Perjalanan pulang kembali menuju hotel setelah menghabiskan makan malam yang cukup menyenangkan dengan Keluarga Lee di villa megah mereka, Rose tidak henti berpikir kesan seperti apa yang tertinggal di benak masing-masing anggota keluarga Armando tentangnya.
Ia tidak akan membela diri jika ternyata orang tua Armando berpikir bahwa ia adalah wanita jalang murahan dan hamil karena kebebasan hubungan yang tidak semestinya. Meski bukan begitu kenyataannya. Namun Rose akui, jika ia berada di posisi mereka, ia akan berpikir demikian.
"Maafkan keluargaku jika mereka membuatmu tidak nyaman," ucap Armando.
Pandangan pria itu masih menatap pada jalanan yang ada di hadapannya. Ia tidak tahu apa yang dilakukan atau diucapkan ibu dan adiknya kepada Rose selama perempuan itu ikut mereka berbelanja sore tadi. Ia juga tidak tahu apa yang dikatakan Hiro kepada Rose yang membuat adiknya itu tertawa terpingkal-pingkal sewaktu mereka mencuci piring bersama.
"Tidak sama sekali, Ar. Keluargamu justru membuatku senang. Mereka sangat terbuka dengan orang baru," sahut Rose, meyakinkan Armando.
"Mereka... mereka tidak mengungkapkan hal buruk tentangku, bukan?" Rose dengan segera bertanya demi rasa keingintahuannya tak semakin membesar.
Armando menggeleng pelan, membuat Rose menghela napas lega. Ia seperti baru saja bertemu keluarga kekasihnya dan mengharapkan kesan baik di pertemuan pertama mereka. Faktanya, pertemuan pertama dengan keluarga atasannya justru lebih penting. Ia berpotensi kehilangan pekerjaan jika keluarga Armando memintanya untuk memecat Rose.
"Memangnya kenapa kalau iya?" tanya Armando kepada Rose yang kini sudah tidak setegang ketika bertanya padanya tadi.
"Aku bisa saja kehilangan pekerjaanku jika kamu memecatku," balas perempuan itu tanpa pikir panjang, sebab memang hanya itu ketakutan terbesarnya.
Armando terkekeh mendegar jawaban Rose. Perempuan di sampingnya itu pasti berpikir ia adalah boneka keluarganya yang akan dengan senang hati menuruti apa yang diperintahkan kepadanya. Sepertinya Rose belum betul mengenal siapa Armando sebenarnya.
"Nasib pekerjaan kamu itu ada di tanganku, bukan di tangan orang lain. Termasuk keluargaku sendiri," ucap Armando.
"Iya, aku tahu. Tapi tentu kamu juga akan memikirkan pendapat mereka, kan?" sahut Rose dengan penuh keyakinan.
Lagi-lagi Armando menggeleng pelan dengan cepat. Ia tersenyum lebar. Tampaknya Rose belum betul-betul mengenali siapa atasannya ini, pikirnya. Armando tidak tahu apakah Rose akan mengajukan surat pengunduran diri jika asistennya itu mengerti seperti apa Armando yang sebenarnya.
"Tidak sama sekali," jawabnya singkat.
Rose dibuat kebingungan mendengar jawaban singkat dari Armando. Bagaimana bisa ia tidak memikirkan pendapat keluarganya yang tentu orang-orang terdekatnya sendiri? Bukankah perusahaan yang dipimpinnya adalah perusahaan keluarga?
Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi sepertinya ia akan melewati garis pembatas status profesi di antara mereka. Rose hanyalah seorang asisten untuk atasannya, ia tidak berhak bertanya dan mengurusi urusan pribadi Armando terlalu jauh. Lagipula, jika Armando memang tidak memikirkan pendapat keluarganya, tentu itu berarti pekerjaan Rose tidak akan terpengaruh meskipun kesan yang ia tinggalkan di kedatangannya di villa Keluarga Lee hari ini bukan kesan yang baik.
Mobil yang dikemudikan Armando melaju memasuki pusat pertokoan yang ramai dipenuhi mobil di lahan parkir. Setelah mengemudi dalam kecepatan rendah sambil mencari slot parkir kosong, akhirnya mobil sedan yang dikendarai mereka terparkir dengan rapi di dekat gerbang keluar. Armando belum memberitahu Rose soal rencana yang sudah ia pikirkan sejak percakapan mereka di atas pesawat. Namun, semoga saja Rose tidak keberatan meski harus berjalan cukup jauh menuju tempat yang mereka tuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
call me daddy [completed]
Romance[mature and explicit content, 18+] Berawal dari usaha menyambung hidup untuk anaknya, Rosaline berakhir menjadi pemuas nafsu atasannya sendiri.