Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, tapi suasana masih seperti pukul lima karena langit yang mendung. Hujan gerimis masih belum berhenti sedari subuh tadi, cocok sekali untuk berkelana di alam mimpi sembari membungkus badan dengan selimut.
Namun, tidak dengan Dean yang kini harus melipir ke kamar Reza untuk mengeroki punggung pemuda itu yang sedari subuh sudah mengeluh perutnya tidak enak dan terus bolak-balik kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
"Udah dibilangin buat masuk kamar, eh, malah tiduran di lantai ruang tengah. Masuk angin kan jadinya," omel Dean dengan tangan yang masih sibuk menggerakkan uang koin di punggung Reza.
"Namanya juga ketiduran. Mana tahu kalau langsung masuk angin gini. Gue—" Belum menyelesaikan kalimatnya, Reza sudah bersendawa untuk yang kesekian kalinya.
"Diam, nggak usah ngomong!" tegur Dean sembari menggeplak punggung Reza, membuat pemuda itu meringis kesakitan.
Tak lama, Rey datang memasuki kamar Reza dengan membawa segelas teh hangat yang baru ia buat. "Diminum, Bang. Nanti kalau udah selesai kerokannya langsung ke meja makan aja, sarapan, abis itu minum penolak anginnya," ucap anak itu sembari menyodorkan teh itu kepada Reza.
Tanpa kata, Reza segera menyeruput teh itu. Perlahan-lahan hingga segelas teh itu kandas.
"Bang Sean gimana? Udah baikan?" tanya Dean yang dijawab gelengan dari Rey.
"Masih pusing katanya. Udah makan sama minum obatnya kok, sekarang tidur lagi," jawab Rey dengan helaan napasnya.
Memang, kemarin malam setelah Sean pulang, Jean yang mengenalkan diri sebagai kakak kandung Sean dan bercerita secara singkat masalah yang terjadi, menyuruh penghuni Wish's Home lainnya untuk memperhatikan keadaan Sean.
Benar saja, malam itu Sean hampir jatuh saat berjalan menuju ke kamarnya, untung saja Reza dan Yasha dengan sigap menahan tubuhnya. Setelah itu mereka memaksa Sean untuk makan dan minum obat sebelum abangnya itu tidur.
Namun, pagi ini ternyata masih belum baikan. Tapi yang lain agak lega saat Sean dengan jujur mengatakan bahwa ia masih pusing, tidak seperti sebelumnya yang sok kuat kalau kata Reza.
"Biarin aja istirahat," gumam Reza sebelum ia kembali bersendawa.
"Lo juga, Bang. Abis makan langsung istirahat, gausah ngampus," sahut Rey yang mengambil alih gelas kosong di tangan Reza. Ia memang sengaja menunggu Reza menghabiskan tehnya, agar ia bisa membawa kembali gelas kosong itu ke dapur.
"Ayo ke dapur, udah ditunggu Bang Yasha sama Saku, sebelum jiwa Yasmin-nya keluar." Baru saja Rey mengatupkan mulutnya, terdengar suara grusukan dari luar dan muncullah Yasha dari balik pintu sembari berkacak pinggang dengan tangan yang membawa spatula.
"Ditunggu dari tadi, malah ngerumpi di sini! Cepetan makan atau gue tumpahin tuh nasi goreng ke muka kalian!" omel Yasha sambil mengayun-ngayunkan spatula di tangannya.
"Tuh kan apa gue bilang!" gumam Rey yang langsung mengacir melewati Yasha saat pemuda itu menatapnya dengan nyalang.
Setelahnya tatapan Yasha beralih ke arah dua orang yang masih dengan santainya duduk di atas kasur. "Lo berdua beneran mau gue lemparin nasi goreng?!" tanyanya dengan wajah garang.
"Yaelah, Bang. Santai napa. Kasian nih Bang Reja lagi sekarat gini. Aw!" Dean memekik saat Reza memukul pahanya.
"Doain gue sekarat lo?!" kesal Reza yang dibales cengiran kuda dari Dean. Setelah melewati sedikit perdebatan di sana, akhirnya tiga orang itu sampai juga di meja makan.
Kelima orang itu berakhir memakan nasi goreng buatan Yasha dengan nikmat. Ya ... meskipun tak lepas dari pertengkaran kecil di antara mereka.
Tapi di tengah-tengah itu, Saku menatap tak senang ke arah Rey yang ada di sampingnya. "Ngapain sih main hp terus dari tadi?! Makan dulu nasgor lo tuh!" kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish's Home 2.0
FanfictionNew Era, dimana semua penghuni Wish's Home berada di dunia perkuliahan. Baik dalam segi pertemanan, pembelajaran, dan percintaan (?) Baiklah-Wish's Home bukan lagi tentang harapan yang diusahakan menjadi kenyataan, tapi apakah kenyataan akan mendata...