Pagi telah menjemput, tapi suasana di Wish's Home masih terasa sangat lenggang seperti tidak berpenghuni. Di dalam salah satu kamar, pemuda itu menggosok lengannya yang terasa dingin, ia sedikit terusik akibat hawa dingin itu, membuat matanya perlahan terbuka.
Sean, pemuda itu kini merabah sekitarnya, mencari selimut yang berniat ia gunakan untuk menghalau suhu dingin yang menembus sampai ke tulangnya. Namun, sesuatu yang terasa aneh membuatnya mengucek mata, memastikan bahwa apa yang ia lihat itu benar adanya.
"Kak Jean kemana?" gumamnya yang kemudian ia menguap lebar. Ia jadi mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam.
Kemarin, Jean, Langit dan Revan memutuskan untuk menginap di kos mereka. Setelah makan malam, mereka terlibat obrolan seru sampai-sampai lupa waktu dan berujung memutuskan tidur saat jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.
Sean ingat bahwa terakhir, Jean dan Langit berdebat mengenai tempat tidur. Awalnya Sean menyuruh Jean dan Langit agar tidur di kamarnya, sedangkan ia akan menumpang di kamar Reza, Yasha, atau Saku, karena di kamar Rey sudah ada Revan tentunya.
Namun, Jean menolaknya dengan keras. Jean ingin tidur bersama Sean dan menyuruh Langit yang tidur bersama yang lain. Tentu saja Langit tidak mau, ia bukan tipe yang bisa tidur bersama orang yang tidak kenal dekat dengannya. Sean setuju, karena Sean pikir juga pasti kalau Langit tidur dengan yang lain, yang ada akan canggung.
Tapi lagi-lagi, Jean tidak peduli. "Gue ke sini cuma mau tidur sama Sean ya! Ngapain tidur sama lo? Dih!" ucap Jean tak ingin diganggu gugat.
Sean sendiri sudah pusing dibuatnya. Kakak-kakaknya ini sudah tua masih saja tingkahnya seperti anak TK. "Heran banget, nih orang-orang sekitar gue nggak ada yang bener apa ya?" gumam Sean frustasi, pasrah saja saat Jean menarikkan dan menjadikannya sebagai bantal guling.
Langit sendiri memutuskan untuk tidur di lantai kamar Sean dengan beralaskan karpet yang ia temukan di bawah ranjang Sean. Bodoamatlah, ia mengantuk.
"Kak Langit, itu ada selimut di lemari gue, ambil aja. Takut masuk angin entar," ucap Sean yang diangguki oleh Langit.
"Se, diem! Gue mau tidur!" Ini Jean yang bergumam, ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Sean, membuat Sean jadi terkekeh kecil.
"Kak, gue udah gede, btw!" cicit Sean yang sudah pasrah berada di dekapan Jean.
"Bodoamat, gue udah lama pengen punya adek. Sekalinya dapet dah gede aja. Tapi gue menolak fakta, lo tetep jadi adek kecil gue! Nggak usah protes!" lirih Jean yang sudah memejamkan mata, siap memasuki alam mimpi.
Hati Sean menghangat, senyumannya mengembang sempurna. Tanpa membalas apapun, ia memutuskan untuk ikut memejamkan mata. Sepertinya malam ini ia akan tidur dengan sangat nyenyak.
Dan benar saja, saking nyenyaknya kini bangun-bangun ia sudah tak mendapati Jean yang tadi tidur di sampingnya.
Sean mengerjab, mengubah posisinya menjadi duduk dengan mata setengah terpejam. "Kak Jean kemana? Udah pulang?" gumamnya sendiri.
Ia merangkak ke tepi ranjang—masih sangat malas untuk bangun—melihat ke bawah, tapi Langit pun tak ada di tempatnya. "Beneran udah pulang? Kok nggak bangunin gue?"
Sean merenggangkan badan, tangannya ia gunakan untuk menggaruk lengannya yang gatal. Pemuda berwajah bantal khas orang bangun tidur itu mengedarkan pandangannya. Ia menyipitkan mata saat mendapati Elena yang tengah nongkrong di atas lemari dengan wajah berseri.
"Seneng amat kayaknya, El. Abis ngapain?" tanyanya heran.
Sosok anak kecil itu terkekeh-kekeh sendiri, kemudian menggelengkan kepalanya. "El ggak ngapa-ngapain kok, hihihi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...