tiga

38.7K 792 40
                                    

Keluarga besar Lee memiliki jet pribadi berjumlah empat. Nama Armando tercatat sebagai pemilik satu dari keempatnya. Perusahaan besar yang mereka miliki di kota sebesar New York tentu mendatangkan pundi uang yang tidak sedikit. Belum lagi kerjasama bisnis yang dipegang dan dijalankan oleh semua anggota keluarga.

Mudah saja sebenarnya untuk Armando meminta Rose memastikan jet pribadi miliknya siap lepas landas menuju Honolulu dari Bandara John F. Kennedy. Namun ia tidak sedang dalam keadaan terburu-buru, lagipula datang ke Honolulu menggunakan jet pribadi berarti harus menyewa escort team. Biaya yang dikeluarkan untuk take off dan landing dengan jet pribadi jauh lebih mahal dibanding membeli tiket first class maskapai sekelas Hawaiian Airlines.

Armando tidak menghabiskan waktu empat tahun menyelesaikan studinya di Sekolah Bisnis Universitas Harvard untuk tidak menimbang mana dari dua pilihan tadi yang lebih menguntungkan. Ia meminta Rose menghubungi pihak hotel tempat mereka akan menginap untuk melakukan reservasi. Tidak lupa ia memastikan Rose menanyakan kesediaan hotel untuk menyiapkan tiket pesawat pergi dan pulang sekaligus. Biasanya ada potongan atau harga khusus, terlebih perjalanan mereka kali ini jatuh pada akhir pekan.

Demi menerima surel konfirmasi pembayaran dari pihak hotel, Rose tercengang melihat total yang harus dibayarkan untuk biaya penginapan dan akomodasi perjalanan. Untuk kamar hotel saja dibandrol $7.000 untuk satu malamnya, sementara Armando meminta mereka menginap selama dua hari tiga malam. Dengan biaya tiket penerbangan, total biaya yang harus Armando keluarkan untuknya, Rose, dan Jeff adalah hampir $50.000.

Memang bukan Rose yang mengeluarkan uang sebanyak itu untuk membayar, dan memang Armando sudah mengatakan bahwa ia tidak keberatan membayari Rose dan Jeff untuk perjalanan kali ini tanpa memotong gaji mereka sebagai ganti rugi. Namun, uang $50.000 itu tidak sedikit. Ia harus tidak makan dan memastikan gajinya utuh selama 12 bulan untuk bisa mendapat uang mendekati angka $50.000.

Penerbangan terakhir yang Rose tumpangi adalah ketika ia pergi ke New York dari Indiana. Lama penerbangan ketika itu hanya dua jam. Meski begitu, dua jam ketika itu cukup menyiksa karena ia membeli tiket penerbangan termurah dengan kursi keras dan sempit. Lagipula ketika itu usia kandungannya masih amat muda, ia harus bolak-balik ke toilet untuk menyalurkan mual yang dirasa. Kehamilan dan beban pikiran memang bukanlah pasangan yang ideal bersama.

Berbeda dengan penerbangan terakhirnya, penerbangan kali ini terasa lebih nikmat. Kursi yang ia duduki cukup melegakan, tidak keras, bahkan sangat jauh lebih empuk dan nyaman dibanding sofa di apartemennya. Jarak antara kursinya dengan kursi di hadapannya tidak sedekat jarak antarkursi di kelas ekonomi, sehingga meskipun penerbangan kali ini ditempuh dalam waktu 11 jam, tentu kakinya yang mulai membengkak tidak bertambah bengkak.

"Kesulitan, Bu?"

Seorang pramugari cantik dengan tubuh semampai datang bertanya pada Rose yang kesulitan memasang seatbelt kursinya.

Mendengar suara pramugari itu, Rose mendongak dan tersipu malu. Armando yang duduk di sampingnya ikut menoleh ke arah Rose.

"Tidak apa. Terima kasih," balas Rose.

Pramugari itu mengangguk dan permisi melanjutkan langkahnya berjalan di sepanjang koridor pesawat. Ia menyunggingkan senyum pada Rose dan Armando bergantian.

"Kenapa?" tanya Armando.

Ia menoleh ke arah Rose yang duduk di sisi kirinya, dekat dengan jendela pesawat sementara ia duduk di sisi dekat dengan koridor pesawat. Jeff yang duduk di kursi tunggal di seberang koridor ikut menoleh ke tempat Armando dan Rose duduk, khawatir terjadi apa-apa pada keduanya.

Rose menghela napas setelah memastikan seatbelt itu sudah terpasang dengan baik di bagian bawah gundukan perutnya yang buncit.

"Ah, akhirnya," ujarnya. "Tadi sedikit kesulitan karena strap-nya tidak cukup panjang, jadi saya harus menyesuaikannya."

call me daddy [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang