26. CERITA SAKUNTALA

208 28 37
                                    

"Lo beneran nggak mau gue temenin ke ultah adek lo, Se?" Sena menatap Sean dengan tatapan khawatir.

"Hem, udah biasa juga gue sendiri." Sean menjawab sembari memasukkan barang belanjaan Sena ke bagasi mobil gadis itu.

Sejoli itu tengah mengobrol di depan minimarket tempat Sean bekerja. Tadi Sena baru saja berbelanja stok bulanan dan saat ini Sean sedang membantu Sena memasukkan belanjaannya.

"Beneran nih sendiri? Gue gapapa loh kalau izin nggak ikut rapat buat besok aja," ucap Sena memastikan.

Sean bergumam kecil. Ia menutup bagasi mobil Sena dan menatap gadis itu. "Iya, Na. Lagian lo di sana pasti bosen. Terus beneran nggak mau ikut rapat? Lo Ketupel-nya loh, mau didemo anak buah lo emang?" tawa Sean yang membuat Sena mengerucutkan bibir kesal.

"Ck, ngide amat emang tuh kating jadiin gue Ketupel! Mana maksa lagi! Untung nggak gue tendang tuh muka sok cool!" omel Sena yang justru membuat Sean tertawa gemas.

"Udah ngomelnya, Na. Sana pulang, dimarahin Tante Sari lo entar." Sean mendorong pelan Sena agar masuk ke dalam mobil.

"Ngomong aja lo mau ngusir gue, Se! Semua cowok emang sama aja!" Sena masih saja mengomel, meskipun begitu ia tetap menuruti Sean untuk masuk ke dalam mobil. Setelah Sena duduk di kursi kemudi, Sean yang masih terkekeh menutup pintu mobil itu dan mengetuk jendelanya.

"Hati-hati di jalan. Semangat rapatnya Ibu Ketupel," ucap Sean saat Sena menurunkan kaca mobilnya.

Sena sendiri langsung menjalankan mobilnya meskipun mulutnya masih sibuk mengomel dan mengumpati Sean yang menurutnya sangat menyebalkan.

Sean melambaikan tangannya sampai mobil Sena menjauh. Senyumannya masih mengembang karena berhasil membuat gadis itu kesal. Tapi senyumannya perlahan menghilang, digantikan dengan kernyitan di dahinya.

"Itu tadi Rey?" gumamnya bertanya pada diri sendiri. Sekilas tadi di perempatan depan sana, Sean seperti melihat sosok Rey yang membonceng seorang perempuan. Tapi karena tak yakin, ia mengedikkan bahu, memilih tak memikirkan lebih.

Saat hendak kembali masuk ke minimarket, lagi-lagi pandangannya menangkap sosok familiar yang tengah berjalan di seberang jalan. Kali ini ia tak mungkin salah memang.

"Sa! Saku!" Sean mengerutkan dahinya saat Saku tidak mengidahkan panggilannya. Anak itu justru masih terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan.

"Se, ngapain berdiri di situ?" Sean menoleh, mendapati Deri yang menjembulkan kepala dari balik pintu minimarket.

"Bang, gue keluar bentar ya!" pamit Sean. Tanpa menunggu jawaban Deri, Sean langsung berlari. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada kendaraan yang lewat dan ia segera menyebrang, menyusul Saku yang sudah mulai menjauh.

"Sa!" Sean menahan lengan Saku saat anak itu memasuki gang kecil.

Saku menghentikan langkah dan menoleh terkejut, tapi Sean lebih terkejut lagi saat melihat keadaan Saku. Mata sembab, hidung memerah, dan jejak air mata yang masih basah di pipinya.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Sean khawatir.

"Bang Sean kok bisa di sini?" Alih-alih menjawab pertanyaan Sean, Saku justru balik bertanya dengan raut wajah terkejut.

"Seharusnya abang yang nanya gitu, Sa. Ini jalan depan minimarket tempat abang kerja, jadi ya jelas abang di sini."

Saku semakin terkejut saat mendengar jawaban Sean. Ia tak menyangka sudah berjalan sejauh itu.

"Kenapa? Cerita sama abang," ucap Sean menatap Saku dengan tatapan hangat.

Kepala Saku langsung menunduk, air matanya kembali turun dengan bahu yang bergetar menahan tangis. Melihat itu membuat Sean menghela napas, ia menipiskan bibir dan membawa Saku ke dalam pelukannya.

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang