"Makasih makanannya, Bang Sean!" seru semua penghuni Wish's Home saat mereka telah sampai di teras kos setelah selesai melaksanakan makan sore menjelang malam yang Sean traktir. Senyuman Rey dan Saku paling lebar saat ini, berbanding terbalik dengan Reza yang hanya tersenyum tipis.
"Ja, nanti selesai makan gue tunggu di kamar. Ada yang mau gue bicarain." Itu adalah perkataan Sean saat Sean dan Reza sedang memanasi motor sebelum berangkat makan tadi.
Untuk itu, sepanjang makan tadi, Reza lebih banyak diam. Ia memikirkan apa yang akan Sean bicarakan nanti. Tapi sepertinya ia tahu apa yang akan menjadi pembahasan kali ini.
"Mau kemana, Bang Ja?" Saku yang tadinya ingin ke kamar jadi bertanya kepada Reza karena abangnya itu tidak menuju arah kamarnya sendiri.
"Ke kamar Bang Sean," jawan Reza yang sudah berdiri di depan kamar Sean.
"Ngapain?" tanya Saku penasaran.
"Bang Sean mau ngomong."
Jawaban Reza tersebut seketika membuat Saku mematung. Ia mengigit bibirnya. "Emh ... Itu bang ..." Saku menundukkan kepalanya lesu, "Maaf ... gue cerita ke Bang Sean tentang yang di taman waktu itu ..." akunya, merasa bersalah.
Reza tersenyum tipis, "Udah tahu sih," jawabnya santai. Tanpa menunggu tanggapan dari Saku, ia memilih untuk langsung masuk ke kamar Sean.
Saku melihat pintu kamar Sean yang baru saja ditutup oleh Reza, ia menghela napasnya. "Semoga itu beneran bukan punya bang Reza, biar bang Reza nggak dimarahin sama bang Sean," gumam Saku sebelum masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar Sean, Reza menemukan Sean yang sedang berdiri menghadap jendela dan membelakanginya. Reza menipiskan bibir, memutuskan untuk mendekat dan berdiri tepat di belakang Sean.
"Bang," panggilnya, membuat Sean langsung membalikkan badan dan berhadapan langsung dengannya.
"Lo tahu kan apa yang mau gue omongin?" tanya Sean dengan tatapan yang tertuju lurus ke manik mata Reza.
Reza membalas tatapan Sean dan mengangguk. "Hem, tentang rokok itu," jawabnya santai.
Sean menelisik wajah lebam Reza, kemudian tatapannya turun, menatap lebam yang mulai menghilang di tangan Reza yang kemarin sempat ia tanyakan. Ia menghela napasnya. "Gue tahu, itu bukan punya lo. Tapi punya om Reno, kan? Ayah lo."
Mata Reza membulat, "Lo tahu dari mana, bang?!" Ia jelas terkejut, karena selama ini ia tak pernah menceritakan perihal ayahnya itu yang memang pecandu rokok, ia hanya memberitahu penghuni kos tentang ayahnya yang suka bermain tangan.
Sean tersenyum, ia mengajak Reza untuk duduk di bibir kasur sebelum melanjutkan pembicaraan mereka.
"Kemarin malam, gue nggak sengaja liat lo di halaman belakang," ucap Sean menjawab pertanyaan Reza tadi.
Kemarin malam, saat Sean selesai berbicara dengan Saku, ia hendak mengambil minum di dapur. Ia melihat pintu belakang yang sedikit terbuka, membuatnya berniat untuk menutupnya. Tapi ia justru menemukan Reza yang sedang membakar sesuatu di sana.
Beberapa bungkus rokok. Sean tak salah melihat, karena ia mendengar sendiri apa yang Reza katakan setelah membakar rokok-rokok tersebut.
"Gue emang benci sama ayah, tapi gue nggak mau ngeliat ayah sakit lagi karena rokok-rokok sial*n ini!" ucap Reza.
Sean melihat bagaimana mata Reza yang memerah menahan tangisan dan menatap penuh benci barang itu yang mulai termakan kobaran api. Malam itu, Sean memutuskan untuk kembali ke kamar, ia tahu bahwa Reza membutuhkan waktu untuk sendiri, setidaknya untuk malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...