tiga belas

11.6K 312 13
                                    

Armando yang ia kenal selama di Honolulu mendadak hilang semendaratnya mereka di New York. Jika di Honolulu terlebih tiap kali mereka berdua, Armando selalu memastikan jarak di antara mereka tidak begitu jauh, berbeda ketika mereka tiba di New York. Sepertinya Armando sudah kembali menjadi Armando atasannya, bukan Armando partner ranjangnya selama dua hari kemarin.

Rose sudah menghubungi sopir kantor untuk datang menjemput mereka sesuai permintaan Armando. Jeff harus stay sedikit lebih lama di Honolulu karena alasan pribadi menjadi alasan mengapa Armando meminta dijemput sopir kantor dan bukan diantar oleh sopir pribadinya. Ia memanggil dua orang sopir kantor karena lokasi apartemen Armando dan miliknya berjauhan satu dengan yang lain.

Sepanjang perjalanan pulang, rasanya apa yang terjadi di Honolulu hanyalah mimpi dan yang terjadi saat ini adalah kenyataan. Ia dan Armando hanyalah atasan dan bawahan yang kebetulan pernah berhubungan badan dan menikmati kehadiran tubuh satu sama lain. Namun tidak akan pernah lebih dari atasan dan bawahan. Apa yang terjadi di Honolulu mungkin hanya karena keduanya yang sama-sama putus asa mencari obyek penyalur napsu dan yang ada hanya satu sama lain. Segala kebaikan yang diberikan Armando selama ini hanyalah karena ia memang baik.

Semestinya Rose cukup pandai untuk membaca situasi dan tahu diri. Harusnya sedari awal ia tidak perlu mengharapkan terlalu banyak. Ia sudah mengantongi cukup banyak pengalaman disakiti ekspektasi, dan tentu ia sudah seharusnya belajar dari itu.

Cuti melahirkan yang akan ia ambil minggu depan akan menjadi langkah untuk membuatnya perlahan melupakan apa yang terjadi di Honolulu, bagaimana rasanya berada dalam dekapan Armando, mendapat perhatian darinya, merasakan sentuhan lembutnya, dan bagaimana nikmatnya penyatuan keduanya. Ia punya 12 minggu untuk menetralkan gejolak dalam dadanya. Waktu yang cukup, pikirnya. Jika memungkinkan, ia akan mencari pekerjaan lain karena ia tidak yakin akan selalu bisa tetap biasa saja ketika tiap kali melihat Armando yang ada dalam pikirannya hanya apa yang pernah terjadi di antara mereka.

"Berhenti di sini saja, Will," ucap Rose pada William yang mengantarkannya pulang.

William menurut dan berhenti di depan sebuah gedung yang tidak terlalu besar. Hanya ada belasan kamar di gedung tiga lantai dan tanpa elevator atau lift itu. Rose mengucapkan terima kasih kepada William yang sudah membantu mengantarnya pulang dan menurunkan koper miliknya dari bagasi.

Laki-laki itu sempat menawarkan mengantarkan Rose sampai depan kamar. Namun Rose menolaknya. Sebagai seorang yang lahir dan besar di kota New York, tentu William tahu mana hunian yang cukup eksklusif, dilengkapi fasilitas elevator dan mana yang tidak. Tentu tempat yang dihuni Rose adalah yang kedua.

"Tidak perlu, Will. Aku sudah cukup berterima kasih karena kamu sudah mengantarku pulang," kata Rose meyakinkan William dengan menolak tawaran darinya untuk kedua kali.

Rose menggeret kopernya dan berjalan masuk ke dalam gedung. Di mailbox yang terletak di lantai dasar, ada tiga buah amplop di slot khusus untuk nomor kamarnya. Itu berarti ada tiga buah amplop yang dikirim beralamatkan padanya yang tiba sewaktu ia pergi.

Ia ambil ketiga amplop itu dan memasukkannya ke dalam tas selempang yang ia bawa. Ia mendengar langkah kaki menuruni tangga dari atas dan memutuskan untuk membaca surat-surat tersebut nanti setelah berada di dalam kamar. Tidak memungkinkan baginya untuk tetap berdiri dengan kopernya di dekat pintu utama sementara ada orang lain yang hendak lalu lalang.

"Oh, halo, Rose!"

Sebuah senyuman ia sunggingkan menyambut sapaan dari Elizabeth yang sedang berjalan menuruni anak tangga menuju ke arahnya. Janda paruh baya berkulit hitam itu merupakan orang pertama yang membuatnya nyaman sewaktu ia baru pindah ke hunian barunya. Kebetulan ia dan anak tunggalnya yang sudah beranjak dewasa tinggal di lantai yang sama dengan Rose.

call me daddy [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang