"Terima kasih sudah menghadiri rapat pada hari ini. Semoga hari Anda semua menyenangkan. Selamat sore!"
Armando bangkit dari duduknya seusai memimpin rapat. Hampir enam jam ia duduk di kursi yang berada di ujung meja besar ruang meeting. Rapat kali ini adalah rapat lanjutan dari rangkaian rapat tiga hari lalu yang belum selesai membahas keseluruhan topik.
Banyak yang perlu ia sampaikan, diskusikan, dan dengarkan dari masing-masing peserta rapat yang hadir. Semuanya merupakan bagian dari board perusahaan. Meski hampir semua pemegang saham, jajaran komisaris, dan direksi yang datang merupakan kolega Appa sejak Armando masih kecil, tetap saja ia berada di ruang meeting itu membawa beban sebagai CEO perusahaan.
Tangan kanannya menerima uluran untuk berjabat tangan dari peserta rapat yang hadir. Senyuman ramah ia sunggingkan sebagai wujud terima kasih karena sudah hadir juga sebagai bentuk profesionalitas yang ia jaga.
"Salam untuk ayahmu," ucap Tuan Foley, salah satu pemegang saham yang berteman dengan Appa sedari kuliah.
Sudah sepatutnya Tuan Foley berhenti dan mendelegasikan salah satu anaknya sebagai penerus. Namun sepertinya pria tua itu memiliki ambisi dan keras kepala melebihi Appa. Ia masih saja ingin ikut campur dan mengerjakan semua yang berkaitan dengan bisnisnya.
"Tentu. Akan saya sampaikan," Armando membalas dengan mantap meski ia tidak tahu kapan akan bertemu Appa dan apakah ia akan mengingat titipan salam dari Tuan Foley atau tidak.
Tuan Foley bukan satu-satunya. Ada tiga atau empat peserta rapat lainnya yang sama-sama titip salam untuk Appa. Semua dibalas dengan jawaban yang sama.
Seusai peserta rapat membubarkan diri dan meninggalkan ruangan, Armando mengecek jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya. Sudah pukul tiga sore. Seingatnya, tidak ada agenda lain setelah rapat tadi.
Ia berjalan keluar ruangan membawa serta tablet yang ia bawa untuk rapat. Di luar ruangan, sudah ada Jeff yang segera bangkit berdiri dari duduknya di kursi panjang yang memang biasa digunakan tempat duduk untuk asisten peserta rapat. Supir pribadinya itu mengulurkan tangan, menawarkan diri untuk membantu membawakan tablet Armando namun ditolak.
"Apa agendaku berikutnya, Jeff?" tanya Armando sambil terus berjalan mendahului Jeff.
"Tidak tahu, Bos. Coba tanyakan pada Rose," jawab Jeff.
Benar juga. Itu bukan pertanyaan yang semestinya dijawab supir pribadi. Bukankah semestinya Rose yang menunggunya keluar ruang rapat dan menginfokan agenda Armando berikutnya? Mengapa justru yang ada adalah Jeff?
"Dimana dia?"
Jeff berinisiatif segera menekan tombol arah ke bawah di dekat elevator yang membuat pintu elevator terbuka. Armando masuk ke dalam diikuti oleh Jeff.
"Bukannya Bos yang menyuruhnya untuk tidak ikut ke atas, di mejanya saja?"
Pintu elevator tertutup setelah Jeff menekan angka yang menunjukkan nomor lantai ruangan Armando.
"Oh iya," kata Armando, menyadari apa yang ia ucapkan pada Rose tadi pagi setiba di kantor.
Perempuan itu sudah bersiap untuk ikut Armando ke atas dan membantu mengurus segala kebutuhan menjelang rapat. Tetapi Armando menolak dan meminta Jeff saja untuk mewakili Rose.
Beberapa kali ia merasa bersikap tidak profesional jika berhadapan dengan Rose. Namun hari ini adalah hari Kamis dan besok adalah hari terakhir Rose bekerja sebelum mengambil cuti panjang untuk melahirkan. Memberinya sedikit keringanan tugas tidaklah terlalu salah, bukan? Lagipula ia harus membiasakan Jeff kembali dengan tugas lamanya sebagai asisten sekaligus supir.
![](https://img.wattpad.com/cover/236253324-288-k670771.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
call me daddy [completed]
Romance[mature and explicit content, 18+] Berawal dari usaha menyambung hidup untuk anaknya, Rosaline berakhir menjadi pemuas nafsu atasannya sendiri.