Alunan piano terdengar merdu pagi itu, mengalunkan lagu berjudul Someone Like You dari Adele. Jari-jari tangan itu menari dengan lihai di atas tuts piano. Pemuda itu larut dalam permainannya, tak mengidahkan keributan yang terjadi di sekitarnya.
"Pagi-pagi dah galau aja lo, Yan!" celetuk Reza yang melewati Dean sambil membawa secangkir kopi yang baru ia buat.
Niatnya ingin bersantai menikmati pagi di teras kos sambil minum kopi, tapi berhubungan Dean sedang asik memainkan piano, ia memutuskan untuk singgah di sofa ruang tengah, berganti haluan menjadi menikmati kopi sembari mendengarkan permainan indah piano dari Dean.
"BANG, GUE DARI TADI TERIAK-TERIAK NGGAK ADA YANG NYAUT! BUDEG APA YA?!" Saku datang-datang sudah langsung berteriak marah. Anak itu menyampirkan tas di pundaknya dengan tangan penuh setumpuk kertas yang merupakan laporan praktikumnya.
"Apa? Nanyain Rey? Udah berangkat dari subuh tadi," sahut Reza santai. Ia meniup kopinya dan menyeruputnya dengan nikmat.
"Terus gue? Gue gimana?! Gue ada praktikum ini, udah mau telat!"
"Terus?"
"Anterin lah, Bang! Motor gue masih dibengkel," mohon Saku dengan wajah memelas.
"Gue belum mandi."
"Ya gitu aja sih, orang nganterin aja!"
"Gamau, pesona orang ganteng luntur entar."
Saku mendelik, wajahnya sudah sangat masam. Reza itu kalau sudah baik, baik sekali. Tapi kalau sudah menyebalkan ya tingkat menyebalkannya sudah melampaui batas, alias sudah next level!
"Bang Yan, anter—"
"Ban motor bocor, Sa. Belum dibawa ke bengkel." Belum sempat Saku menyelesaikan kalimatnya, Dean sudah menyaut dengan tangan yang masih setia menekan tuts piano dihadapannya.
"Kalau Bang Yas—"
"Masih molor dia di kamar, kemarin begadang ngerjain proyek katanya," sahut Reza.
Tentu saja hal itu membuat Saku semakin kesal. Ia benar-benar berang saat ini. Saat anak itu ingin berteriak marah, sebuah suara lembut menyeruak ke pendengarannya, membuat senyumannya mengembang.
"Ayo, bareng abang, Sa." Kalimat Sean itu bagai penyelamat bagi Saku. Anak itu langsung menatap Sean dengan mata berbinar.
"Emang, abang terbaik di sini tuh cuma Bang Sean," ucap Saku dramatis, membuat Reza mencibir sementara Dean tak begitu peduli karena ia sedang asik dengan dunianya sendiri.
"Mau kemana, Bang? Rapi amat. Bukannya lo nggak ada jadwal ya? Atau mau kerja?" tanya Reza penasaran. "Ouhh, atau mau kencan sama mbak Sena?!" tambahnya lagi.
Sean yang sedang membenarkan tali sepatunya jadi berdecak kesal. "Apasih, Ja. Nggak usah ngawur!" ucap Sean. Ia berdiri dan menatap Reza sejenak. "Mau ke rumah, ada pestanya adek gue," imbuh Sean, menjawab pertanyaan Reza.
"Loh, hari ini?!" tanya Reza memastikan yang dijawab anggukkan kepala dari Sean.
Seketika, tiga orang yang berada di sana saling tatap. Bahkan Dean langsung menghentikan permainan pianonya. Baik Reza, Dean, maupun Saku saling memberi kode dengan mata mereka, seakan sedang berbicara.
Sean yang sibuk membenarkan letak jaketnya tak menyadari situasi itu. Ia justru menepuk pundak Saku dan berjalan menuju garasi untuk mengambil motornya. "Ayo, Sa. Katanya tadi udah telat!" ajak Sean.
"Oh, iya, Bang." Saku agak gelagapan. Ia sempat mengangkat ponselnya dan menggoyang-goyangkan benda itu ke arah Reza dan Dean.
"Chat ya, Bang!" ucapnya tanpa suara, hanya gerakan bibir saja, sebelum ia berlari kecil menyusul Sean yang sudah bersiap di atas motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...