08. SI KEMBAR

274 41 49
                                    

Semilir angin dari danau menerpa tubuh dua orang yang saat ini tengah berbaring di tepi danau tersebut.

Reza dan Yasha saling terdiam. Hanya terdengar suara napas mereka saja yang memburu, masih berusaha ditenangkan oleh sang empu.

Ya ... setelah pertengkaran tadi, keduanya jelas babak belur. Tak ada yang memisahkan mereka, karena memang lokasi danau tersebut terkenal sepi. Mereka hanya kelelahan saja dan secara alami berhenti dengan sendirinya.

Cukup lama, sampai Reza dalam atmosfer kecanggungan itu mengeluarkan suaranya.

"Ke rumah gue yuk. Ortu gue lagi di luar kota, adek gue juga masih sekolah," ajaknya kepada Yasha.

Tanpa menoleh, Yasha mengangguk. "Hem, nggak mungkin juga balik kos dalam keadaan begini," balasnya.

Kembali terjadi keheningan di antara keduanya. Hingga Reza kembali bersuara setelah ia sedikit berpikir, "Lo kuat bawa motor?" tanyanya, mencuri pandang sejenak ke Yasha yang sedang meringis kesakitan.

Yasha menggelengkan kepalanya. Jujur saja, saat ini tubuhnya tak bisa ia gerakkan karena nyeri. Wajahnya tak kalah hancur, lebam di mana-mana. Tak jauh berbeda dengan keadaan Yasha, keadaan Reza pun sedemikian rupa.

Kekuatan yang mereka kerahkan tadi tak main-main. Mereka benar-benar dikuasai oleh emosi sampai tak sadar bisa sejauh ini.

"Emang lo kuat bawanya?" Yasha balik bertanya, kali ini ia menoleh ke Reza.

Reza tak langsung menjawab, ia mencoba untuk duduk, tapi justru meringis sendiri karena perutnya yang sakit terkena tendangan Yasha tadi. Ia jadi kembali berbaring. "Kayaknya nggak bisa juga," jawabnya kemudian.

Keduanya kini menghela napas panjang secara bersamaan. Tetap berbaring sambil menatap langit yang kini mulai tertutupi awan hitam.

"Mau hujan," gumam Yasha. "Telpon Dean, Ja, nggak mungkin kita di sini terus," usulnya.

"Nggak mungkin Dean bisa bawa kita berdua," tolak Reza, tapi tangannya pun mulai menekan nomor Dean di ponsel lamanya.

"Suruh bawa temennya kek, atau apalah. Yang penting jangan anak WH," saran Yasha yang diangguki oleh Reza.

***

"Pelan-pelan, Sat!" Umpatan itu meluncur begitu saja dari mulut Reza.

"ARGH! Lo juga pelan-pelan, Bab*!" Kali ini, Yasha juga mengumpat.

Keduanya saat ini tengah duduk di sofa ruang tamu rumah Reza, saling berhadapan dengan tangan yang memegang kapas yang sudah diberi antiseptik dan saling membersihkan luka di wajah mereka. Yasha yang membersihkan luka Reza dan Reza yang membersihkan luka Yasha.

"Nih, air es-nya. Kompres juga luka kalian." Dean datang sambil menaruh seember air es beserta handuk kecil di sana. Sengaja tak ikut campur ataupun ikut mengobati dua abangnya itu, alias ia yang menyuruh mereka saling mengobati satu sama lain. Sebagai hukuman katanya.

"Puas banget saling tonjok kalian? Nggak sekalian tadi nyebur danau, terus saling nenggelemin satu sama lain biar seru? Atau bawa batu gitu saling timpuk?" sindir Dean yang mendapat cibiran dari dua orang itu.

"Diem deh, Yan. Mending lo beliin kita makan, laper belum sarapan," pintah Reza yang diangguki oleh Yasha. Tapi setelah itu Yasha berteriak.

"Woy! Mau bunuh gue lo?!"

"Diem ya, Anj*ng!"

Dean menghela napasnya melihat dua orang itu yang sudah kembali saling mengumpat dan berteriak. Padahal tangan mereka berdua sibuk mengobati satu sama lain. Sepertinya, mereka sangat cocok diberi julukan Si Kembar.

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang