Jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Sean sudah dipindahkan ke ruang rawat dengan Yasha yang berjalan mondar-mandir di ruang rawat Sean. Mata Yasha terus memeriksan jam di ponselnya.
Sudah dua jam semenjak Reza pamit kembali ke kos, tapi anak itu belum juga kembali, membuat Yasha mulai khawatir.
"Kemana sih tuh anak?!" geramnya. Ia yang sudah tak sabaran langsung memutuskan untuk menelepon Reza. Tak sampai sedetik, Reza sudah mengangkat panggilannya.
"Halo! Lo di mana, Sat?!" Tanpa basa-basi, ia langsung mengumpat.
"Woy woy, santuy! Kenapa? Kangen lo telpon-telpon gue?" terdengar kekehan di seberang sana, membuat Yasha mendengus kesal.
"Ya sadar diri, Anjir! Udah dua jam nggak balik-balik. Kos sampai sini cuma lima belas menit, btw. Lo mampir Hongkong dulu kah?" omelnya. "Lo nggak kenapa-napa kan di jalan?" tanyanya kemudian, agak waspada mengingat apa yang terjadi kepada Sean.
Reza tertawa. "Nggak usah ngomel. Gue tau lo khawatir, tenang aja, aman. Gue lagi di kantor polisi ini."
"Ngapain di kantor polisi?!" Hampir saja Yasha keceplosan berteriak jika tak mengingat bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Ia menoleh ke Sean sejenak, memeriksa keadaan abangnya itu, kemudian kembali membelakangi Sean dan menunggu jawaban Reza dengan cemas.
"Ngapelin om Rizal, kangen gue." Jawaban Reza itu reflek membuat Yasha mengumpat keras.
"Gue tanya serius ya, Nj*ng! Jangan mancing emosi!" geram Yasha yang justru membuat Reza tertawa.
"Oke oke, maaf." Reza menghentikan tawanya setelah mendengar decakan kesal yang Yasha keluarkan. "Gue beneran nemuin om Rizal. Minta bantuan buat nyari orang yang nyerang bang Sean. Sekaligus gue juga minta bantuan tadi, soalnya ada beberapa orang yang ngikutin gue," jelas Reza.
"Tapi lo nggak diapa-apain kan?" tanya Yasha, ia benar-benar khawatir. Ia takut masalahnya dengan Javan kembali memakan korban lain, apalagi orang-orang terdekatnya.
"Aman. Gue dikawal langsung sama koneksi om gue. Hahahaha, udah kek anak presiden gue," tawa Reza. Meskipun kesal dengan kalimat akhir yang Reza lontarkan, tapi Yasha akhirnya bisa bernapas lega.
"Yaudah, cepet balik lo! Sekalian cari warung buka, gue laper!" pintah Yasha yang membuat Reza mencibir.
"Oh ya, lo hati-hati di sana, Yas." Yasha mengernyit bingung, ingin bertanya tapi Reza sudah melanjutkan kalimatnya kembali. "Gue tadi liat anak kecil di kamar rawat bang Sean."
Kernyitan di dahi Yasha semakin dalam, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi tak menemukan apapun. "Anak kecil apa sih, Anjir?! Siapa?! Orang di sini cuma ada gue sama bang Sean."
"Nah, itu!" seru Reza, ia kemudian melirihkan suaranya. "Anak kecilnya dari alam tetangga."
Yasha terdiam sejenak, dibenaknya kini terdapat tanda loading sampai ia menangkap maksud dari perkataan Reza itu. Matanya melebar, tiba-tiba bulu kuduknya meremang. "Jangan bercanda! Gue nggak takut!" geramnya, meskipun mulutnya berkata demikian, dalam hati ia merapalkan berbagai doa.
"Gue nggak bercanda! Gue liat sendiri tadi, dia cekikikan terus, keknya ngajak main."
"Bacot, Anjir! Cepetan balik! Lima belas menit nggak sampai sini gue samper lo ke kantor polisi, sekalian aja lo masuk sel biar jadi penghuni sana!" Setelah mengatakan hal itu, ia langsung memutuskan panggilan secara sepihak.
Seketika itu juga suasana di sana berubah menjadi lebih dingin. Bulu kuduk Yasha meremang, ia menyumpah serapahi Reza. "Reja Bangs*t! Dikira gue percaya apa sama bacotannya!" umpatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...