tahu kemana Reza sama Yasha?" tanya Sean yang mampu membuat tiga orang yang ada di sana meremang karena kakaknya itu sudah mengeluarkan suara rendahnya.

Baik Dean, Rey, maupun Saku menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mereka bertiga hanya bisa menunduk, tak berani menatap Sean sedikitpun.

Sean menghela napasnya panjang, padahal kemarin malam ia sudah berjanji kepada Saku bahwa ia tidak akan marah. Tapi emosinya benar-benar tak terkontrol saat Reza dan Yasha tak menampakkan wajah mereka di meja makan. Bahkan mereka berdua tak ada di kamar saat Sean periksa, padahal hari masih terlalu pagi.

Setahu Sean, mereka pagi ini tak mempunyai jadwal apapun, kecuali Rey dan Saku yang akan melaksanakan praktikum. Maka dari itu, Sean berencana berbicara secara baik-baik dengan Reza dan Yasha. Namun, dua orang itu justru pergi tanpa pamit. Ponsel mereka pun dimatikan.

"Yaudah, kalian sarapan dulu," pintah Sean yang segera dituruti oleh mereka bertiga. Sean sendiri langsung ke kamar dan memgambil tas juga kunci motornya.

"Bang Sean mau kemana?" tanya Dean memberanikan diri saat Sean melewati meja makan.

"Kerja," jawab Sean singkat tanpa menoleh.

"Loh, bang Sean kerja lagi? Di minimarket bang Deri?" Rey ikut bertanya, matanya melebar karena terkejut. Padahal Sean bilang, ia tidak akan bekerja lagi di minimarket, karena ia sudah menjadi guru les adik Sena.

"Hem." Sean hanya menjawabnya dengan gumaman kecil, ia langsung berlalu begitu saja keluar dari kos. Tak lama suara motor terdengar dan lama kelamaan suara motor itu semakin menjauh sampai tak terdengar lagi.

Saat itu juga, semua yang ada di meja makan bisa bernapas lega sejenak.

"Anj*ng! Bang Reja sama Bang Yasha kemana sih?!"

"Sa, mulutmu!" tegur Dean saat mendengar umpatan kasar dari Saku.

Saku tak peduli, ia memilih sibuk dengan ponselnya. Menelpon Reza dan Yasha secara bergantian, tapi percuma, ponsel mereka tidak aktif.

"Apa yang Bang Reja sama Bang Yasha lakuin? Kok Bang Sean sampai semarah itu? Sumpah, merinding sebadan gue!" ucap Rey, mengusap kedua lengannya.

"Padahal kemarin malam gue udah ngomong baik-baik sama bang Sean biar nggak marah. Eh, mereka berdua malah bikin masalah lagi!" gerutu Saku, meletakkan ponselnya dengan kasar di meja makan.

Dean dan Rey mengernyit bingung, mereka berdua tak tahu apapun. "Maksud lo apa, Sa? Lo tahu sesuatu?" tanya Dean.

Saku menganggukkan kepala, ia menghela napasnya panjang. "Bang Yasha sih nggak tahu masalahnya apa, tapi ngerti sendiri kan kemari selesai bicara sama bang Sean, tuh orang langsung mode senggol bacok?" Ucapan Saku itu langsung ditanggapi oleh anggukan Dean dan Rey.

"Kalau bang Reja ..." Saku mengatupkan bibir, sebenarnya ragu untuk menceritakan. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya. "Gue nemuin rokok di tas bang Reja."

"Hah?!" kaget Dean dan Rey.

"Bukan punya bang Reja kok!" ralat Saku cepat. "Eh, tapi gatau juga sih. Tapi bang Reja bilang punya temennya."

"Bang Reja udah bilang gitu kok lo masih ngomong sama bang Sean?!" protes Rey.

"Ya kan gue nggak mau bang Reja kenapa-napa!" ucap Saku membela diri.

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang