32. TOXIC RELATIONSHIP

200 32 36
                                    

"Kok nggak ada yang bilang dari awal?" Sean menyandarkan kepalanya di bahu Dean yang duduk di sampingnya. Ia menghela napasnya berat dengan wajah lelah yang sangat kentara. Dean yang duduk di sampingnya pun tengah memijat lengannya.

Sore itu, para penghuni Wish's Home kecuali Rey tengah berkumpul di kamar Sean. Saku duduk di kursi meja belajar Sean, Yasha di bibir kasur, dan Reza yang tengah berbaring dengan menjadi paha Yasha sebagai bantal.

Sementara di atas lemari ada Elena yang menonton dengan seru, tak ingin mendekat karena takut dimarahi Yasha katanya.

"Gue baru tahu tadi, Bang." Saku menyahut, wajahnya masih cemberut, menunjukkan suasana hatinya yang masih buruk.

"Tuh bocil dah main pacar-pacaran aja! Gue kalah, Njay!" gerutu Reza yang sedang memejamkan matanya, perutnya masih terasa tak enak, tapi tadi tiba-tiba Saku mengajak mereka rapat dadakan.

"Ya gimana mau nggak kalah? Lo aja kalau deketin cewek nggak pernah serius, cuma setengah-setengah," cibir Yasha. Ia yang sedang tidak ada kerjaan memilih untuk memainkan rambut Reza. Awalnya memang cuma memainkan, tapi lama-kelamaan ditambah tarikkan, membuat Reza jadi memekik kesakitan.

"Sakit, Bangk*!" umpat Reza yang jadi mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap nyalang Yasha. Sementara yang ditatap justru menampilkan wajah polos tanpa dosanya.

"Beneran nggak ada yang tahu sebelumnya?" tanya Sean, mengembalikan topik. Ia jadi menegakkan duduknya dan berganti bersandar di tembok belakangnya.

Semua saling tatap, Reza, Saku, dan Dean kompak menggelengkan kepalanya. Sedangkan Yasha menjadi satu-satunya yang tidak melakukan pergerakan, membuatnya kini menjadi pusat perhatian.

"Lo tahu, Bang Yas?" tanya Dean.

Yasha bergumam kecil sebagai jawaban. "Nggak usah tantrum dulu! Gue mau jelasin!" Tangannya dengan cepat membekap mulut Reza yang baru terbuka, ia sudah bisa menebak bahwa Reza akan mengumpatinya.

Setelah dirasa Reza sudah tenang, Yasha melepaskan bekapannya. Reza sendiri langsung mengumpat tanpa suara, tapi setelah itu dengan tenang kembali membaringkan tubuhnya, kali ini kaki Sean yang menjadi sasaran bantalnya.

"Gue tahu baru-baru ini aja, pas Si Dean sama Saku ngilang nggak ada kabar." Yasha melirik sejenak ke arah Saku dan Dean secara bergantian, membuat dua anak itu langsung mengalihkan pandangan, belagak tak mendengar apapun.

"Gue udah ketemu sama ceweknya. Raya namanya. Kata Rey, mereka baru jalan dua bulan," jelas Yasha.

"Kok lo nggak ngasih tahu kita, Bang?" protes Saku, ia benar-benar kesal.

"Rey bilang nanti dia jelasin sendiri ke kalian, ya gue nggak mau ikut campur dong, setiap orang punya privasinya sendiri-sendiri. Tapi karena ini menurut gue udah termasuk toxic relationship ya gue nggak bisa tinggal diem. Bocil kek Rey ini sekalinya jatuh cinta bakal jadi bulol, alias bucin tol*l, harus dikasih pencerahan biar nggak bablas!" Yasha menarik napasnya dalam-dalam, lelah juga berbicara panjang kali lebar seperti itu.

Diam-diam semua menyetujui ucapan Yasha itu. Terjadi keheningan sejenak di antara mereka, hanya terdengar suara gesekan dari baju Elena yang sedang asik bergelantungan di lemari. Entahlah, suka sekali anak itu bergelantungan di lemari Sean.

"Em, Bang ... sebenernya gue pernah nemuin sesuatu yang menurut gue itu aneh dan nggak wajar," ucap Dean yang memecah keheningan. Kini, semua orang menatap ke arah Dean, membuat anak itu sedikit kikuk.

"Apa?" Karena Dean tak kunjung membuka suara, Sean akhirnya bertanya.

"Inget nggak, Bang, waktu Bang Sean masuk RS kan trauma Rey kambuh terus gue yang ngerjain lapraknya Rey sama Saku?" Dean bertanya kepada Reza yang mendapat anggukkan. Yang lain ikut mengangguk karena kurang lebih mengerti kapan itu terjadi.

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang