16. KELUARGA SEAN

254 42 91
                                    

Di ruang rawat Sean kini hanya terdapat keluarga Sean saja. Semua penghuni Wish's Home yang lain dan Sena memutuskan untuk keluar ruangan dan memberikan mereka ruang untuk berbicara, meskipun mereka pun ragu meninggalkan Sean. Karena mereka tahu, keluarga hanya sebuah status saja untuk Sean.

Sean duduk di atas ranjang dengan bersandar di leher ranjang yang diberi alas bantal. Di sampingnya ada Sea—adik Sean yang berusia 15 tahun dan akan lulus SMP itu memeluk lengan Sean dan bersandar di bahunya. Sean sendiri mengelus rambut adiknya dengan lembut.

"Kak Laut cepet sembuh dong! Kak Laut nggak lupa kan kalau minggu depan ulang tahun Sea? Pokoknya Kak Laut harus dateng! Sea tunggu loh hadiahnya!"

Sean tersenyum hangat, "Iya, nggak lupa kok. Kak Laut pasti dateng." Ucapan Sean itu mampu membuat Sea berseru senang. Setelahnya, adiknya itu langsung turun dari ranjang dan berlari menghampiri Ayah yang duduk di sofa yang sedari tadi hanya fokus memainkan ponsel kini menyambut Sea dengan senyuman lebar dan pelukan hangat.

Hal itu tak lepas dari pandangan Sean. Sean jadi berpikir, bagaimana rasanya diberi senyuman dan pelukan hangat oleh Ayah? Selama ini ia hanya mendapat tatapan dingin dari sang Ayah, ia jadi penasaran.

"Kamu buat masalah apa lagi sampai masuk sini?" Pertanyaan yang ditujukan pada Sean itu membuat Sean menoleh, menatap mata Bundanya yang sedang memberi tatapan menyelidik padanya.

"Laut dibegal, Bun," jawab Sean yang masih setia dengan kebohongannya, tak mungkin ia berkata jujur, itu hanya akan memperkeruh keadaan.

Decakkan terdengar dari wanita paruh baya yang duduk di kursi samping ranjang Sean itu. "Pulang jam berapa kamu sampai dibegal? Contoh kakakmu itu, waktu kuliah dulu nggak pernah sekalipun pulang malam, nggak pernah buat masalah dan ngerepotin orang, nggak kayak kamu!"

Sean hanya bisa menunduk, "Maaf, Bun," ucapnya pelan. Itulah Sean, ia akan memilih untuk meminta maaf meskipun ia tak salah. Ia terbiasa selalu disalahkan, membuatnya juga terbiasa selalu meminta maaf karena tak mau memperpanjang masalah.

"Besok usahain udah kuliah. Jangan malu-maluin keluarga! Kamu udah telat setahun!" ucap Bunda Sean, yang lagi-lagi membuat Sean hanya bisa menunduk dan mengucap kata maaf.

"Jangan jadi beban." Satu kalimat yang keluar dari mulut Ayah itu mampu mencubit hati Sean.

"Laut beban?" Dalam hati, Sean terkekeh miris. "Kalian bahkan nggak biayain hidup Laut sama sekali semenjak kuliah, untuk sekolah dari SD pun Laut sudah mendapat beasiswa. Apa kalian memang menganggap Laut beban karena Laut hidup di dunia?" Sungguh, Sean ingin sekali mengucapkan kalimat itu, hatinya meronta untuk meluapkan semua. Namun, ternyata tubuhnya menolak, ia hanya mampu terdiam dan seakan menerima bahwa ia adalah beban.

"Kak Laut Kak Laut, liat ini!" Dalam suasana tegang itu, Sea berseru dan berlari ke ranjang Sean. Gadis itu menunjukkan layar ponselnya ke Sean.

"Liat! Bagus kan fotonya?" tanya Sea semangat dengan wajah berseri. "Ini foto bulan lalu loh waktu liburan keluarga ke Jepang. Sayang banget Kak Laut nggak ikut. Padahal seru! Kak Langit aja sampai beliin Sea banyaaak barang bagus!" cerita Sea, senyuman anak itu sangat lebar, matanya berbinar penuh kebahagiaan.

Berbeda dengan Sean yang hanya bisa tersenyum tipis. Sayang banget Kak Laut nggak ikut, katanya? Bahkan Sean baru tahu kalau keluarganya sempat berlibur ke Jepang saat Sea menceritakannya barusan.

"Seru banget ya liburannya? Kak Laut jadi ikut seneng," ucap Sean, memandang Sea dengan tatapan hangat. Meskipun ia iri dengan adiknya itu yang selalu mendapat kasih sayang dari Ayah, Bunda, dan Kakaknya, tapi Sea tetaplah adik kecil tersayangnya.

Wish's Home 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang