dua puluh satu

10.6K 325 51
                                    

"Ngghhh... Ar, I want to push!"

Ketukan pada pintu dari luar ruangan membuat Armando yang napasnya sempat tercekat sejenak menjadi lega. Setidaknya sudah ada tenaga profesional yang berada di ruangan yang sama dengannya dan Rose. Setidaknya Rose tidak jadi melahirkan hanya ditemani olehnya yang sama sekali tidak tahu bagaimana membantu persalinan.

"Okay, Rose, apa posisi ini cukup nyaman untukmu?" tanya Rachel yang sedang sibuk mengenakan sarung tangan latex pada kedua tangannya.

"Ngghhh... I want to push! Plea—nggghhhhhh..."

Rachel segera berlutut dan meraba bibir kemaluan Rose. Benar saja, ia bisa merasakan kepala janin sudah berada di depan bibir vulva dan membentuk tonjolan. Rose hanya perlu terus mengejan untuk mengeluarkan kepala dan badan janin yang ia kandung selama ini.

"Mengejan setiap kali kau merasa ingin mengejan, Rose. Bayimu sudah hampir lahir," ucap Rachel.

Kepada Grace yang baru memasuki ruangan, Rachel memberi instruksi dengan isyarat. Memahami apa yang dimaksud, Grace segera menutup pintu. Ia mengambil beberapa lembar underpad dan meletakkannya di antara kedua kaki Rose yang melebar membentuk huruf A.

"Ngghhhhh..."

"Hahhh... Nggghhhhhh..."

"Awhhh... Ngghhhh..."

Rose beberapa kali mengejan. Lututnya ia tekuk sedikit tiap kali mengejan, berharap bisa menambah dorongan supaya kepala bayi yang sudah mendesak dan membuat selangkangannya terasa penuh itu segera keluar. Posisinya berdiri dengan pantat menungging. Dadanya menempel pada permukaan dada dan perut bidang Armando.

Tangan Armando lembut mengusap punggung Rose. Sesekali dibisikkannya kalimat penyemangat untuk perempuan muda yang sedang bertaruh antara hidup dan mati itu.

"AHHNGGHHHHH..."

"GAHHH..."

Rose bisa merasakan bibir kemaluannya diperlebar oleh puncak kepala bayi. Ia sudah tidak menghitung berapa kali mengejan berusaha mengeluarkan bayi dalam kandungannya. Nyaris ia putus asa, kalah dengan rasa sakit yang dirasa.

Setiap kali ia menarik napas, kepala bayi yang sempat menyembul, kembali masuk ke dalam. Ia dibuat bekerja lebih ekstra dan memperkuat ejanannya.

"NNGHHHH... AHHHNGGHHHHH..."

"HAHHH... HUHHH... AWHHH..."

"NGGGHHHHH..."

"KU—MOH—HONNGHHHHH..."

"OHHH GOD! AWHNGHHHH..."

"Good job, Rose. I can see the head," ucap Grace yang ikut duduk di lantai bersama Rachel demi mendapat akses melihat perkembangan proses Rose mengeluarkan bayinya.

"They can see the head, Babe. Kamu bisa melakukannya. Sedikit lagi," kata Armando lembut sebelum mengecup puncak kepala Rose.

"HAHH... HAHHHH... ASTAGAAHHHH... PERIIIIIHHHH..."

Sepertiga bagian kepala bayi yang besar itu berhasil keluar. Rose menarik napas sejenak membuat baru sebatas mata bayinya saja yang keluar. Leleran darah dan cairan ketuban ikut menetes membasahi underpad di bawah kaki Rose.

"NGGHHHHH..."

Kaki Rose dibuat bergetar. Rasa sakit seolah tubuhnya hendak terbelah menjadi dua tidak lagi berpusat pada sela selangkangnya, sudah menjalar ke seluruh tubuh. Jika bukan karena bersandar dan ditopang tubuh Armando, sudah tentu Rose akan ambruk.

"AWWHHH... SAAHHH—KIIIIITTT!"

"NGGHHHHH... SAHH—KIT SEKA—LIIIIIHHHH... AHHHH..."

Rose merasakan ada bulatan yang merosot keluar dari lubangnya. Kepala bayinya menggantung keluar dari liang senggamanya, tertahan oleh pundak yang masih berada di dalam.

call me daddy [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang