part 44

2K 152 0
                                    

"Tapi sayangnya Jeno mungkin tidak mengingat ku-"

"Jeffrey Laudza!"
Teriakan cukup keras terdengar memenuhi ruang aula itu. Terlihat Jeno yang tengah berlari menuju aula setelah menyelesaikan semuanya. Pria tampan itu menatap kearah Jeffrey dengan tatapan tajamnya.

"Kau!"
Deruh nafas Jeno terlihat memburu.

"Jangan berpikir kau bisa membawa Mark pergi dari ku!"
Ucapnya masih dengan tatapan yang sama. Helahan nafas keluar dari bibir Jeffrey.

Plaaak!!

Jeffrey memukul kepala Jeno dengan cukup kuat. Hingga membuat anak itu menunduk sedikit.

"Kau pikir apa yang sudah kau katakan, HA!? Aku ini lebih tua dari mu. Dan aku ini kakak ipar mu! Jaga sopan santun mu!"
Ucapnya dengan wajah marahnya.

"Maaf"
Ucap Jeno dengan lirih. Jeffrey menghela nafas, lalu menyentuh kepala pria tampan itu.

"Kenapa dulu aku mengijinkan kau menikah dengan adik ku?"
Protes Jeffrey.

"Dengar! Aku tidak akan membawa Mark kembali bersama ku. Walaupun aku dan kedua orang tua ku sangat menginginkannya. Kami sangat sadar jika ini adalah pilihan yang kami pilih sejak awal. Mark akan tetap bersama kalian"
Ucapnya. Jeno mengangguk pelan.

"Jeffrey!"
Panggilan dari Yuta memecah keheningan yang ada disana.

"Semua sudah selesai kita harus kembali"
Ucapnya. Jeffrey mengangguk lalu kembali menatap kearah Jeno.

"Jaga adik ku dengan baik. Aku terlalu baik hingga mau memberikannya kepada mu"

Jeno kembali mengangguk, lalu tersenyum menatap kearah pria tampan itu.

"Terimakasih untuk semuanya"
Ucapnya dengan lirih. Jeffrey terdiam sebentar, lalu tersenyum tampan.

"Sudah tugas ku"

Lalu setelahnya ia menoleh kearah Mark yang sudah menatapnya dengan tatapan berkacanya. Jeffrey terdiam, bingung harus mengatakan apa. Ia selalu memiliki Mark di dalam hidupnya bersama kedua orang tua mereka. Namun Mark tidak bisa tinggal bersama mereka. Ia tidak bisa membawa Mark begitu saja. Mark terlalu berharga untuk mereka kurung di dalam mansion keluarga Laudza.

Tidak ada yang bisa Jeffrey katakan selain memeluk sang adik. Menangis dalam diam. Untuk pertama kalinya, setelah Mark tumbuh dewasa ia bisa memeluknya secara langsung seperti ini.

"Maafkan aku"
Ucapnya dengan lirih. Mark terdiam, membalas pelukan sang kakak dengan air mata yang terus keluar membasahi pipinya.

"Kami menyayangi mu"
Ucapnya dengan tulus, mengecup kening Mark dengan lembut. Setelah pelukan itu terlepas, kini atensi Mark beralih pada Taeyong yang menatap lembut kearahnya. Taeyong terlihat tersenyum menatapnya. Lihatlah kedua mata itu, sangat mirip dengan milik Jeffrey.

Taeyong Laudza merupakan sepupu Jeffrey dan Mark. Ayahnya merupakan anak kedua di keluarga Laudza.

"Kau adik ku yang manis"
Ucapnya mengusap wajah Mark. Menciumi seluruh wajahnya dengan lembut. Lalu memeluknya dengan erat.

"Maafkan kami, Mark.."
Ucapnya dengan tangisan lirih. Mark menggeleng pelan lalu mengelus punggung sang kakak.

Seorang adhulpus seharusnya tidak boleh menangis, tapi ini adiknya. Adik kesayangannya. Baik Taeyong maupun Jeffrey sekalipun tidak mungkin bisa menahan tangisnya, jika harus kembali berpisah dengan sang adik. Terlebih lagi ketika Mark sudah mengenali mereka.

Jeffrey melepaskan pelukannya lalu menatap lembut kearah sang adik.

"Aku dan Jeffrey akan selalu ada untuk mu. Kami akan selalu bersama mu, Mark. Kau memiliki keluarga yang bahagia di sini. Jangan bersedih. Kami sangat menyayangi mu"
Ucapnya dengan tulus, lalu mencium kening sang adik dengan lembut. Lalu mengusap pipinya dengan lembut. Setelah mengucapkan salam perpisahan, para pembunuh bayaran itupun memutuskan untuk segera pergi dari sana.

Namun Jeffrey berjanji akan membawa Mark pergi menemui kedua orang tua mereka yang sudah menunggunya sejak lama.



























VannoWilliams

Mafia Wife (NoMark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang