Suara musik yang mengalun keras disertai dengan suara seseorang yang bernyanyi dengan lirik ngawurnya itu, membuat dua orang yang sedang fokus di depan laptop masing-masing menghela napas lelah. Makin dibiarkan, ternyata suara dari kamar sebelah itu makin keras pula.
"Gue nggak tahan lagi deh, Bang," gumam Yasha lelah, ia menutup laptopnya kasar dan berdiri dari tempatnya duduk tadi, di lantai.
Sean yang berada di hadapannya jadi mendongak, mengikuti pergerakan Yasha yang berdiri secara tiba-tiba itu. "Duduk lagi deh, Yas. Biarin aja, mereka juga banyak tugas," ucapnya.
Yasha menggeleng kuat, "Nggak bisa lagi, Bang. Lo juga pasti udah nggak tahan kan?! Ngaku lo?! Kita juga banyak tugas kali, emang mereka aja?!" ucapnya menggebu.
Tanpa mengidahkan Sean, Yasha berjalan keluar kamar, dengan langkah mantap memasuki kamar sebelah.
"Jikalau kau sayang~"
"Benar-benar sayang~"
"TAK HANYA KATA ATAU RASA KAU HARUS TUNJUKKAN~"
Yasha berdiri di abang pintu, menatap datar tiga orang di kamar itu. Rey dan Saku bernyanyi penuh penghayatan dengan tangan yang sibuk menulis di atas kertas A4 bermargin, tak lupa bulpoin biru yang menemani.
Sementara, tak jauh dari posisi mereka ada Dean yang sibuk dengan peralatan melukisnya, ia sedang menarikan kuas di kanvas yang hampir terisi penuh oleh karyanya.
Namun, yang menjadi fokus Yasha saat ini adalah sebuah music box yang ada di tengah-tengah mereka, volume full yakin Yasha.
"Woy bocil-bocil! Lo kira ini kos punya nenek moyang lo pada hah?!" Bukan, itu bukan suara Yasha. Tapi suara Reza yang tiba-tiba menyerobot masuk ke dalam kamar Dean dengan tangan yang menyingkirkan tubuh Yasha, membuat Yasha mengumpat pelan.
Tak sampai di situ, tubuh Yasha kembali digeser oleh Sean yang ikut-ikutan menyerobot masuk. Sean langsung merebahkan dirinya di kasur Dean, karena sang pemilik bersama dua orang penumpang itu sedang lesehan di lantai sambil mengerjakan tugas.
Tangan Reza meraih music box dan langsung mematikan musik tersebut yang sedang terputar.
"Kenapa dimatiin sih, Bang Ja?!" protes Saku tak terima.
"Masih nanyak?!" Reza memelotot, balik bertanya dengan nada tak santai.
"Apasih?! Nggak usah ngganggu deh, kita banyak laprak!" sinis Rey, melirik Reza sejenak sebelum kembali menulis.
Saku ingin meraih music box, niatnya ingin memutar lagu kembali. Tapi music box itu telah berpindah ke tangan Yasha terlebih dahulu. "Kalian pikir kita nggak ada tugas?! Nggak banyak tugas?!" sergah Yasha, berkacak pinggang.
Reza mengangguk, menyetujui. "Kalau nyalain musik minimal volume jan keras-keras, adek-adekku!" gemas Reza, tangannya sudah meremas udara saking gemasnya.
"Setuju!" ucap Sean yang masih setia berbaring di kasur Dean, matanya sudah tinggal setengah watt.
"Emang kenapa kalau nyalain musik keras?" Saku bertanya dengan ekspresi polos, membuat Reza dan Yasha sukses berseru gemas secara bersamaan tanpa rencana.
"YA NGEGANGGU LAH, BEG*!" Setelah itu mereka berdua saling pandang dan berdecih sinis satu sama lain.
"Gue nggak keganggu tuh," sahut Dean santai.
"YA ITU KAN ELO!" Lagi-lagi Reza dan Yasha tak sengaja berbicara bersamaan, membuat keduanya jadi saling tatap dan memaki satu sama lain.
"Ngapain sih ngikutin gue mulu?! Ngefans?" tanya Reza.
"Lo yang ngikutin gue ya, Kambing!" ucap Yasha tak terima.
"Mana ada?!"
"Mini idi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...