Sialan. Setir kemudi dicengkeramnya erat menahan kekesalan pada pengendara motor yang seenaknya masuk di sela antara mobilnya dengan mobil di depan. Lahir dan besar di New York, tidak serta-merta membuat Armando bisa lebih memaklumi New York dengan segala keramaian dan kegaduhan yang dipunya. Terlebih lalu lintas dan kemacetannya tiap rush hour seperti sore ini.
Mungkin memang benar ia harus segera memikirkan ulang dan kembali mempertimbangkan keputusan mempekerjakan supir pribadi. Setidaknya tidak lagi enteng menolak tawaran Jeff untuk menyetirkan mobil dan membawanya kemanapun ia minta.
Jika dipikir lagi, barangkali memang kumpulan awan hitam di pikirannya semacam suatu kewajaran dialaminya sekarang. Usianya hampir 35 tahun. Rasanya semakin banyak yang bergiliran meminta masuk dalam pikiran dan benar-benar menuntut dipikirkan juga dipertimbangkan.
Tidak hanya soal mempekerjakan supir. Urusan memilih mobil pun opsi yang ia punya di kepala tidak lagi mengarah pada mobil-mobil sport, atau sedan mewah dan memberi kesan mahal. Pilihannya justru pada mobil empat kursi atau lebih, SUV atau MPV apapun itu, selama bisa dipasang dua carseat juga booster seat di bagian kursi penumpang belakang, mudah dikemudikan Rose walaupun seringnya Armando memaksa Rose diantar oleh Jeff.
Ia juga mulai merasa tinggal di penthouse bukan lagi pilihan yang bijak. Anak-anaknya butuh taman untuk bermain, dan jelas bukan di taman yang disediakan pihak developer gedung komplek hunian di tempat penthouse mereka berada. Meski sudah mengupayakan child-proofing di semua sudut di penthouse, membawa dan tinggal bersama anak kecil di ketinggian puluhan lantai tentu tetap menghadirkan kekhawatiran terlebih jika anak-anak menguji kesabarannya dengan berlari-larian di balkon penthouse yang cukup luas.
"Daddy!"
Lamunannya dibuyarkan suara dari bocah hampir lima tahun yang duduk di atas booster seat di kursi belakang, diapit dua carseat di sisi kanan dan kirinya. Seketika awan hitam yang mengukungnya terbelah dua, memunculkan matahari yang bersinar hangat. Ia membalikkan badan semampu yang diizinkan sabuk pengaman yang mengikat, menengok ke belakang.
"Yes, Buddy?"
Wajah mirip istrinya dalam ukuran lebih kecil itu memandangnya penuh tanya. Rambut gelap dengan warna yang entah bagaimana bisa serupa dengan milik Armando itu semula tertata rapi dalam model slicked back karena, "Aku mau seperti punya Daddy!", kini sudah lepek dan berantakan mengarah ke segala arah. Lengkap dengan seragam Taekwondo putih yang sedikit lebih besar di tubuhnya, yang kotor di banyak bagian. Jika melihatnya, Rose tentu akan menanyakan apa saja yang dilakukan selama les Taekwondo sampai seragamnya bisa sekotor itu.
"Apa Mommy dan Aunty Thea sudah sampai?"
Pertanyaan yang sama dengan yang ditanyakan setiba di tempat les Taekwondo tadi. Armando tersenyum, paham betul kerinduan yang sudah terkumpul padahal belum sampai seminggu ditinggal.
"Baru tiga jam dari take off, Bud. Mungkin butuh sekitar 12 jam lagi. Mommy pasti menelepon kalau sudah sampai, tapi mungkin baru besok pagi."
Jawaban Armando menenangkan Nate yang mengangguk kecil. Lampu lalu lintas berganti warna menjadi hijau, mobil yang dikendarai Armando kembali melaju. Sesekali ia melirik lewat spion tengah untuk memantau Nate, memastikan wajahnya tidak lagi murung merindukan ibunya.
Ini bukan kali pertama Nate jauh dari Rose, faktanya ia yang lebih sering meninggalkan rumah dan memilih menginap di rumah kakek dan neneknya. Rose sedang dalam perjalanan kembali dari Seoul untuk menemani Thea berlibur sekaligus bertemu rekan yang akan berkolaborasi dengan brand fashion miliknya.
Awalnya Rose tidak mau menerima ajakan Thea, berat meninggalkan anak-anak, katanya. Namun Armando merasa Rose perlu liburan itu. Semenjak menjadi ibu, rasanya tidak pernah Rose berlibur sendiri. Mungkin sesekali meluangkan waktu pergi bersama Michelle atau Thea untuk ke salon, klinik kecantikan, spa, atau sekedar berjalan-jalan di mall. Armando berpikir Rose berhak mendapat liburan sendiri yang proper, terlebih setelah Matt sudah bisa disapih.
KAMU SEDANG MEMBACA
call me daddy [completed]
Romance[mature and explicit content, 18+] Berawal dari usaha menyambung hidup untuk anaknya, Rosaline berakhir menjadi pemuas nafsu atasannya sendiri.