"Ini pendaftar terakhir, kan?"
Pria gempal berbadan bongsor itu segera membolak-balik dua lembar kertas di tangannya. Ada banyak daftar nama di dua halaman itu, total ada 40 pendaftar yang datang dan menjalankan seleksi wawancara. Dari puluhan, mungkin ratusan orang yang mendaftar, hanya ada 40 orang yang berhak diberi kesempatan lolos ke babak paling akhir sekaligus penentu.
"Ya, Bos," jawabnya setelah memastikan bahwa peserta yang akan masuk berikutnya adalah benar peserta terakhir.
"Suruh dia masuk segera, Jeff," ucap pria tampan yang duduk di kursi kerja sembari memainkan bolpoin di tangannya.
Pria gempal yang dipanggil Jeff mengangguk sebentar sebelum berjalan menuju luar ruangan. Ada satu perempuan muda yang tersisa di sana. Jeff tidak perlu memeriksa namanya karena sudah pasti hanya ada satu peserta terakhir.
"Bapak Lee meminta Anda untuk segera masuk ruangan," kata Jeff pada perempuan itu.
Dengan segera, perempuan itu bangkit dari duduknya. Ia membawa serta map berisi curriculum vitae dan dokumen lain yang dijadikan persyaratan pendaftaran.
Jeff membukakan pintu dan mempersilakan perempuan itu masuk. Kini ia yang duduk di kursi depan ruangan bosnya itu, memberinya jarak dan privasi selama sesi wawancara seperti yang ia lakukan dengan peserta-peserta sebelumnya.
"Selamat sore, Pak," ucap perempuan itu setelah berdiri di depan meja kerja yang penuh dengan banyak kertas-kertas dan sebuah laptop berwarna abu-abu di tepi kanan meja.
Pria yang ia sapa itu masih sibuk menunduk dan mencorat-coret kertas yang sepertinya adalah kertas daftar nama peserta seleksi seharian tadi. Ada coretan panjang dan penuh di nama peserta-peserta sebelumnya, dan itu cukup membuatnya bergidik ngeri. Kepercayaan dirinya seakan perlahan memudar.
"Silakan duduk," ujar pria yang bangkit berdiri secara tiba-tiba, membuat perempuan itu terkejut.
"Armando Lee."
Pria itu menyodorkan tangan kanannya, mengajak bersalaman dan berkenalan. Dengan senyuman seramah yang ia bisa, perempuan itu menjabat tangan yang jauh lebih besar dan kuat dari miliknya.
"Nama saya Rosaline Clark, Pak. Panggil saja Rose," ucapnya ikut mengenalkan diri. "Dan ini curriculum vitae dan dokumen persyaratan saya."
Armando yang masih berdiri menerima sebuah map yang sebelumnya digunakan Rose untuk menutupi bagian perutnya. Dengan map itu sudah berpindah tangan, tidak ada lagi benda yang bisa membuat perut buncitnya sedikit tertutupi. Armando dibuat menelan salivanya sendiri melihat lekuk tubuh Rose dan perutnya yang terlihat membuncit.
Dia bisa saja sudah bersuami, Bodoh. Pikir Armando.
"Silakan duduk," ucap Armando lagi sebelum kembali duduk di kursi kerjanya.
Rose ikut duduk di satu dari dua kursi yang disediakan di hadapan meja kerja Armando. Ia menyesal mengenakan blouse putih yang sudah cukup ketat untuk memuat perutnya yang membuncit. Bagaimana jika ia lagi-lagi ditolak karena kehamilannya sudah mulai besar?
Armando berusaha mengalihkan fokus dari apa yang baru saja ia lihat dan membuat gairahnya bangkit. Ia membaca seksama apa yang tertulis di curriculum vitae dan dokumen yang dibawa Rose.
"Ada pengalaman organisasi di kelompok studi jurusan Accounting di Kelley School of Business, Indiana University," ucap Armando yang membacakan salah satu isi curriculum vitae Rose. "Wow, that amazes me!"
Rose hanya menimpali dengan senyuman.
"Lalu mengapa kamu tidak menuliskan Kelley di riwayat pendidikanmu?" tanya Armando beberapa saat kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
call me daddy [completed]
Romansa[mature and explicit content, 18+] Berawal dari usaha menyambung hidup untuk anaknya, Rosaline berakhir menjadi pemuas nafsu atasannya sendiri.