37. TENTANG AYAH

425 31 18
                                    

Siang ini, suasana di Wish's Home kembali agak tenang. Jean, Langit, juga Revan sudah pulang karena memang mereka harus kembali bekerja.

Sementara penghuni Wish's Home sendiri sebagian sudah berangkat ke kampus untuk kembali menjalankan aktivitas mereka sebagai seorang mahasiswa. Hanya tinggal Reza dan Sean saja yang berada di kos, karena memang Reza yang tak ada kelas dan Sean yang sudah bersiap-siap untuk berangkat ke minimarket, ia harus menggantikan Deri siang ini.

"Ja, kalau mau keluar jangan lupa kunci semua pintu sama jendelanya ya," pesan Sean yang tengah memakai sepatunya di sofa.

"Kalau mau makan angetin aja, itu bakso sama nasgornya masih sisa banyak." Masih sibuk dengan sepatunya, mulut Sean tetap berbicara memberi arahan.

"Lo ..." Hingga Sean menghentikan kalimatnya saat ia mendongakkan kepala. Kening yang bergelombang dengan tatapan bingung ia arahkan kepada Reza yang hanya diam dengan pandangan yang tak fokus, seakan tengah berpikir keras.

"Ja," panggilnya yang tak digubris sama sekali oleh sang empu nama.

"Reza!"

"Eh, iya, Bang?" Dan akhirnya Reza merespon dengan menoleh kaget saat tangan Sean mendarat agak keras di pundaknya.

Sean terdiam, menatap mata pemuda yang satu tahun lebih muda darinya itu. "Ada masalah?" tanyanya kemudian saat menyadari bahwa tatapan mata itu menyiratkan kekhawatiran dan ketakutan yang entah apa alasannya.

Sedangkan Reza yang ditanya seperti itu dan ditatap dengan raut khawatir oleh abangnya itu hanya bisa tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. "Nggak, Bang. Aman." Jawaban yang jelas mengandung kebohongan.

Sean tahu itu, tapi ia tak bisa berbuat apapun jika memang Reza tak ingin bercerita. Ia hanya tersenyum dan menepuk pelan pundak adiknya itu. "Gapapa, kalau udah siap cerita aja. Jangan banyak ngelamun," ucapnya sembari berdiri dan menatap teduh mata Reza yang kini tengah berusaha menghindari tatapannya.

"Kalau keluar kunci pintu dan jendela, kalau makan tinggal angetin bakso atau nasgor sisa tadi pagi. Gue berangkat dulu," pamitnya dan kembali memberi pesan, karena ia tahu tadi Reza tak mendengarkannya.

Tanpa menunggu jawaban Reza, Sean berjalan menuju ke garasi untuk mengeluarkan motornya, tapi ucapan Reza membuatnya menghentikan langkah dan kembali memutar tubuh untuk menatap pemuda itu.

"Gue abis ini mau pulang ke rumah, Bang. Tadi Ayah telpon, nyuruh gue pulang."

Sean terdiam, sedikit terkejut mendengar pernyataan Reza. Ada banyak pertanyaan dan kekhawatiran yang bersarang di kepalanya, tapi ia memilih diam dan menunggu kelanjutan kalimat dari Reza.

"Gue juga nggak tahu tiba-tiba Ayah telpon. Gue ... gue ngerasa nggak buat salah ..." ungkap Reza dengan suara memelan di akhir kalimatnya dan kepala tertunduk lesu.

Sean menipiskan bibir, ia kembalu mendekat ke Reza. "Ayo!" ajaknya sembari menarik lengan Reza, tapi segera ditahan oleh anak itu.

"Ke mana?" tanya Reza bingung.

"Katanya mau pulang? Abang anter. Kalau lo takut nemuin Ayah lo, abang siap nemenin. Ayo!"

"Bang!" Reza menggelengkan kepalanya. Senyumannya mengembang saat mata mereka bertemu. "Makasih, tapi gue gapapa. Gue abis ini pulang sendiri. Lo harus kerja kan? Sana berangkat! Udah telat pasti!" Ia mendorong kecil Sean agar segera menuju ke garasi.

Sean hanya bisa pasrah dan menurut. Sebelum melajukan motor keluar dari garasi, ia menoleh sejenak ke arah Reza yang menunggunya di ambang pintu yang memisahkan garasi dan ruang tengah.

"Hati-hati, kalau ada apa-apa kabarin, jangan sungkan," pesannya dengan senyuman lembut. Saat melihat Reza mengangguk, Sean segera meninggalkan Wish's Home untuk sampai ke minimarket.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang